Bab 17 Cermin Bambu (bagian 2)

574 9 0
                                    

Mendengar Dominic memanggil "sayang" pada perempuan lain membuat suasana hati Aileen sedikit berantakan. Dia kira Dominic miliknya penuh untuk kemarin dan pagi ini.

Percakapan antara Dominic dan Arabelle biasa-biasa saja, selayaknya pasangan suami istri yang berbincang singkat menanyakan kondisi, tengah di mana dan beberapa pertanyaan mengenai anak mereka. Sangat wajar.

"Kamu kapan ke Jakarta lagi, Sayang? Mas dan Elia kangen banget," tanya Dominic dengan nada agak manja. Membuat Aileen menoleh berkali-kali. Dan kini menatapnya sangat lama dengan tatapan cemburu.

Bahkan Aileen sekarang berdiri tepat di depan Dominic, melepaskan seluruh handuk ke lantai, lalu jalan berlenggak-lenggok mencari pakaiannya yang berserakan di lantai bekas semalam. Dominic yang menyaksikan pemandangan tersebut tersedak air liurnya sendiri. Mencoba tak teralihkan dengan tingkah Aileen.

"Hati-hati kalo pulang lagi ke Jakarta ya, Sayang. I love you." Dominic mengecup layar ponsel kemudian mengakhiri panggilan.

Dominic mencari sosok Aileen. Perempuan yang esok telah berumur dua puluh dua tahun itu kini tengah menatap keluar jendela, pandangannya tak semanis biasa. Dominic tahu dia tengah cemburu sekarang.

Dengan langkah santai Dominic berjalan ke sisian ranjang sebelah sana, menggapai dua pundak Aileen yang kaku karena tengah merajuk. "Mau sarapan apa sebelum pulang?" tanya Dominic lembut.

Aileen tak menjawab. Dia malah memalingkan muka ke arah lain.

Karena pertanyaan Dominic tak mendapatkan jawaban, pria itu masuk ke dalam kamar mandi. Membersihkan seluruh badan, kemudian secepat kilat membuka tasnya, mencari kaos santai dan celana pendek sepanjang lutut.

Pria berusia tiga puluh empat tahun itu malas menghadapi drama-drama seperti ini. Karena dia telah melewatinya bersama Arabelle dulu, saat usia mereka sama-sama masih dua puluh tahunan.

Setelah membereskan semua barang bawaan, Dominic menjawil tas miliknya lalu menyugar rambut yang agak basah. "Ayo," ucapnya pada Aileen yang masih cemberut.

Dominic membuka pintu, menghirup udara segar di luar ruangan. Merasai paru-parunya seperti diisi ulang kembali. Aileen mengikutinya dari belakang. Langkah perempuan itu mendahului langkah besar milik Dominic, kemudian tujuannya lurus terus ke gerbang.

"Ke mana, hei?" Teriakan Dominic tak digubris sama sekali. 

Namun, pria itu memilih abai. Dia terus berjalan ke resepsionis untuk menyelesaikan administrasi dan mengembalikan kunci. Saat dirinya mencari sosok Aileen lagi, perempuan yang semalam masih bersamanya, kini hilang di tengah lalu lalang kendaraan.

Dominic mengirim pesan berkali-kali pada Aileen, tapi tak kunjung dibalas. Bahkan panggilan teleponnya pun ditolak di detik pertama sambungannya terhubung.

Sedang di sudut lain, Aileen sudah duduk manis di atas jok ojek online. Dia memesannya saat memandangi jendela hotel tadi. Gerah berlama-lama dengan Dominic jika laki-laki itu terus saja memanggil sayang dan memberi perhatian pada kaum hawa selain dirinya. Tapi, harusnya bisa dimaklumi karena kekasihnya itu adalah suami Arabelle. Kakak kandungnya sendiri.

Kaki jenjang Aileen turun dari ojek online. Dia melihat Arabelle tengah melayani satu pelanggan terakhir--sepertinya, karena pagi sudah beranjak habis. Aileen yang melihat kepulan nasi hangat yang diciduk ke dalam wadah, membuat perutnya semakin kencang bernyanyi. Langkahnya berjalan mendekati gerobak.

"Masih ada nggak, Kak?" tanya Aileen pada Arabelle yang menggantikan Bu Utami berjualan.

"Mau?" tanya Arabelle sambil memberikan dua porsi nasi uduk pada pelanggannya. Perempuan itu memberikan senyum ramah, lalu beralih menatap adiknya lagi.

"Mau, aku laper banget," jawabnya sambil melongok isi termos dengan ukuran besar yang hampir kosong.

"Oalah," timpal Arabelle dengan aksen Jawa, tertular Dominic yang notabene orang Yogyakarta. "Kirain udah sarapan sama temenmu itu, lho."

Aileen meski memasang wajah datar, tapi hatinya agak tersentak. Karena yang dimaksud teman oleh Arabelle adalah suaminya sendiri.

"Oh, enggak. Dia bikin aku kesel soalnya," jawab Aileen sambil melihat tangan terampil kakaknya yang tengah menaburi nasi uduk miliknya dengan bawang goreng sebelum disajikan.

Arabelle hanya menatap Aileen dengan senyuman hangat. "Ya udah. Yuk, sarapan," ajaknya kemudian.

***

Hai, ikuti terus kisah Pelakor Sedarah setiap hari, ya.
Dukung terus karya aku dengan cara follow, vote dan komen, yaaa.

Buat kalian yang mau baca ngebut, boleh berkunjung ke Karya Karsa aku. Di sana sudah sampai Bab 59, lho. Gunakan voucher dengan kode Noorm01 agar dapat diskon 20%
Aku tunggu lho.

Salam,

Author 🧡

Pelakor SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang