Bab 9 Kecemburuan (bagian 2)

801 9 0
                                    

Arabelle menatap Dominic seksama. Matanya berlipat efek tertidur empat puluh dua menit lalu di kamar Elia. Sesekali perempuan itu menahan kuap dengan tangan kirinya.

"Capek, Mas?" tanyanya setelah nyawa berkumpul delapan puluh lima persen.

Dominic meloloskan senyum, mengatur napas setenang mungkin, lalu memeluk istrinya singkat. "Enggak, kok. Kan demi kamu dan Elia, Sayang."

Arabelle membalas senyuman sang suami. Saat tubuh mereka bertemu singkat tadi, samar-samar tercium bau perempuan di kemejanya. Bahkan kening Arabelle mengernyit saat melihat kancing kemeja Dominic terpasang zig-zag sebagian.

"Hm?" Arabelle menunjuk kancing yang terpasang salah.

Kepala Dominic menunduk, melihat kesalahan kecil yang ditunjukkan istrinya. Dalam setengah detik, ada ekspresi panik dalam matanya. Tapi sekejap dia tertawa kecil. "Ampun," jawabnya ringan.

Arabelle tetap bergeming. Bahkan keningnya kini mengerut, menunggu kalimat selanjutnya.

"Tadi ... Novan bawa baju seragam di acara resepsi untuk tim." Matanya dipasang seyakin mungkin saat berbicara dengan Arabelle. "Kayaknya pas ganti kemeja ini lagi, mas nggak sadar kalo ini salah." Dia melanjutkan tawa, menampilkan dua lesung pipi yang menawan.

Arabelle mengangguk, dia percaya.

Tangan Dominic meraih milik Arabelle, menyelipkan jari-jarinya selembut mungkin. "Kita tidur, yuk?" Ajak suaminya sambil setengah menarik langkah Arabelle.

Tanpa menjawab apa pun, mereka berjalan bersisian sampai ke kamar utama. Elia sudah tidur sesaat setelah mengerjakan tugas mewarnai bersama ibunya tadi. 

Hening.

Semua penghuni rumah telah berkelana ke alam mimpi masing-masing. Saat jam menunjukkan pukul dua malam, Dominic bermimpi tentang Aileen. Tentang kegiatan bercintanya setelah usai bekerja. Tanpa sadar, tangannya memeluk erat Arabelle.

"Mmh." Arabelle merubah posisi tidurnya. Merasa terusik karena gerakan Dominic. Menit demi menit tangan pria itu berjalan liar, mata perempuan itu perlahan membeliak. Memerhatikan mata suaminya yang setengah terpejam, tapi napasnya mulai memburu.

"Jam berapa sekarang?" Suara Arabelle serak, berusaha mengembalikan kesadaran Dominic.

Namun, pria itu tak menggubris. Matanya sudah terbuka penuh. Mulai melancarkan aksi. Pun Arabelle seperti tak menolak itu sama sekali.

Kejadian itu terjadi begitu saja dan sangat cepat. Setelah selesai, Dominic menutup mata kembali sembari mengecup dahi Arabelle tiga kali. “Maafkan aku, Sayang.”

Kok, maaf?” tanya Arabelle heran.

“Karena ganggu waktu tidur kamu?” Dominic mencubit pipi Arabelle lembut.

Arabelle membalasnya dengan senyum hangat.

Mereka berdua kembali terlelap dalam buaian malam menjelang dini hari yang masih gelap.

Suara azan subuh berkumandang tepat pukul setengah lima pagi. Dominic begitu pulas, bahkan posisi tidurnya tak berubah sejak semalam melakukan aksi tiba-tibanya dengan Arabelle. Dia memeluk guling ke arah kanan--memunggungi istrinya.

Perempuan itu perlahan turun dari ranjang, tersenyum sebentar melihat Dominic. Lalu melangkah masuk ke kamar mandi yang berjarak hanya beberapa langkah dari meja rias.

Tanpa menunggu apa pun, dengan kondisi rambut masih sangat basah usai melaksanakan sembahyang subuh, langkahnya cepat menuju dapur. Arabelle sigap mencuci beras dan memasukannya pada magic com. Setelah menekan tombol cook dia bergegas membuka pintu kulkas, melihat bahan makanan untuk sarapan.

Sayup-sayup terdengar suara langkah seseorang menyeret sebelah kakinya mendekat. Aileen berjalan gontai sambil menenteng poci berbahan plastik dengan ukuran kecil ke arah dispenser. Tubuhnya bersandar pada dinding saat dirinya meraih gelas dan mengisi penuh dengan air.

"Subuh gini, rambut udah basah aja?" Nadanya agak mengesalkan.

Arabelle menoleh, membalasnya dengan senyuman singkat. "Gerah, Dek."

"Lah, bohong. Emang aku anak kecil yang gampang ditipu?" Aileen membuka tutup poci, mengisinya penuh dengan air di dalam dispenser.

"Mmh, ya," jawab Arabelle menggantung. Malas melanjutkan kalimat. Toh tak ada yang salah dengan semua yang dia lakukan sekarang. Mereka telah sah menjadi suami istri selama tujuh tahun. Hal seperti ini tidak tabu sama sekali.

"Mandi, gih. Terus sarapan nanti ya, Ai." Arabelle mengupas cangkang sosis, mengiris bagian tengahnya menjadi kembang mekar dengan empat sisi. Kemudian sigap tangannya membuka empat bungkus mie instan dan memasukkannya dalam panci yang airnya sudah mendidih.

Sambil berjalan melewati adiknya untuk mengambil beberapa jeruk untuk diperas di dalam kulkas, pandangan Aileen terasa menusuk. Tapi, Arabelle memilih abai, adiknya terkadang memang mudah sekali berubah kondisi mood-nya. Seperti sekarang.

Saat tatapan Aileen masih tajam, dia berjalan sambil menyentakkan kaki ke lantai. Entah kenapa. Tak sengaja, berpapasan dengan Dominic yang baru saja selesai menaruh handuk di jemuran samping rumah.

"Cie, rambutnya basah juga, nih!" Kalimatnya dibuat keras. Nadanya seperti penuh kebencian.

Dominic menatapnya heran. Saat tangan besarnya hendak menyentuh pangkal kepala Aileen, perempuan itu dengan cepat menepis. "Jangan sentuh aku!"

Langkahnya berjalan menjauh, menghilang ditelan belokan ruangan di depan.

Dominic sadar bahwa Aileen pasti cemburu menyadari bahwa dia bukan satu-satunya perempuan yang telah disentuhnya semalam.

"Dek." Dominic berusaha mengejar dan menangkap sebelah lengan Aileen.

Tangan itu tertangkap, tapi tubuhnya enggan berbalik.

"Aku cemburu, Mas. Aku nggak bisa bayangin Mas kayak gitu sama Kakak!" Tangan Dominic dibuang kasar. Air matanya telah menganak sungai. Langkahnya semakin cepat meninggalkan Dominic yang memasang wajah serba salah.

***

Halo semuanya. Terima kasih telah menjadi pembaca setia Pelakor Sedarah, ya.
Ikuti terus kisahnya 😍😍

Bagi kalian yang mau baca ngebut tanpa iklan, boleh banget berkunjung ke www.karyakarsa.com lalu cari akun Fitria Noormala. Di sana sudah sampai bab 31, lho. Hihiw 😍🔥

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen yaa.

Salam,

Author

Pelakor SedarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang