34. Putri Teman Ayah

15 3 0
                                    

***

Sekarang mereka telah berpindah di atas bukit. Para kesatria pengawal duke memberi jarak yang cukup agar keduanya bisa berbicara dengan nyaman tanpa harus ikut mendengar isi pembicaraannya.

Kalung yang tadi dibawa duke sudah berpindah ke tangan Zachary. Pria muda itu sekarang memandanginya dengan tatapan sedih yang tidak bisa disembunyikan meski di dalam kegelapan malam.

"Ibumu mengkhawatirkanmu," ucap Duke Willbar membuka percakapan.

Zachary tak kaget dengan itu. Siapa lagi yang bisa menggerakkan seorang duke Willbar yang bahkan raja saja kesulitan melakukannya kecuali duchess yang paling dicintainya? Pasangan duke dan duchess memang sangat terkenal karena hubungan mereka yang begitu harmonis. Melihat duke yang sampai jauh-jauh datang ke sini, sudah jelas rasa cintanya pada sang istri bukanlah omong kosong belaka.

Diiringi helaan napas berat, Zachary berujar, "aku sungguh minta maaf. Bukan inginku membuat ibu khawatir, tapi aku harus menemukan Eleanor. Seperti ayah yang tidak bisa lepas dari ibu, aku juga tidak bisa melepaskan Eleanor. Ayah tahu maksudku, 'kan?"

Ya, Duke Willbar tahu benar apa yang dimaksud Zachary. Yang dimaksud oleh Zachary adalah sebuah perasaan yang tumbuh saat kamu menemukan orang yang ditakdirkan untukmu. Pendek kata, itu adalah cinta.

Bedanya, perasaan itu lebih spesial bagi keturunan Willbar. Pasalnya keturunan Willbar tidak bisa sembarangan jatuh cinta. Berkat karakteristik darah yang dalam tanda kutip unik, mereka dilarang jatuh cinta kecuali pada orang yang telah ditentukan kesesuaian darahnya. Jadi saat mereka menemukan pasangan yang cocok, cinta yang mereka berikan akan sangat solid. Tapi, tentu saja cinta tidak bisa dipaksakan. Dalam beberapa kasus, banyak juga duke terdahulu yang menikah tanpa cinta dan hanya bertahan demi meneruskan garis keturunan saja.

Sedangkan dalam kasus Zachary, rupanya ia menemukan pasangannya di luar prosedur dan perasaannya langsung tumbuh tak terkendali. Belum lagi Zachary tidak mempunyai pembimbing dalam tanda kutip oleh orang dewasa yang berpengalaman. Secara usia Zachary memang sudah matang, tapi untuk urusan cinta, ia nol besar.

Duke mengakui Zachary cukup hebat bisa menahannya sampai sejauh ini, tapi tentu saja akan berbeda ceritanya jika sampai akhir Eleanor tidak ditemukan. Zachary bisa saja terpuruk dan tidak akan pulih. Duke tidak ingin itu terjadi.

Duke Willbar menepuk punggung putranya. "Justru karena ayah memahami itu makanya ayah datang menjemputmu. Ibumu bilang ia merindukanmu, ia meminta ayah untuk membawamu pulang."

"Tidak! meski ayah memaksa, aku tidak akan pulang sampai aku menemukan Eleanor. Aku harus menemukannya secepat mungkin. Ini sudah berapa hari sejak dia menghilang. Eleanor itu baru berumur 15 tahun dan dia tidak pernah keluar istana sama sekali. Aku takut terjadi sesuatu padanya, Ayah. Bagaimana jika terjadi sesuatu?" suara Zachary bergetar.

"Ayah percaya bahwa gadis itu baik-baik saja."

"Kata-kata penghiburan itu tidak akan mempan padaku, Ayah. Pokoknya, aku tidak akan pulang sampai aku menemukan Eleanor."

"Hm, baiklah! Ayah akan membiarkanmu pergi."

"Hah! Apa!"

Zachary langsung mendongak ke arah ayahnya. Sungguh ayahnya mengizinkan? Semudah itu?

"Kenapa? Apa kamu mau ayah membawamu pulang secara paksa dengan mengikat tangan dan kakimu?"

Zachary menggeleng. Memangnya siapa yang mau dibawa pulang dengan kondisi seperti itu. Hanya saja ia merasa aneh, apakah sekarang ayahnya tengah mendukungnya dan mengabaikan permintaan ibunya?

"Memangnya ayah siap menghadapi kemarahan ibu jika aku tidak ikut pulang bersama ayah?"

"Tentu saja ayah tidak siap! Ibumu benar-benar akan mendiamkanku jika aku tidak melakukan seusai dengan perintahnya. Kamu tahu sendiri bagaimana sikap ibumu saat ngambek. Bahkan emas permata tidak cukup untuk membujuknya."

"Lalu kenapa ayah membiarkanku pergi begitu saja?"

"Siapa bilang ayah akan membiarkanmu untuk pergi begitu saja?"

"Hah? Apa sih, Ayah ini!" ucap Zachary. Ia mulai jengkel karena ayahnya sama sekali tidak serius. Padahal menurutnya ini sangat serius dan penting. Ia lantas bangkit dan menendang kerikil di kakinya. Persis seperti anak kecil yang ngambek.

Duke Willbar tersenyum tipis. Gaya ngambek putranya trelihat sama persis dengan istrinya. Meski jarang ditunjukkan, tapi itu cukup menyegarkan untuk dilihat. Jarang-jarang Zachary kesal. Biasanya anak itu lebih sering bersikap tenang sepertinya. Namun, ia tidak bisa berlama-lama melakukannya karena putranya sekarang sudah besar. Bisa saja ia melarikan diri sebelum ia sempat mengatakan intinya.

"Kembalilah duduk," ucap Duke Willbar dengan suara teduh. Kali ini nadanya telah berubah.

Zachary melirik sebentar untuk melihat ekspresi ayahnya. Saat ia melihat ekspresi serius di balik wajah tenang itu, mau tak mau ia pun kembali ke tempatnya dan duduk di sisi ayahnya.

Sebagai putra tunggal yang dibesarkan dengan penuh cinta, Zachary sedikit banyak paham tabiat ayahnya. Ayahnya selalu berbicara lembut padanya dan ibunya. Sang Ayah juga tidak pernah menaikkan nada suara bahkan saat ia tengah melakukan kesalahan. Ayahnya adalah bangsawan tingkat tinggi yang sangat pandai mengontrol emosi. Tapi bukan berarti Duke tidak bisa marah. Ayahnya hanya mengekspresikan kemarahan dengan cara yang lebih elegan. Misalnya seperti melakukan penekanan pada setiap suku kata. Intonasinya akan berubah saat ia marah. Yah, itu hanya berlaku untuk keluarga, sih! untuk orang di luar keluarga, kemarahan Duke bahkan diibaratkan seperti halilintar.

Zachary menautkan pangkal alisnya. Pandangannya terpusat ke ayahnya.

"Jangan memandang ayah seperti itu. Ayah tidak berniat untuk membohongimu. Hanya saja ayah punya satu syarat."

"Apa itu?" sahut Zachary bahkan sebelum ayahnya menyelesaikan kalimatnya.

"Ayah ingin kamu mendengar satu cerita."

"Cerita apa itu? jika itu hanya sebuah cerita omong kosong lebih baik aku pergi. Aku yakin cerita itu hanya akan membuang-buang waktuku."

"Benarkah? Padahal aku yakin cerita ini cukup menarik. Sayang sekali jika kamu tidak ingin mendengarnya."

Ucapan ayahnya terdengar sangat kontradiktif, tapi itu pulalah yang membuat Zachary tertarik. Sepengetahuannya, ayahnya tidak mungkin mengatakan omong kosong.

"5 menit!" seru Zachary.

"Ya, hanya 5 menit," sahut Duke Willbar.

"Kemarin sebuah surat datang dari sahabat ayah, Matthew. Dia meminta bantuan pada ayah untuk membuat ramuan penstabil mana untuk putrinya."

Zachary mengerutkan kening. "Matthew yang ayah maksud ... tidakkah dia Marquise Langdon?"

"Ya, siapa lagi sahabat ayah yang bernama Matthew," jawab Duke sambil tersenyum. Tampaknya, pertemanan mereka sangat mendalam hingga membuatnya tersenyum saat mengingatnya.

"Seingatku, Marquise Langdon tidak mempunyai anak perempuan," sahut Zachary.

"Ya, dia memang tidak mempunyai anak perempuan. Tapi, baru-baru ini ia mengadopsi seorang anak perempuan."

"Oh!" responsnya datar.

"Namun sayang kondisinya tidak terlalu baik. Anak perempuan itu mengalami mana shock akibat penggunaan mana berlebihan. Biasanya kondisi mana shock bisa dengan mudah disembuhkan dengan healer, tapi meski diobati helaer sekelas marchioness Langdon, kondisinya tidak membaik. Untuk itu, Matthew menghubungiku dan meminta secara rahasia ramuan untuk mengobatinya."

"Uhm, ayah yakin dengan apa yang ayah katakan?" tanya Zachary dengan mimik keheranan. "Setahuku tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh marchioness Langdon. Bahkan keluarga kerajaan bisa disembuhkan oleh marchioness, kecuali kasus yang langka tentu saja, tapi jika hanya masalah mana kurasa itu tidak mungkin tidak bisa disembuhkan. Apakah ada keluarga lain yang tidak bisa disembuhkan oleh healer duchy willow kecuali kita—keluarga willbar?"

"Ya, tidak ada!" jawab Duke Willbar mantap. "Hanya keluarga kita dan orang yang telah terpapar darah dengan kita yang tidak bisa disembuhkan oleh helaer umum, makanya kita mempunyai cara pengobatan sendiri."

Tunggu—tunggu! Jantung Zachary seolah berhenti berdetak mendengar penuturan ayahnya. "Jangan bilang bahwa anak perempuan yang diadopsi marquise langdon adalah anak perempuan yang kucari?"

"Bagaimana menurutmu?" Duke Willbar balik bertanya.

*** 

DUKE WILLBARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang