Bab 8 Darah (bagian 2)

1K 8 0
                                    

Setelah adik-kakak itu duduk berdampingan di ruang tengah, televisi mulai dinyalakan. Acara siaran di saat panas sedang ada dipuncak-puncaknya ini jarang yang seru. Paling siaran ulang sinetron yang sudah diputar lebih dari dua kali. Atau film anak-anak yang semua episodenya sama saja. Tak apa, setidaknya rumah ini memiliki suara bergema.

"Ah, Dek." Arabelle menggeser posisi duduknya, pandangan perempuan itu dibuat setegak lurus mungkin agar bertatapan dengan Aileen.

Aileen yang tengah membuka kotak donat, ujung matanya seperti bersinar. Sejak jatuh dari motor pagi tadi, dia lupa tidak memakan apa pun. Ya, sibuk dengan Dominic. Jelas tanpa sepengetahuan Arabelle.

"Hm," jawabnya. Mata perempuan muda itu sibuk memilih-milih varian topping donat yang hendak dia ambil.

"Kakak punya kenalan cowok, lho. Baik tahu orangnya," lanjut Arabelle. Dia ikut memilih donat. Sebelah tangannya masuk ke dalam kotak, menjawil salah satu donat bertabur keju dan cokelat lumer.

Akhirnya Aileen mendapatkan donat yang diinginkan. Perempuan itu melahap camilan dengan topping kacang cokelat, lalu sudah siap sedia menyambar donat green tea matcha.

"Terus?" tanya Aileen sambil mengunyah. Sepertinya tak berminat dengan kelanjutan kalimat Arabelle.

"Kenalan, yuk, Dek. Barangkali jodoh." Arabelle mengunyah santai sambil memerhatikan layar televisi yang tengah menanyangkan cuplikan berita singkat terkini, jeda dari tayangan ulangan sinetron negara sebelah.

Kunyahan di mulut Aileen sedikit terhenti. Dia menoleh kakaknya sekilas. Merangkai kalimat penolakan sehalus mungkin.

"Tapi--"

"Udahlah, ketemu aja dulu. Ya?" Arabelle menatap Aileen dalam-dalam. Berharap adiknya tak banyak melakukan aksi penolakan.

Aileen memiliki paras cantik dengan sifat ceria nan menyenangkan. Tapi, tak pernah satu kali pun dia membicarakan laki-laki sampai usianya kini sudah menjelang dua puluh dua tahun. Bahkan, sekadar bercerita laki-laki yang menarik perhatiannya pun tak pernah. Arabelle jelas khawatir.

Aileen menampakkan wajah agak ragu, mulutnya sibuk mengigit sisa-sisa donat, tapi matanya berlayar ke kanan dan kiri, mencari alasan lain.

Arabelle menangkap sinyal itu.

"Oh, atau mungkin ... kamu nggak suka la--" Tebakan perempuan dewasa itu terhenti oleh gelengan spontan Aileen.

"Aku masih suka laki-laki, kok, Kak. Aman," jawabnya cepat.

Perempuan berusia tiga puluh satu tahun itu tersenyum lebar, menganggap jawaban adiknya tadi adalah sebuah persetujuan. Matanya berbinar, kemudian beralih pada televisi lagi, mengganti-ganti siaran dengan santai.

Mereka saling tatap, keduanya tersenyum meski memiliki arti yang berbeda. Aileen tak berbicara apa pun, dia paham kekhawatiran kakaknya mengenai laki-laki ini. Dia memang tak berubah haluan sama sekali, tetap menyukai lawan jenis. Tapi bukan yang seperti Novan--meski belum bertemu.

Arabelle menengok ke arahnya lagi, "Ya udah, nanti kakak mintain nomor Novan ke Mas Domi, ya?"

Hati Aileen seperti mencelos mendengar nama itu. Pria yang baru saja tidur pertama kali dengannya tadi pagi. Merenggut, bukan. Tapi, perempuan itu mempersembahkan dengan kesadaran seratus persen dengan landasan cinta yang besar. Tanpa Arabelle sadari, mereka mencintai pria yang sama.

"Hei." Arabelle menepuk pundak Aileen lembut. Adiknya hanya memberi tatapan kosong saat kalimat terakhir dia melancarkan kalimat.

"Ah, iya," jawabnya sambil meraih segelas air putih dingin di meja. "Nanti aku coba."

***

Halo pembaca setia Pelakor Sedarah, terima kasih sudah setia mengikuti kisah Arabelle, Aileen dan Dominic, yaaa. Jangan lupa tinggalkan vote dan komen biar aku tambah semangat nulis 😁🔥

Jika kalian mau baca cepat seperti angin, ngehehehe
Bisa berkunjung ke www.karyakarsa.com
Lalu cari aja Fitria Noormala
Di sana sudah Bab 27, lho. 😍😍

Salam,

Author

Pelakor SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang