29. Mimpi yang Terlupakan

11 2 0
                                    

***

Sementara itu di Langdon Hall.

Gara-gara kejadian malam itu, Ruby harus menghabiskan waktunya hanya di kamar dan dengan penjagaan. Secara bergantian semua anggota rumah mendatangi Ruby dan menemaninya menghabiskan hari.

Di pagi hari, Marquise dan Marchioness datang. Marquise hanya datang untuk berpamitan karena ada yang harus dikerjakannya di luar rumah sementara Marchioness tetap tinggal.

Mereka menghabiskan hari dengan bercerita panjang lebar. Lebih tepatnya cerita-cerita Marchioness selama menjadi healer terbaik kerajaan.

Saat siang, Daniel datang menggantikan ibunya. Pemuda itu menceritakan banyak cerita terbaru dan gosip-gosip yang terjadi di kerajaan. Sesekali ia juga bercerita pengalamannya sewaktu di akademi.

Saat sore hari, Evan datang untuk memeriksa kondisi Ruby. Memastikan kemajuan pengobatannya.

Evan tidak serta merta meninggalkan Ruby. Ia ada di sana sampai malam tiba sebelum akhirnya berpamitan pergi.

Itu cukup melelahkan bagi Ruby karena mereka tidak membiarkan ia tidur siang. Agaknya mereka khawatir Ruby akan terbangun malam-malam dan keluar mencari udara segar seperti semalam.

Jadi, segera setelah berganti gaun malam, Ruby pun jatuh tertidur. Dan untuk pertama kalinya ia tidur dengan sangat nyenyak.

Jika itu malam-malam biasa, maka Ruby akan mimpi buruk. Ia seolah dipaksa kembali memutar saat-saat mencekam di Kerajaan Beril, tetapi berbeda dengan kemarin, kali ini Ruby memimpikan Zachary.

Mimpi itu seperti merecall ulang momen mereka menghabiskan waktu saat membicarakan tentang cinta pada pandangan pertama. Itu adalah salah satu momen minum teh yang mengesankan. Bahkan di dalam mimpi, Ruby bisa merasakan perasaan damai itu.

Zachary tampak tersenyum padanya dengan ekspresi malu. Wajahnya memerah saat mengakui perasaan cinta itu.

Rambut hitamnya, wajah tampannya, auranya, suaranya, senyumannya, matanya, Ruby mengulang semua momen itu dalam mimpinya. Hingga tanpa sadar senyum itu tersunggung di wajahnya yang sedang tertidur.

Daniel yang malam itu datang ke kamar Ruby untuk mengecek kondisi adiknya itu langsung berseru pelan dan memanggil ibunya mendekat.

"Ibu, lihatlah! Ruby tengah tersenyum."

Marchioness berlari mendekat. Mulutnya setengah terbuka dengan binar di matanya. "Ya ampun! kamu benar! Ruby tengah tersenyum. Ia benar-benar tersenyum."

"Pasti Ruby tengah mimpi indah, ya, Ibu."

"Iya! Andai kita bisa melihat senyuman ini saat ia terbangun."

"Kita pasti bisa, Ibu. Kita pasti bisa membuat Ruby bahagia."

Ibu dan anak itu lantas memutuskan untuk keluar dari sana dan membiarkan Ruby terus melanjutkan mimpinya. Mereka khawatir hawa keberadaan mereka hanya akan mengganggunya. Toh tidak ada yang bisa mereka lakukan di sana.

Demi mencegah kejadian seperti semalam terulang lagi, mereka menyiagakan banyak kesatria di sepenjang lorong yang sekiranya dilewati Ruby jika ia keluar dari kamarnya. Namun, semua kekhawatiran itu agaknya tidak terjadi karena gadis itu tidur nyenyak sampai pagi.

"Anda sudah bangun, Nona Ruby?" sapa Siska.

Ruby membalas sapaan itu dengan senyum manisnya yang lebar. Bahkan matanya pun ikut tersenyum. Agaknya mimpi indah itu telah mengembalikan semua moodnya.

"Saya telah menyiapkan air untuk mencuci muka," ujar Siska seraya menunjuk ke area kamar mandi.

Satu hal yang Ruby pelajari di kastil Langdon yaitu mereka ternyata mempunyai kemampuan sanitary dan plumbing yang baik. Pelayan tidak perlu bersusah payah menimba air dan membawanya ke kamar karena air telah disalurkan secara otomatis melalui pipa yang tertanam di dalam bangunan. Jadi ia hanya tinggal memutar keran dan voila air akan mengalir dengan sendirinya.

DUKE WILLBARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang