Bab 12 Potong Kuku (bagian 1)

696 8 0
                                    

Pukul lima subuh Arabelle sudah membersihkan badan. Dia mengatur tas dan beberapa oleh-oleh untuk dibawa pulang ke Bandung. Kali ini dia membawa mobil pribadi miliknya yang sudah lama tak dipakai.

Satu tas jinjing dan dua keresek besar dia taruh di ruang tengah samping sofa. Kemudian dia mengirim pesan pada Mbak Rani agar segera datang sebelum Elia berangkat ke TK nanti.

Pagi ini Arabelle tidak memasak. Dia berencana untuk membeli sarapan di pinggir jalan dekat taman samping gang rumah saja. Banyak aneka sarapan pagi seperti lontong sayur, nasi kuning, nasi uduk, bubur ayam, atau bahkan ketoprak dan kue-kue pasar yang sudah berderet di etalase.

Dengan langkah tenang Arabelle keluar dari kamar. Penghuni rumah ini sebagian belum terbangun. Dominic yang bangun pukul lima pun, memilih menarik selimut kembali di bawah sejuknya AC. Sedang Elia sudah terbiasa bangun pukul enam, setengah jam lagi. Mungkin saat usia enam tahun nanti akan digeser lebih cepat ke pukul lima atau setengah enam.

Saat memastikan semua aman, Arabelle membawa kunci motor di dalam laci kamarnya, bergegas melewati seluruh ruangan di dalam rumah untuk menghirup udara pagi Jakarta yang tidak segar sama sekali.

Ketika pintu utama benar-benar tertutup kembali--setelah Arabelle merapatkannya dari luar saat pergi, Aileen membuka pintu kamarnya, berjalan ke kamar utama. Langkahnya santai dan mengendap-endap. Persis pencuri yang akan menggondol barang berharga milik sang penghuni rumah.

Setelah berada di dalam, pandangan perempuan nakal itu beredar mengitari kamar utama. Dia mendapati Dominic masih terlelap dengan memeluk guling dan berselimut tebal. Tanpa menunggu lama, Aileen memeluknya dari belakang, sesekali menciumi tengkuk pria itu.

Dominic tidak bergeming, makhluk satu ini memang mudah sekali terusik dari tidurnya, kecuali jika sangat lelah. Refleks dia membalikkan badan dan mengecup kening si wanita. "Jam berapa ini, Sayang?" tanyanya dengan mata masih tertutup. Mengira perempuan itu Arabelle.

"Mas, ini aku Aileen," ucapnya berbisik.

Kurang dari dua detik mata Dominic terbuka lebar, "Hei, kalo Ara liat gimana?"

"Kakak lagi beli sarapan kayaknya," jawab Aileen santai. "Mas, kemarin malam nggak jadi, lho." 

Kening Dominic mengerut, posisi tidurnya berubah menjadi duduk. Badannya yang masih kaku dia regangkan beberapa detik, lalu tatapannya fokus kembali pada Aileen.

Pria itu mencoba mencerna dan mengingat-ingat kejadian semalam. Setelah serpihan ingatan itu muncul, Dominic membelai rambut Aileen tenang. "Terus mau apa?"

Aileen mendengkus pelan, "Cepet aja, yuk? Aku kan mau ke Bandung pagi ini sama Kakak." Kalimatnya terdengar merajuk tapi sedikit memaksa.

Tanpa membuang waktu, mereka melancarkan aksinya. 

Perasaan mereka sekarang seperti tengah menaiki wahana menantang dengan waktu yang sangat singkat, memicu adrenalin. Tak peduli jika tiba-tiba Elia atau Arabelle masuk, pun Aileen lupa tak mengunci pintu.

Dengan napas yang masih terengah-engah, baik Dominic atau Aileen langsung mengenakan pakaian mereka kembali. Diakhiri pelukan singkat, Aileen membuka kenop pintu tergesa, memburu waktu. Tapi ... di sana ada Elia. Buruknya, jarak beberapa meter dari bocah itu ada seorang perempuan setengah baya tengah berdiri--beradu pandang juga dengan Aileen--Mbak Rani.

Baik Mbak Rani atau Aileen, mereka sama-sama sudah mengenal satu sama lain. Saat Aileen pertama kali kuliah di Jakarta, kala itu Elia baru berusia tiga tahun, artinya itu tahun terakhir Mbak Rani bekerja untuk Dominic dan Arabelle.

Sebetulnya baik Mbak Rani atau Elia tak memiliki praduga apa pun, tapi yang membuat mereka heran adalah ekspresi Aileen yang seolah tertangkap basah.

***

Halo selamat pagi. Terima kasih sudah setia membaca Pelakor Sedarah ya. Aku penulis baru, jadi vote, komen dan follow-an dari kalian itu sangat berharga buat aku, lho.
Bantu aku, ya? 😍

Oh, di Karya Karsa sudah Bab 39 lho. Boleh banget kalo mampir, ditunggu 🔥😍

Salam,

Author

Pelakor SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang