15. Ele Sudah Sadar

152 17 0
                                    

***

Begitulah satu hari berlalu. Marchioness Langdon yang penuh kasih merawat anak perempuan itu tanpa mengeluh. Meskipun ia tidak bisa berbuat banyak, ia tetap setia di samping anak itu.

Tepat tengah malam, Ele siuman. Pertama kali yang ia rasakan adalah rasa sakit di tubuhnya. Perasaan lemah dan kelelahan yang bertumpuk seolah menjadi satu. Ia bahkan seolah tidak bisa merasakan ujung kakinya sendiri.

Hal itu tentu saja membuatnya berkeringat dingin. Tidak ada satupun manusia di bumi yang mengharapkan salah satu tubuh mereka tidak berfungsi. Begitu juga dengan Ele. Namun, dengan cepat ia menenangkan diri. Yang jelas, ia harus membuka matanya untuk memastikan keadaan sekitar. Dan juga memastikan bahwa kakinya baik-baik saja. Hanya saja, hal itu tidaklah semudah dikatakan. Ele merasa bahwa ia tidak punya kekuatan untuk melakukan itu.

Merasa tidak bisa menggerakkan tubuh dengan leluasa, gadis itu lantas menajamkan indra perasa miliknya. Pertama, ia merasakan bahwa ia berada di tempat yang hangat. Berbeda dengan terakhir kali, ia merasakan tempatnya berbaring adalah tempat yang kering dan hangat. Tempatnya berbaring juga terasa lembut. Persis kasur di kamarnya.

Ah, apakah aku akhirnya pulang? batinnya penuh harap.

Akan tetapi, bau harum ruangan yang asing membuatnya berpikir bahwa itu tidak mungkin berada di kerajaannya. Seumur hidup, baru sekali ini ia mencium bau ini. Ini adalah wangi yang manis dan menenangkan.

Saat terlarut dalam lamunan, tiba-tiba sebuah tangan halus dan lembut mengelus kepala Ele. Tangan itu terasa hangat menyentuh kulitnya. Sayup-sayup, ia mendengar orang yang mengelus kepalanya tengah menyanyikan sebuah kidung. Nadanya lembut seolah menina-bobokkan dirinya. Dari suaranya, Ele bisa mengetahui bahwa itu adalah suara seorang wanita.

Sontak, Ele langsung teringat kembali akan keluarganya. Ibunya selalu melakukan itu sewaktu ia kecil. Terutama saat ia sakit. Ibunya juga menungguinya seperti ini. Persis seperti ini.

Tapi, sedihnya, Ele tahu dengan benar bahwa wanita yang tengah menyanyikan lagu ini bukanlah ibunya. Ia mengetahui itu karena saat ia mendengarkan dengan saksama, jelas terlihat bahwa kidung yang tengah dinyanyikan itu bukanlah bukanlah dari Bahasa Beril. Ia tidak tahu lagu itu berasal dari bahasa mana, yang jelas itu bukanlah dari Bahasa Beril. Menyadari itu, kontan Ele langsung menangis. Rasanya ia kembali tersadar bahwa ia sekarang sendirian.

Melihat Ele yang menangis, wanita itu bukannya panik, ia tetap tenang dan tetap mengelus kepala Ele. "Kamu aman, Sayang. Kamu baik-baik saja sekarang. Kamu tidak lagi sendirian karena sekarang ada aku di sisimu."

Tapi, bukannya makin tenang, tangisannya malah makin memilukan. Terutama ketika ia menyadari, sesuai bahasa yang digunakan wanita ini yang beberapa kosa katanya dipahami olehnya, bahwa saat ini ia tengah berada di Kerajaan Delphinium. Kerajaan yang bertanggungjawab atas penyerangan di kerajaannya dan penyebab ditemukannya putri lain di menara. Kerajaan yang menjadi sumber utama semua yang dialaminya. Kerajaan yang namanya tidak ingin diingat lagi olehnya.

Sungguh menyakitkan! Lantas buat apa ia kabur sejauh ini jika akhirnya, ia berada di sini?

***

Marchioness tampak bingung melihat apa yang dilihatnya saat ini. Gadis ini sudah sadar, tapi jangankan membuka mata, ia malah menangis makin keras.

Untungnya, Marchioness yang sudah biasa menangani hal ini saat di medan perang, tetap bisa berpikir jernih. Ia lantas mengecek kondisi gadis yang dipanggilnya Ruby itu. Mana dalam tubuh Ruby sudah berangsur pulih secara alami berkat istirahat. Meski kondisi itu, jauh dari kata sempurna, tapi itu sudah cukup untuk membuat gadis itu terbangun dari tidur panjangnya.

Dalam posisi ini, harusnya Marchioness mentransfer mana tubuh untuk mengisi kekurangan mana itu, tapi ia tidak bisa melakukannya karena beberapa hal yang tidak diketahui. Yang bisa dilakukannya adalah memberinya ramuan karena hanya itu adalah satu-satunya hal yang bekerja padanya.

"Aku ingin kamu minum ramuan ini untuk mempercepat kesembuhanmu. Maukah kamu melakukannya?" pinta Marchioness.

Ele mengangguk.

"Ini adalah ramuan yang dibuat dengan herbal terbaik, jadi efeknya akan cepat terasa." Marchioness membantu posisi kepala Ele agar memudahkannya untuk memasukkan ramuan ke mulutnya nanti.

Saat posisi Ele sudah sesuai, segera Marchioness menyuapinya sendok demi sendok.

Tampaknya apa yang dilakukan Marchioness membawa pengaruh signifikan pada Ele. Wajahnya berangsur merah, padahal beberapa hari terakhir sangat pucat. Suhu tubuhnya berubah hangat dan yang paling menggembirakan bagi Ele adalah akhirnya ia bisa merasakan kakinya. Saat ia mencoba mengetesnya dengan menggerakkan ujung kaki, betapa bahagianya Ele mendapati semuanya berfungsi.

Rasa syukur itu membuat Ele menguatkan diri dan membuka mata. Begitu matanya terbuka, cahaya temaram ruangan menyambutnya. Langit-langit berhias lampu gantung yang indah berada tepat searah matanya menghadap, memberinya petunjuk bahwa saat ini ia tengah berada di rumah bangsawan. Ini buruk karena statusnya adalah anggota kerajaan yang kalah perang, tapi ... biarlah, ia akan memikirkannya nanti setelah mengucapkan terima kasih.

Ele pun mengalihkan pandang ke arah satu-satunya geliat hidup di sampingnya. Begitu memandangnya, Ele dibuat takjub dengan apa yang dipandanginya. Tampak seorang wanita yang sangat cantik berambut hijau bergelombang. Postur wajahnya sangat elegan dengan tulang pipi yang mengesankan. Kendati wajahnya tampak garang laiknya nyonya utama di sebuah rumah bangsawan, tapi tatapan wanita itu begitu teduh dan menenangkan.

Marchioness mendesis kegirangan. "Ya ampun! Ruby sudah membuka matanya! Ya ampun mata merahnya indah sekali. Senang akhirnya kamu membuka mata, Ruby!"

Namun, desisan Marchioness berubah serius saat Ele sudah benar-benar fokus menatapnya. "Oh, Dear! Bagaimana keadanmu?" tanya wanita berambut hijau itu dengan senyum tersungging. Mata hijaunya berbinar melihat anak yang ditunggu-tunggu itu akhirnya membuka mata.

Sedikit banyak Ele tahu arti pertanyaan itu. Karena ia tidak bisa bahasa Delphinium dengan lancar, ia pun menjawabnya dengan bahasa Beril. "Aku tidak tahu. Yang aku tahu, aku hanya akan tinggal nama jika Anda tidak menyelamatkan saya. Terima kasih," ucapnya dengan sedikit terbata.

Marchioness langsung tahu bahwa anak ini tidak mahir bahasa Delphinium. Untungnya Marchioness bisa berbahasa beril. Dengan pengejaan yang tidak sempurna, ia pun menjawab pertanyaan Ruby dengan bahasa Beril. "Tidak perlu berterima kasih. Aku melakukannya karena aku ingin. Lagi pula aku tidak berbuat banyak."

"Tidak—tidak! kamu telah melakukan banyak hal untukku."

Marchioness tersenyum lembut. Ia pun menawari Ruby minum karena suaranya benar-benar kasar. Anak ini baru bangun setelah beberapa hari tidak sadarkan diri. Cairan yang masuk ke tubuhnya hanya lewat sendok, itupun tidak seberapa.

Dengan susah payah Ele minum dibantu Marchioness. Ia minum cukup banyak seolah mengobati rasa dahaga yang menderanya. Tampaknya ia lebih haus dari sangkaannya mengingat berapa gelas air minum yang dihabiskannya sekaligus.

"Terima kasih," ucap Ele setelah ia menghabiskan gelas terakhirnya.

Marchioness mengusap bibir Ruby dengan sapu tangan sutra yang lembut. "Sama-sama, Sayang! Tapi, sebelum itu, bolehkan aku bertanya siapa namamu, Ruby?"

"Ruby ...."

"Ah, tanpa seizinmu aku memanggilmu Ruby yang berarti merah. Maafkan aku. Hm, kalau boleh, aku minta tolong, beritahu aku siapa namamu biar aku bisa memanggilmu dengan benar."

Berbicara soal nama, Ele pun sadar jika ia tidak punya nama. Dengan sedih, ia menggeleng.

Marchioness tampak mengerti arti gelengan kepala Ele dan menganggap bahwa mungkin saja anak ini belum siapa mengatakan siapa dirinya. "Aku tidak akan bertanya lebih lanjut soal namamu," ucap Marchioness menenangkan. "Sekarang kamu bisa kembali istirahat. Kita bias melanjutkan obrolannya besok atau kapanpun itu jika kamu sudah siap."

Ele mengangguk. lagi-lagi mengucapkan terima kasih. Entah sikap penolongnya ini tulus atau tidak, ia tidak peduli itu. Ia hanya bersyukur bisa mendapat perlakuan yang baik.

***

DUKE WILLBARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang