Bab 3 Debaran (bagian 2)

1K 24 1
                                    

Hujan semakin deras, mobil melaju sangat pelan. Kilat-kilat putih yang menyapa terlihat seperti hendak turun ke jalan, ngeri. Di beberapa titik, pohon besar nan tinggi tumbang. Bahkan, ada beberapa kawasan yang sulit dilewati karena banjir.

Napas Dominic terdengar keras karena memikirkan rute untuk pulang. Jelas dia bingung. Pria itu terkadang mengusap area wajahnya dengan kasar. Kondisi seperti ini tak mungkin kembali dengan cepat ke Jakarta. Setidaknya harus menunggu tiga puluh menit sampai satu jam untuk menghindari banjir dan reruntuhan pohon tumbang. Mobil menepi pada akhirnya. 

"Dek, istirahat dulu di sini nggak apa-apa, ya?" Dominic mengatur kursi sopir supaya telentang ke belakang. Pria itu menguap berkali-kali karena mengantuk dan lelah. 

Ponsel miliknya berdering--Arabelle--perempuan yang menanti Dominic pasti khawatir sekarang.
"Hm, akses jalan pulang ketutup sama banjir, Sayang." Dengan mata tertutup, pria berusia tiga puluh empat tahun itu menjelaskan singkat.

Aileen memerhatikan Dominic dalam gelap. Lengan kakak iparnya yang kokoh dengan bahu lebar, dada bidang dengan rahang tegas seperti rangkaian besi. Apa lagi dua lesung pipi yang memberikan efek manis luar biasa pada wajah tampannya. Sempurna. Komentar Aileen dalam hati.

Sadar dipandangi, Dominic menoleh. "Nggak apa-apa kan, kalo istirahat bentar?" 

Dengan cepat Aileen mengangguk. "Nggak apa-apa, Mas. Kalo mau tidur silakan aja. Nanti aku bangunin," jawabnya terburu-buru.

Kurang dari tujuh menit, Dominic sudah jauh di alam bawah sadar. Aileen menatap wajah kakak iparnya dalam-dalam, memastikan debaran jantungnya biasa saja. Tapi, organ penting itu malah berdebar lebih hebat lagi.

Perlahan tangan halus miliknya membelai wajah Dominic lembut. Ah, jantungku! Batinnya berteriak. 

Perempuan itu duduk lagi di kursinya dengan cepat dan segera mengelus-elus dadanya yang hendak meledak. Kacau.

Aileen memilih untuk memejamkan mata, mengikuti Dominic. Tapi berapa kali pun mencoba, hal itu tak kunjung berhasil. Waktu yang berharga seperti ini--saat berduaan dengan Dominic, tak mungkin hanya dilewatkan oleh tidur semata.

Percobaan kedua. Tangan kiri pria itu menjuntai santai di belakang persneling. Dengan gerakan pelan, sangat pelan, Aileen meraihnya hati-hati. Menggenggamnya, kemudian memasukkan tiap ruas jari miliknya pada Dominic. Gelenyar perasaan itu semakin kuat dan hebat.

Tanpa diduga, genggaman itu disambut hangat oleh Dominic. Pria itu memang jauh di alam mimpi, tapi refleksnya masih bekerja meski dalam kondisi tak sadar. Arabelle sering melakukan hal ini setiap malam saat mereka tengah terlelap.

Selama lima belas menit Aileen tersenyum bahagia. Tangan pria ini benar-benar hangat dan lembut, mampu mengubah suhu tubuhnya yang mulai kaku karena hujan lebat menjadi sepanas tungku kompor. 

Saat mendekati empat puluh lima menit, Aileen melepaskan genggaman itu. Memerhatikan wajah Dominic sekali lagi dengan jarak pandang sangat dekat. Entah keberanian dari mana, bibir milik perempuan itu mengecup pipi Dominic halus.

"Hm." Dominic bereaksi. Kedua lengannya terangkat ke atas bersamaan.

"Lama ya, Mas tidur?" tanyanya sambil mengucek kedua matanya.

Aileen yang kaget, benar-benar kaget, kontan mundur sampai punggungnya menabrak punggung pintu. "En-enggak kok, Mas. Pas banget malah," jawabnya sembari menguarkan ekspresi panik.

Dominic mengerutkan dahi, bingung dengan kata "pas" yang dimaksud adik iparnya.

"I-itu lho, banjirnya mulai surut. Terus hujannya juga mulai reda," sambungnya mengamankan alibi.

"Oh, oke," jawab pria itu paham.

Setelah memastikan jalanan aman, mobil hitam itu melaju kembali dengan normal. Dominic melihat jam tangannya di tangan kiri, sudah pukul setengah dua belas malam. Pasti Arabelle menunggu di sofa depan televisi sambil menahan kantuk.

Mereka berdua tak banyak bercakap seperti awal keberangkatan tadi. Dominic memilih diam sambil fokus mengendalikan setir dan melihat jalanan yang mulai lengang. Sesekali dahinya kembali mengerut. Mencerna kejadian saat dia setengah tidur tadi. Samar. Tapi, dia sadar dengan tingkah Aileen yang aneh.

Bahkan, pria itu terbangun sempurna karena kaget dengan kecupan tiba-tiba di pipi kiri miliknya.

Namun, pria itu memilih pura-pura tidak tahu saja.

***

Halo-halo pembaca setia Pelakor Sedarah. Jangan lupa dukung terus karya aku dengan meninggalkan vote dan komen, ya, biar aku semangat terus membuat karya 😘

Oh, iya. Bagi kalian yang mau ngebut baca, boleh berkunjung ke Karya Karsa ya. Bisa di web, kok, bacanya. Di sana sudah Bab 7, lho. 😋✌️

Salam,

Author

Author

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pelakor SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang