Bab 15 Selepas Kepergian (bagian 1)

621 7 0
                                    

Dua bulan telah berlalu, Bu Utami masih sering melamun. Bahkan pola makannya tak teratur. Kini badannya sangat kurus dengan wajah pucat. Setiap malam beliau mengaji sambil menangis. Hidupnya kehilangan arah dan warna. Ternyata begitu berharganya kehadiran Pak Ishak.

Pun Arabelle, setiap pagi dia mengantar Aileen ke SD sebelum berangkat ke SMA. Lalu bocah kecil itu pulang sendiri naik angkot, berjalan kaki, atau dijemput Uwa Rohmah jika beliau senggang dari berjualan. Bu Utami selama itu tak mau keluar rumah, bahkan masih pingsan sesekali dan mengigau memanggil Pak Ishak.

Beberapa kali Arabelle berbicara pada ibunya untuk melanjutkan hidup dengan baik, tapi beliau marah dan akhirnya menangis seharian sambil mengutuki nasibnya. Hanya Aileen yang sering didekap dalam menjalani hari sedihnya. Ya, hanya Aileen.

Sedang Arabelle memeluk dirinya sendiri setiap hari sambil berpura-pura kuat.

Tabungan Pak Ishak mulai menipis, tak mungkin mereka terus mengandalkan uang itu. Akhirnya, dengan saran Uwa Rohmah, Bu Utami berjualan nasi uduk di depan rumah mulai pukul lima sampai pukul delapan pagi. Awalnya wanita itu malu, hanya bersedia menyiapkan bahan dan memasak saja. Kemudian Arabelle yang memasang badan melayani para pelanggan. 

Lama kelamaan rasa berani itu muncul dari benak Bu Utami. Beliau mulai meluapkan kesedihan dengan berbagai aktivitas positif.

Pun pendaftaran kuliah sudah dibuka di berbagai universitas. Niat Arabelle maju-mundur. Sedang teman-temannya telah mengajukan berkas untuk dikirim via pos dan online.

"Ma," panggil Arabelle saat dirinya baru pulang dari sekolah. 

Bu Utami tengah menggoreng sosis dan telur untuk makan siang Aileen. Wanita itu terdiam di dapur sambil membolak-balik bahan makanan dengan sutil kayu.

"Ma," panggil Arabelle lagi.

Bu Utami menoleh setelah tungku dimatikan. "Iya, Kak?"

"Pendaftaran kuliah ditutup sebentar lagi, terlebih yang jalur SNMPTN undangan. Aku ikut atau enggak, Ma?" tanya Arabelle dengan sorot mata sayu.

Bu Utami berhenti menatap Arabelle, pandangannya berganti menjadi kosong. Lalu beliau melangkah perlahan meninggalkan dapur setelah menyimpan telur dan sosis di atas saringan minyak. 

Arabelle sadar dengan tingkah mencolok Bu Utami, artinya lampu kuning--ragu. Gadis belia itu urung melanjutkan kalimat, sadar akan kondisi sekarang. Kuliah merupakan angan-angan yang terlalu tinggi setelah sang pencari nafkah dipanggil Ilahi.

Karena pembicaraan ini tak berlanjut, Arabelle memilih masuk ke dalam kamar. Tapi, tak lama Bu Utami muncul di balik pintu. Beliau berjalan mendekat, duduk di sisian ranjang dengan tatapan sendu.

"Kak ... bukannya mama nggak izinin Kakak kuliah, tapi--"

"Aku paham kok, Ma." Arabelle memotong pembicaraan ibunya yang belum usai. Dia tak kuat mendengar kata-kata selanjutnya.

Wanita yang baru berusia empat puluh lebih itu tersenyum dan membelai surai hitam milik si sulung. Dadanya terasa sesak. "Untuk pendaftaran, Bapak udah siapin tabungan dua puluh juta. Kalo untuk sisa ke depan ... Kakak jualan atau kerja sambil kuliah, gimana?"

Pupil mata Arabelle membesar, tanpa banyak bercerita almarhum bapaknya ternyata memiliki tabungan pendidikan untuk dirinya, bukan hanya untuk Aileen.

Keningnya agak mengerut, mencoba berpikir kilat sebelum mengemukakan jawaban dan pendapat.

"Iya, Bu. Ara mau," jawab gadis delapan belas tahun itu akhirnya.

Keinginan Arabelle untuk kuliah lintas kota urung, dia memilih melanjutkan pendidikan di daerah Bandung saja yang bisa ditempuh dengan mengendarai sepeda motor. 

Pagi sebelum berangkat kuliah dia membantu Bu Utami berjualan nasi uduk di depan rumah. Kemudian dia menggoreng makaroni untuk dijual ke teman-teman kelasnya setiap hari. Uang dua puluh juta pemberian almarhum Pak Ishak tak sepenuhnya habis, sisa dari biaya daftar ulang dan bayaran semester pertama Arabelle simpan untuk dana darurat.

Hasil dari berjualan makaroni setiap hari dia tabung dengan telaten. Per enam bulan sekali dibongkar untuk bayar uang semester. Begitu polanya sampai dia lulus menjadi sarjana.

***

Halo, aku update lagi nih.
Sebelum baca, follow aku dulu, ya. Aku penulis baru, lho. Jadi follow dari pembaca sangat berarti banget, hihiw (⁠ ⁠˘⁠ ⁠³⁠˘⁠)⁠♥

Oia, sesudah baca juga jangan lupa tinggalkan jejak ya dengan vote dan komen.

Buat kamu yang nggak sabaran baca part selanjutnya, di Karya Karsa dengan akun: Fitria Noormala sudah Bab 49, ya. Silakan berkunjung.
Aku juga mau kasih voucher gratis edisi lebaran!
Baca di karya karsa aku dapat diskon 20%
Kode voucher: Noorm01

Salam,

Fitria

Pelakor SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang