21

70 4 0
                                    

HI EVERYONE, SELAMAT DATANG DICERITA PERTAMAKU!

Pertama dan utama untuk aku nulis cerita ini. Semoga kalian suka dan terus mengikuti jejak SASKARA!

✧ Happy reading ✧

"Gue-"

Brakk

Belum sempat Kara menyelesaikan ucapannya, ada suara motor yang tertabrak oleh sebuah truk. Mereka pun menoleh ke suara tersebut.

Ketika Vanya melihat banyak darah berceceran di jalanan, membuat dadanya sesak. Kara yang melihat itu pun langsung menghampiri Vanya yang berada dikursi disebelahnya.

"Lo kenapa?" Kara menangkup wajah Vanya Khawatir.

"Gue...gue..." ucap Vanya dengan nafas yang tersengal-sengal.

Kara yang mengerti bahwa Vanya takut melihat kejadian tersebut pun memeluknya, dan membenamkan wajahnya di dadanya, agar ia tidak bisa melihat kejadian tersebut.

"Gapapa, tenang, ada gue." ucap Kara sambil mengelus kepala Vanya berusaha menenangkan. Namun ketika ia merasa nafas Vanya tidak stabil, ia baru menyadari bahwa penyakit Vanya kambuh.

"Lo bawa alatnya?" Vanya menunjuk-nunjuk tasnya.

Kemudian Kara mengambil tas Vanya yang berada dimeja didekatnya. Dan ia meraih alat pembantu pernafasan milik Vanya. Lalu ia berikan ke Vanya, untung saja Vanya selalu membawa alat tersebut ke mana pun ia pergi. Kalau tidak, Kara pasti kini sedang kebingungan harus melakukan apa.

Setelah dirasa Vanya sudah membaik, Kara perlahan melepas pelukannya, toh korban juga sudah dibawa oleh ambulans. Kara menyodorkan minuman ke Vanya, untuk menetralkan rasa shock nya.

"Lo kenapa?" Kara bertanya dengan hati-hati dan memegang dua bahu Vanya sembari menatapnya.

"Gue...phobia sama darah." Kara manggut-manggut, akhirnya ia sedikit lebih tau tentang Vanya.

"Yaudah, kita pulang aja ya? Kita gak tau apa yang akan terjadi kedepannya, gue takut lo kenapa-kenapa lagi." Vanya mengangguk lemah.

"Tutup mata lo." ucap Kara saat ia melihat darah di jalan. Vanya hanya menurut.

Akhirnya ia sampai di rumah Vanya. Kara menuntunnya hingga ke depan pintu rumahnya.

Ting nong

"Assalamu'alaikum." ucap Kara sesudah menekan bel rumah Vanya.

Pintu pun terbuka, menampilkan perempuan yang mungkin seusia bunda Kara."Wa'alaikum salam. Ya Allah, kamu kenapa sayang?" ucap Clara khawatir saat melihat putrinya di tuntun oleh seorang laki-laki.

"Maaf tante, tadi penyakit Vanya kambuh." ucap Kara.

"Astaghfirullah, Yaudah mari masuk." Kara mengangguk sopan lalu masuk ke dalam.

Kara membaringkan tubuh lemah Vanya di sofa panjang.

"Kenapa bisa begini?" tanya Clara pada Kara.

"Tadi dia takut pas ngeliat darah, tan." ucap Kara.

"Astaga, dia memang phobia terhadap darah. Tapi dia gak kenapa-kenapa kan?"

SASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang