28. Berkat Untuk Zachary

14 2 0
                                    

***

Marquise langsung siaga untuk mendengarkan. Ia penasaran, apa gerangan yang hendak dibicarakan istrinya sehingga melewatkan kesempatan untuk memarahinya. Linda yang ia tahu, akan terus mengomel sepanjang hari, sampai malam bila perlu, jika ia melakukan kesalahan. Apalagi yang sekrusial ini.

"Ini mengenai ramuan yang kamu maksudkan, Matthew. Apa itu benar-benar efektif untuk menyembuhkan resistensi Ruby terhadap mana orang lain? aku takut itu malah akan memperburuk kondisi Ruby yang memang sudah buruk."

"Sejujurnya aku kurang tahu karena bagian seperti ini memang bukanlah keahlianku. Tetapi, aku percaya Haris pasti mempunyai solusinya."

"Kamu sangat percaya pada sahabatmu itu."

"Tentu! Kalau aku tidak mempercayainya bagaimana mungkin aku bisa hidup sampai sekarang di tengah medan perang yang seperti itu."

Rupanya Marquise Langdon dan sahabatnya yang bernama Haris itu bertemu dan menjadi sahabat akrab di tengah perang. Perang adalah situasi di mana hidup dan mati hanya bisa dibedakan oleh satu garis tipis. Jika persahabatan bermula dari sana, maka bisa dipastikan itu akan menjadi persahabatan yang benar-benar tulus dan bisa diandalkan.

Kendati tahu bagaimana persahabatan keduanya, Marchioness Langdon tampaknya tidak begitu menyukai Haris.

Marquise Langdon tahu itu, tapi ia tidak terlalu mengkhawatirkannya. Marquise juga tidak memaksa istrinya menyukai Haris. Karena ia tahu ketidak sukaan itu bukan bersumber pada pribadinya, tapi itu lebih kepada latar keluarga keduanya yang tidak pernah akur. Meski tidak sampai batas saling membenci.

"Sayang, kamu tahu sendiri jika Haris memiliki laboratorium penelitian terlengkap di kerajaan. Ia pasti mengetahui bagaimana cara menyembuhkan Ruby. Tolong jangan khawatirkan itu."

"Apa menurutmu sahabatmu itu akan membantu kita sementara apa yang kita minta bisa sangat membahayakan posisinya di kerajaan. Kamu tahu sendiri, itu akan menjadi masalah jika ada orang lain yang tahu."

"Tenanglah, Linda. Aku bisa menjamin Haris akan menutup mulutnya."

Marchioness Langdon masih tampak gusar, tapi ia juga tidak punya solusi lain untuk Ruby. Sepertinya, untuk sementara waktu ia akan menurunkan egonya dan berpikir positif.

Tak jauh dari sana, Ruby mendengarnya. Dalam hati ia merasa lega karena orang tua barunya ternyata sangat bersungguh-sungguh melakukan apa pun yang mereka bisa untuk kesembuhannya.

Ini membuat Ruby, mau tak mau, bertekad untuk melakukan semua yang ia bisa demi kesembuhan Marchioness. Wanita baik hati yang membantunya terlepas betapa bahayanya keberadaannya di sini. Keberadaannya bisa saja membuat keluarga Marchioness dicap sebagai penghianat.

Oh Tuhan, kumohon yang terbaik untuk keluarga ini.

***

Sementara itu di sebuah gereja di pinggiran desa. Kabut tebal pagi hari masih memenuhi alam. Matahari juga masih jauh dari terlihat.

Cuaca begitu dingin membuat sebagian besar orang menunda aktifitas mereka hingga matahari benar-benar terbit dan cuaca berubah menjadi hangat. Namun, itu tidak berlaku pada satu orang.

Terlepas dari betapa dingin dan gelapnya pagi itu, Zachary telah bersiap di depan gerbang gereja.

Sister Nancy tergopoh-gopoh mendatangi Zachary. Ia begitu panik melihat Zachary telah bersiap untuk pergi.

"Kenapa tidak tinggal lebih lama? paling tidak tunggulah sampai sarapan."

Zachary menggeleng.

Sister Nancy menghela napas dalam-dalam.

"Aku sudah menduga ini akan terjadi, makanya aku menyiapkan kue kering untuk dimakan di perjalanan," ujar Sister Nancy sembari mengangsurkan sekantung bekal kepada Zachary.

Zachary diam tidak bergeming.

Tapi, Sister Nancy tidak bisa ditolak. Ia sungguh tidak enak menerima uang sebanyak itu tanpa bisa membalas apa-apa.

"Terimalah! Ini sebagai wujud terima kasihku atas apa yang telah Anda berikan pada gereja kami. Ini tidak seberapa, tapi tolong terimalah. Aku sungguh merasa tidak nyaman membiarkan Anda pergi tanpa membawa apa-apa."

Zachary sebenarnya malas berbasa basi, tapi ia lebih malas harus menghabiskan banyak waktu di sini sementara tujuannya masih banyak. Jadi, ia pun mengulurkan tangannya.

Namun, tangannya hanya terulur di udara saat ia teringat ada satu hal yang paling ia inginkan saat ini. Perlahan Zachary berlutut di hadapan Sister Nancy.

"A—ada apa?" tanya Sister Nancy panik.

Zachary mendongak menatap Sister Nancy. Sekarang tubuh mereka tidak terpaut jauh. Kepala mereka hampir sejajar.

Hanya saja, gelapnya pagi membuat Sister Nancy tidak bisa melihat ekspresi apa yang ditujukan oleh wajah itu. Wajah Zachary telah sepenuhnya bersembunyi dibalik tudung besar yang dipakainya. Namun, sebagai orang dewasa yang telah banyak merasakan asam garam kehidupan, hatinya bisa merasakan suasana mendung yang melingkupi Zachary.

Jadi, tanpa sadar Sister Nancy mengulurkan satu tangannya ke puncak kepala Zachary dan memberkatinya.

"Semoga Tuhan membingmu menemukan apa yang hilang darimu. Semoga keselamatan senantiasa menyertaimu, wahai jiwa yang malang."

Tanpa terasa bulir air mata jatuh di pipi Zachary. Bayangan sosok Eleanor dengan ekspresi kesedihannya sebelum menghilang menari-nari di pelupuk matanya. Hatinya sangat sakit. Kerinduanya pada Eleanor membuncah meremas hatinya.

Zachary tidak bisa menggambarkan perasaannya saat ini. pertemuannya dengan Eleanor hanya berlangsung beberapa jam saja, tapi efek pertemuan itu pada hatinya sungguh tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Apakah ini obsesi, ataukah ini cinta? Ia tidak bisa menjawabnya. Yang ia tahu hanya bahwa hatinya sangat kehilangan.

Setelah beberapa saat berada pada posisi yang sama, Zachary pun bangkit dari posisinya dan dengan sukarela menerima kantong bekal yang dipersiapkan Sister Nancy untuknya.

Sister Nancy sangat senang karena Zachary mau menerima ketulusannya. Itu sebelum Zachary mendadak meletakkan sekantung lain di telapak tangannya.

Sister Nancy sangat terkejut. Apalagi saat ia merasakan bahwa kantong itu ternyata berisi uang koin. Menilik beratnya itu sangat banyak. Minimal ada 20 koin. Koin apa pun itu, entah perak atau pun emas, tetap saja ia tidak ingin dibayar karena memberikan kue ataupun memberikan berkat.

Ia harus mengembalikannya. Harus!

Namun, saat Sister Nancy hendak memanggil pria itu, betapa terkejutnya ia saat tidak mendapati siapapun di depannya. Tamunya semalam itu telah menghilang dibalik kabut pagi yang tebal.

Rupanya Zachary telah berpindah di bawah pohon ceri. Menenangkan diri. Jantungnya masih berdegup kencang menahan emosi yang membuncah. Semua tentang Eleanor selalu mengguncangnya hingga seperti. Ia tidak bisa membayangkan jika ada hal buruk yang terjadi pada Eleanor.

Amit-amit. Pasti ia akan jadi gila.

Zachary segera berkonsentrasi dan berusaha untuk kembali fokus. Ia sadar bahwa ia tidak boleh terlena oleh emosi. Semakin ia fokus maka semakin tajam pula indra-nya.

Tidak jauh dari Zachary telah bertengger Axio dalam bentuk burung.

Dengan satu tarikan napas, Zachary berujar.

"Axio ... kita mulai sekarang!"

Axio menyahut dengan pekikan tajam. Burung itu terbang ke arah Zachary dan mengubah bentuknya menjadi mana pekat yang tersebar melingkupi tubuh pria itu.

Mana pekat itu lantas memisah menjadi gumpalan kecil dan dengan satu tarikan napas, mana itu tersebar yang selanjutnya mencari salah satu landscape yang sesuai dengan petunjuk yang diberikan Jason.

Entah kebetulan atau itu berkah dari doa Sister Nancy, Zachary berhasil dalam satu percobaan. Jadi, di penghujung hari, ia pun tiba di koordinat kedua.

*** 

DUKE WILLBARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang