Dominic ingin memperbaiki semua perasaan tak nyaman Arabelle yang carut-marut akibat ulahnya yang terlalu mencolok--murung dan mendamba Aileen setiap hari. Saat jam menunjukkan pukul lima pagi, pasti Arabelle tengah di dapur, memasak sarapan sederhana untuk memulai hari. Dengan langkah gontai dirinya berjalan melewati setiap inci ruangan yang masih sepi. Pria itu membuka kamar Elia, putri kecil itu masih terlelap dengan lampu tidur merah muda yang masih menyala.
Langkah Dominic terus melaju sampai dapur. Netra cokelat miliknya mendapati Arabelle tengah mengiris sayuran ke dalam keranjang berwarna hijau muda. Di sampingnya mejikom tengah menyalakan lampu oranye tanda beras sedang berada dalam tahap awal.
Dengan lembut Dominic memeluk istrinya dari belakang, menghidu aroma yang menguar dari sana, keringat baru dan aroma asli tubuhnya bercampur menjadi satu. Sudah lama sekali dia tak melakukan ini. Terlalu sibuk dengan perasaannya yang merana memikirkan Aileen dipeluk pria lain di sana.
Sesekali Arabelle memberi isyarat untuk menyingkir dengan ujung siku kanan. "Geli tahu, Mas," protesnya sambil memegangi wortel yang utuh.
Tanpa memedulikan sikap Arabelle, Dominic malah menciumi tengkuk miliknya dengan nakal. Istrinya itu berbalik badan dengan tatapan ganas.
"Tumben? Kenapa, sih?" Dua alisnya mengerut seperti sketsa gelombang laut yang belum usai.
Dominic sadar dia kentara sekali mengabaikan Arabelle satu bulan terakhir ini atau bahkan lebih. Bukannya dia harus bersikap romantis atau malah lebih untuk menebus dan menutupinya?
"Sebentar aja, Sayang." Dominic mengecup bibir Arabelle dengan nakal.
Arabelle langsung paham arah pembicaraan suaminya. Sudah lama sekali mereka tak bersama.
"Ta-tapi aku lagi mas--"
Dominic tak peduli, dia mencium bibir istrinya sekali lagi. Menarik tangan kanannya dengan penuh pemaksaan ke arah sofa depan televisi.
"Kalo Elia lihat, gimana?" Arabelle melihat sekeliling ruangan.
Namun, Dominic benar-benar tak peduli. Dia kalut dan sungguh menyerang istrinya habis-habisan dalam senyap.
Peluh Arabelle yang bercampur bau irisan bawang merah dan sayuran mentah, menyajikan aroma baru. Dia yang merasa kotor, belum mandi, pun sedang sibuk di dapur sejak tadi, tiba-tiba merasa tak percaya diri.
"Maaf, Mas, kalo bauku aneh," ucapnya sambil memandang sayu suaminya yang masih terengah-engah dengan telanjang dada. Menyandarkan tubuh kokohnya di punggung sofa.
Dominic tersenyum manis, kepalanya menggeleng pelan. "Hm, itu malah seksi tahu." Dominic berbisik seraya mencubit ujung hidung Arabelle gemas.
Karena perkataan Dominic barusan, perempuan itu tersipu lalu meraih pakaiannya. Dengan segera--meski kakinya terasa tak memiliki tulang, dia melangkah perlahan ke dapur sambil memantau situasi, takut Elia melihatnya. Aman.
Dominic tersenyum di sofa sendirian. Dia masih betah saja bertelanjang dada dengan napas tersengal-sengal. Sudah lama sekali dia tak melihat Arabelle tersipu seperti tadi. Pun memang Dominic tengah jatuh cinta pada perempuan lain. Tapi, tak berarti rasa cinta pada Arabelle berkurang. Tetap sama.
Sarapan pagi ini terasa berbeda, air muka Dominic dan Arabelle terlihat begitu cerah. Pun Elia keluar dari kamar kesiangan, pukul enam lewat sepuluh menit. Tak masalah, malah menguntungkan untuk sekarang.
Mereka bertiga kembali hangat seperti dulu. Sarapan dengan seringai senyum dan lemparan candaan ringan. Karena hambar dan ceria sebuah rumah tergantung nyawa di dalamnya. Dan nyawa sebuah rumah adalah hati seorang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelakor Sedarah
RomanceArabelle dan Dominic adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama tujuh tahun. Mereka hidup berkecukupan. Apa lagi dengan kehadiran anaknya Elia yang pintar dan cantik. Arabelle memiliki adik bernama Aileen. Mereka hanya dua bersaudara den...