Bab 20 Janin (bagian 2)

530 8 0
                                    

Dominic mengangguk, ada desiran lega saat jawaban itu keluar dari mulut Aileen. Dia pasti hancur juga jika sampai anak dalam kandungan Aileen lahir ke dunia.

"Sekarang kita cari informasi tempat aborsi aja, gimana?" Dominic mulai mencari solusi.

Aileen menggeleng. Dia terbayang saat melihat serial drama di televisi proses aborsi ilegal yang mengerikan. "Nggak, Mas. Kita cari obat aja."

Setelah berpikir sejenak, Dominic mengangguk.

"Sayang, semua akan baik-baik aja, oke?" Dominic mencoba menangkan Aileen yang tangisnya tak kunjung reda. Dua tangan besar itu memeluk Aileen erat. Dari gerakan tipisnya, terasa perempuan itu mengangguk setuju.

"Kamu sekarang pulang, biar mas yang cari obat itu." Dominic mendaratkan kecupan dua kali pada kening Aileen.

Perempuan yang tadi sesenggukan, tangisnya mulai reda sekarang. Dia keluar dari mobil dengan mengenakan kacamata cokelatnya kembali, berjaga-jaga jika ada yang mengenali dirinya di tempat ini. Saat memastikan semua aman, Aileen berjalan keluar kafe, menunggu jemputan ojek online yang sudah dipesan sekitar sepuluh menit yang lalu.

Tak lama, laki-laki berjaket hijau berhenti tepat di hadapan Aileen, memberikan helm dan mempersilakannya naik dengan hati-hati.

Aileen tak memedulikan jalanan. Tiba-tiba saja sampai di pelataran rumah, terlihat Arabelle tengah menyiram pohon-pohon di taman kecilnya. Sedang Elia tengah berlari-lari bersama Mbak Rani. Perempuan setengah baya itu selalu datang setiap hari sekarang atas permintaan Arabelle. Dia kelelahan jika harus mengerjakan semuanya sendiri. Setidaknya ada teman bermain untuk Elia saat orang tuanya sibuk.

Aileen mengganti kacamata cokelatnya dengan kacamata baca saat di jalan tadi. 

"Dari kampus, Dek?" tanya Arabelle saat Aileen melewati semua orang yang berada di depan rumah begitu saja.

"Hm, iya," jawabnya cepat sambil berlalu masuk ke dalam.

Arabelle mengabaikan tingkah laku adiknya. Sebagai seorang perempuan, mood naik turun adalah hal yang lumrah. Apa lagi ini jadwal adiknya haid. Pasti kacau balau sekali perasaan gadis itu. Begitu isi pikiran kakaknya saat ini. Selalu positif.

Sedang Aileen melangkah pelan menuju kamar. Dia membanting badannya ke atas ranjang dengan posisi tengkurap--sengaja agar janin terhimpit.

Kemudian dia bangun, memukul perutnya sekuat tenaga, "Dasar sialan!" umpatnya dengan suara tertahan.

Otaknya terus berpikir bagaimana caranya agar janin di dalam rahimnya segera gugur. Dengan cepat dia meraih ponsel dan memesan nanas via ojek online. Aileen memesan hampir satu kilogram nanas kupas siap santap. Saat bapak ojek datang, dia sigap menerima makanan itu dan kembali ke kamar. Dengan rakus, dalam hitungan belasan menit, nanas itu lenyap. Perempuan ini sedang menunggu reaksi nanas. Tapi, nihil. Tak ada yang terjadi.

Sampai pukul sembilan malam Aileen tak keluar dari kamar, bahkan untuk sekadar makan malam atau pergi ke kamar mandi pun tidak. Arabelle mulai khawatir, kakaknya mengira bahwa adiknya mengalami dismenorea hebat. Dengan segera Arabelle mengendarai sepeda motor untuk membeli obat nyeri haid ke mini market di dekat rumah.

Saat Arabelle tiba di rumah, langkahnya bersamaan dengan kedatangan Dominic. Pria itu berjalan tergesa ke dalam rumah. Bahkan nyaris tak menyadari keberadaan Arabelle di sampingnya.

Namun, Arabelle tak ambil pusing. Dia menuju meja makan. Mengambil satu porsi nasi dengan beberapa lauk yang ditaruh di atas piring. Kemudian bergegas membawa nampan di dapur dan meletakan piring itu bersamaan satu botol obat pereda nyeri haid. Saat Arabelle siap melangkah ke kamar Aileen, Dominic berlari pelan menghampirinya.

"Sayang, mau ke mana?" tanya Dominic sambil membawa gelas bening dan mengisinya dengan air dingin dari dalam kulkas.

"Hm, ke kamar Aileen. Kasian dia lagi sakit haid kayaknya. Belum makan juga sejak pagi," jawab Arabelle sambil menunjuk ke lorong yang menuju kamar Aileen.

"Biar mas aja yang anter, kamu istirahat aja. Atau duduk di sini." Dominic mengambil alih nampan dan memberi isyarat agar Arabelle tak membantah.

Sebelum Arabelle berpendapat, langkah Dominic telah jauh menuju kamar Aileen.

"Ai, ini mas mau antar makan sama kasih obat nyeri haid dari Kakak." Dominic sengaja mengeraskan suara agar Aileen lekas keluar. Pun membiarkan Arabelle mendengarnya agar tak ada curiga.

Benar saja, pintu yang terkunci dengan cepat terbuka. 

"Ini obat penggugur kandungan." Dominic berbisik pada Aileen seraya menambahkan obat asing di atas nampan.

Aileen mengangguk dengan wajah pucat. Lalu dia kembali menutup pintu dan menguncinya.

***

Halo selamat pagi, selamat beraktivitas, ya.
Terima kasih telah menjadi pembaca setia Pelakor Sedarah 🖤
Jangan lupa follow, vote dan komen, okey?

Kalo kamu suka baca ngebut, jangan lupa berkunjung ke www.karyakarsa.com dengan akun: Fitria Noormala di sana sudah mau TAMAT. Hehe 😁

Selain Pelakor Sedarah, aku juga nulis karya yang berjudul Sebaris Cinta Ayudia. Yuk, berkunjung!

Salam,

Author ❤️

Author ❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pelakor SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang