Bab 14 Pusara (bagian 1)

555 8 3
                                    

Halo, selamat pagi. Sebelum baca jangan lupa follow aku dulu ya. Sebagai penulis baru, itu berarti banget, lho, buat aku. 😍🙏

Setelah baca, jangan lupa tinggalkan vote dan komen, ya. Oia, bagi kalian yang suka baca ngebut dan nggak sabar menunggu kelanjutan cerita ini, boleh banget mampir ke Karya Karsa aku dengan akun: Fitria Noormala
Di sana sudah Bab 47, lho.

Salam,

Author

————

Azan subuh berkumandang tepat di pukul empat lebih dua puluh satu menit. Pria itu beranjak dari kursi ruang tamu, menyimpan Alquran kesayangannya di lemari kayu jati di samping foto kelulusan SMP Arabelle yang dibingkai kecil dengan penyangga yang sengaja dibuat agak miring. 

Kemudian beliau masuk ke dalam kamar utama, menggelar sajadah di samping ranjang. Bu Utami yang baru bangun hendak menanak nasi dan membuat sarapan menatap suaminya agak heran.

"Lho, nggak ke masjid apa, Pak?"

"Mau salat di sini aja, Ma," jawab beliau sambil membenarkan lipatan sarung.

Bu Utami tak ambil pusing, beliau mengikat rambutnya asal, lalu berjalan meninggalkan kamar menuju dapur, beraktivitas seperti subuh di hari biasanya.

Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit berlalu. Anggota keluarga itu melakukan hal-hal biasa sebagaimana mestinya. Arabelle pergi ke toilet untuk mandi dan membantu Bu Utami membuat teh manis panas. Sedang Aileen masih tidur pulas dengan berselimutkan kain tebal.

"Kak, tolong ini gula habis. Sana ke warung dulu. Uangnya ambil di dompet belanja mama di kamar." Bu Utami berkicau lancar saat sadar gula di stoples sudah tak bersisa.

Arabelle yang sibuk memilih jenis teh yang hendak dipakai, menoleh pada ibunya. "Iya, Ma."

Langkahnya terburu-buru memasuki kamar utama yang pintunya terbuka lebar. Matanya segera berganti menjadi mode waspada saat menyisir dompet belanja ibunya yang berwarna hijau muda usang. Tapi, matanya berhenti saat melihat Pak Ishak tengah pulas di atas sajadah. Posisinya agak meringkuk dengan posisi menyamping. Beliau masih lengkap memakai sarung dan kopiah.

Sebelum pemandangan langka ini terlewat begitu saja, Arabelle berlari ke kamarnya mengambil kamera, lantas mengambil beberapa gambar bapaknya. Setelah puas mengambil gambar, dia berjalan mendekat, menggoyangkan lembut badan besar itu hati-hati.

"Pak ... pindah ke kasur, yuk," ucap Arabelle sambil menepuk pundak pria itu.

Karena tubuh pria itu bergeming, Arabelle menjawil pipi bapaknya pelan. "Pak, pindah ih, ayo. Udah dingin pipi Bapak."

Karena masih tak mendapatkan jawaban, Arabelle mulai merasakan ada yang tidak beres. Gadis yang sudah menginjak kelas tiga SMA itu mulai meraba lengan, telapak kaki dan bagian tubuh mana saja yang bisa dia raih saat itu. Dingin.

Jantung putri sulung Pak Ishak mulai berdebar tak karuan, dengan pikiran yang mulai panik, jari-jari tangannya di dekatkan pada lubang hidung bapaknya. Tak ada tarikan oksigen atau pun embusan karbon dioksida. Harapannya mulai mencelos.

"Mama!" Arabelle berteriak sekencang mungkin.

"Mama, Mama, Mama, cepet ke sini!" Dia terus berteriak tanpa henti. Sangat panik.

Tak lama Bu Utami berlari sambil membawa sendok sayur. Di dadanya terpasang celemek berwarna biru hitam bercorak bunga tulip. "Heh, kamu kenapa, sih?"

Gadis itu mendapat bentakan saat ibunya sampai di kamar utama.

Namun, Arabelle tak banyak menjelaskan. Batinnya habis terguncang. Dia hanya menangis keras sambil menunduk menatap tubuh kaku bapaknya.

Sadar apa yang terjadi, Bu Utami berjalan perlahan. Dua kakinya seolah tak bertulang. Beliau ambruk di samping tubuh suaminya. “Pak .... “ Tangan Bu Utami menggoyangkan tubuh Pak Ishak berkali-kali, bahkan cenderung kencang. ”Pak, bangun,” ucap beliau sekali lagi.

“Bapak kamu kenapa sih, ini?” Nada bicara Bu Utami semakin naik.

Anak sulungnya menggeleng cepat.

Lalu Arabelle menempelkan telinga di dada bapaknya. Tak terdengar apa pun. "Jantungnya aja nggak kedengeran, Ma," ucapnya lirih.

Mereka berdua terisak. Tidak paham apa yang harus dilakukan setelah ini. Rasanya dunia benar-benar gelap.

***

Pelakor SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang