Eunwoo menatap nanar kearah langit-langit ruangannya. Ia masih kesulitan untuk bergerak, mungkin karena terlalu lama berbaring sehingga otot persendiannya jadi kaku.
Saat pintu ruangan VIP itu dibuka, ia melirik melalui ujung matanya. Seorang pria dan wanita muncul.
"Bagaimana keadaanmu?" Pria paruh baya dengan balutan setelan jas itu bertanya setelah ia berada disisi brankar tempat Eunwoo berbaring.
"Nak, kamu baik-baik saja'kan? Maafkan kami baru bisa menjengukmu, kami baru bisa memesan tiket tiga hari yang lalu. Jadi--"
"Aku baik-baik saja, kalian tidak perlu khawatir." Eunwoo memangkas cepat, ia tidak menatap kedua orang itu sama sekali.
Pria dan wanita paruh baya itu saling menatap, kemudian kembali menaruh atensinya pada sang anak.
"Eunwoo sayang, maafkan Ibu dan Ayah, ya Nak?" Nam Seeran mengelus rambut putranya dengan lembut.
"Cepatlah sembuh, pernikahanmu dengan Eunha tinggal tiga minggu lagi."
Eunwoo menoleh tajam, menatap Ayahnya dengan mata memerah. Ia mengepalkan tangan, mengetatkan rahangnya sehingga membuat gigi-giginya bergemelatuk.
"Aku tidak mau menikah dengannya!"
Cha Eunseok memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana bahannya. Menatap anaknya dengan sorot mata tenang, namun menyiratkan ketegasan didalamnya.
"Tidak ada penolakan. Pernikahan kalian harus tetap terlaksana, atau kau akan terus mengejar-ngejar gadis penjual roti itu."
Seeran mengusap bahu Eunwoo, melihat anaknya selalu ditekan oleh suaminya, membuatnya tidak tega dan ia juga tidak bisa melawan perintah Eunsok.
"Sayang, turuti saja kemauan Ayahmu, Nak."
Eunwoo berpindah menatap sang Ibu, matanya telah berkaca-kaca.
"Kalian sama saja! Sama-sama mementingkan perasaan kalian sendiri, kalian bahkan tidak pernah menghargai perasaanku sama sekali!" Eunwoo beranjak dari tempatnya tidur. Walau rasa sakit masih terasa begitu menusuk tubuhnya, ia tetap memaksakan diri untuk bangkit dan pergi dari sana dengan membawa serta tiang infusnya.
"Eunwoo-ya!" Seeran hendak mengejar, namun Eunsok menahannya.
"Biarkan saja dia! Laki-laki itu memang sangat keras kepala!"
•••
Eunwoo duduk diatas kursi yang tersedia ditaman rumah sakit. Ia menatap kearah langit yang menampilkan miliaran bintang serta bulan berbentuk sabit. Ia menarik napas dalam, menghembuskannya secara perlahan dan memejam hingga membuat air mata yang sedaritadi ia bendung menetes menelusuri pipi.
"Lili-ya.."
"Lili-ya!!" Eunwoo berlari dengan napas tersengal, ia mengenakan pakaian sekolah dengan tas punggung yang tersampir dibahu kanannya.
Gadis dengan poni didahi membalik badannya, menatap bingung kearah laki-laki yang mendekat kearahnya.
"Eunwoo-shi, kenapa kau lari-larian begini?" Gadis itu bertanya saat Eunwoo sudah berada dihadapannya.
"Aku kabur dari rumah, Li." Eunwoo berusaha menetralkan napasnya yang masih tersengal.
"Astaga, apa kau dan Ayahmu bertengkar lagi?"
Eunwoo menggeleng. "Aku hanya ingin berangkat sekolah dengan menaiki kendaraan umum bersamamu, tapi Ayah melarang dan selalu menyuruhku untuk ikut dengannya naik mobil." Jelas Eunwoo, membuat gadis dihadapannya memutar bola matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MPH SEASON 2
General Fiction[M] "Just need to obey, then your life will be free from punishment."