"Aku hamil."
Bola mata Jungsan mengecil, pupilnya melebar dan mulutnya terbuka. Pemuda itu menatap gadis dihadapannya dengan mata berkaca-kaca, sementara yang ditatap hanya bisa menunduk menahan isak tangis.
"Ka-kau.. kau bercanda'kan, Rein?" Jungsan menyentuh kedua bahu Rein, yang mana langsung dibalas tepisan oleh gadis itu.
Keduanya kini tengah berada ditaman belakang sekolah. Bolos pelajaran sejarah, dan memilih untuk bertemu ditempat ini atas permintaan Rein.
"Kita akhiri hubungan kita." Rein berbicara dengan bibir bergetar, kedua tangannya berada disisi paha dan meremas kasar rok sekolahnya.
Jungsan tertawa kering, berusaha tetap tegar walau rasa sakit kian menusuk ulu hatinya.
"Kau ini bicara apa?"
Sebulan ini, hubungan keduanya memang merenggang, Jungsan jarang menemui Rein karena sibuk belajar untuk mengikuti olimpiade-olimpiade yang diadakan oleh beberapa lembaga. Para guru selalu menunjuk Jungsan sebagai perwakilan dari sekolah sebab Jungsan adalah siswa terbaik disana. Kecerdasan yang Jungsan miliki diatas rata-rata, maka tidak salah jika Jungsan selalu menjadi perwakilan disekolah itu.
"Rein-ah.."
"Aku mengandung anak Jaehyuk, d-dan kami akan menikah setelah aku melahirkan."
Jungsan meneteskan air mata, ia tahu siapa Jaehyuk. Salah satu kakak kelasnya yang terkenal berandal dan suka mem-bully adik kelasnya yang lemah. Jungsan dan Rein berpacaran selama tiga bulan, dan mereka tidak pernah sama sekali saling menyentuh lebih dari berpelukan dan mengecup permukaan wajah. Mereka pacaran secara sehat, tidak seperti yang lainnya yang mungkin lebih parah dari sekedar berciuman.
"Jangan membohongiku."
Rein akhirnya mendongak, wajahnya basah akan air mata. Ia mengeluarkan sebuah benda kecil dari saku roknya. Menunjukkan bukti, jika dirinya tidak berbohong.
Jungsan memalingkan wajah setelah melihat dua garis merah pada benda kecil itu. Mengusap wajah kasar, ia lantas menyentuh kedua bahu Rein.
"B-bagaimana bisa?" Tanyanya lirih.
Rein memalingkan wajah, menepis sepasang tangan Jungsan yang bertengger pada bahunya. Napasnya memberat, ia tidak bisa ditekan seperti ini. Ia mengalami stress.
"Aku tidak bisa menjelaskan. Yang aku ingin sampaikan saat ini hanya satu, aku ingin hubungan kita berakhir." Walau masih ada sebongkah batu besar yang menumbuk-numbuk dadanya, ia tetap menangguhkan niat. Rein tidak bisa lagi bersama Jungsan.
Jungsan menggerang tanpa sadar, ia sungguh mencintai Rein, ia menyayangi gadis itu sejak pertama kali melihatnya dan sekarang mereka harus berakhir dengan cara menyakitkan ini? Sial!
"Dimana bajingan itu!!? Aku akan membunuhnya!" Jungsan melewati tubuh Rein, sementara gadis itu hanya bisa menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Di sebuah gudang sekolah yang kosong, Jungsan menghampiri sekelompok siswa yang tengah merokok didalam sana. Pemuda itu menendang bangku yang sudah rapuh hingga rubuh. Menyebabkan debu berhamburan serta dua dari siswa disana berdiri karena terkejut.
"Hey! Man! Apa yang kau lakukan?!" Seorang pemuda dengan seragam yang sama dengan Jungsan berdiri sambil membuang puntung rokoknya kesembarang arah.
Jungsan langsung maju dengan langkah besar, mencekik kerah seragam pemuda itu dengan kasar.
"Tutup mulutmu, brengsek!!"
BRAKH!
Jungsan melempar tubuh pemuda itu hingga membuatnya terjerembab diantara tumpukan buku-buku usang. Dua dari anak buah pemuda itu--Jaehyuk langsung menghampiri tuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MPH SEASON 2
Fiksi Umum[M] "Just need to obey, then your life will be free from punishment."