"Satu vote dari readers sangat berharga bagi author."
Malam itu waktu menunjukkan pukul 01.25. Seorang pria dengan mantel hitam dan topi fedora yang berwarna sama, terlihat masih mematung seakan beban hidup yang berat tengah menimpanya.
Dirinya tetap terdiam di atas kursi kayu tua yang hampir rapuh di dalam sebuah gudang. Hanya duduk sendirian dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dada juga matanya yang terpejam seakan menahan kantuk yang datang.
"Ada apa...kau meminta ku datang kesini ?" Suara wanita itu membuatnya bangun dan bergegas untuk berdiri.
Dia Stella yang baru saja sampai disebuah gudang untuk menemui Stout yang baru beberapa menit lalu mengubungi dirinya untuk bertemu karena ada sesuatu mengenai misi yang hendak mereka bahas.
Stout menyeringai diiringi dengan sedikit kekehan sinis. "Kau lupa apa tugas yang orang itu berikan pada mu ?"
"Of course not," sahut Stella yang kini sudah berdiri di hadapan Stout.
"Kalau begitu, beritahu aku...apa informasi yang kau peroleh ?"
Stella terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Stout. "Dugaan kalian salah. Dia bukan NOREM yang dikirim oleh MI6."
Stout tampak agak terkejut, kemudian mengangkat kedua alisnya. Dia memasang sorot tak percaya. "Are you sure ? Tapi apa yang membuat mu menyimpulkan bahwa dia bukan NOREM ?"
"I'm pretty sure he's not NOREM. Kau ingat saat MI6 menyerang organisasi di malam itu, aku hampir tertangkap disana, tapi Rye membantu ku. Bukan hanya itu, kudengar...dia juga berhasil mengagalkan sebuah granat meledak di mobil kalian." Stella berkata dengan raut wajah dan nada bicaranya yang serius. Walau begitu, dia tetap menyampaikannya dengan pembawaan yang santai.
Stout terkekeh. "All right...But don't be happy just yet, because I don't fully trust you yet."
"Oh, I see."
"There is one more question." Ucap pria agoran yang kini berkata tanpa memandang lawan bicaranya.
"Ya–katakanlah !"
"Tell me honestly, you like Rye right ? "
"No, I don't like him." Stella menjawabnya tegas. "What made you ask like that? " Dia berbalik tanya.
"I...just want to know." balas Stout dingin. "Bagaimana soal penyelidikan kematian ayah mu ? Apa kau sudah menemukan siapa pelakunya ?"
"Belum. Mungkin sebentar lagi."
Stout terdiam sejenak. "Ingat Stella...jangan libatkan perasaan pribadi mu dalam sebuah misi."
"Tenang saja, aku tidak akan pernah melibatkan urusan pribadi. Lagipula apa yang akan kulibatkan ? Sudah lupakan. Aku harus pulang sekarang," ujar Stella. "Selamat malam, Stout." sambungnya. Pria itu tidak menampakan reaksi apapun kecuali sebuah tatapan kekosongan dimatanya.
Setelahnya, Stella langsung keluar dari gudang dan meninggalkan Stout seorang diri disana. Pria berusia 32 tahun itu menatapi kepergian gadis yang sebenarnya sangat dia sayangi dan dia cintai. Tapi semuanya terlihat sia - sia karena gadis tersebut tidak memiliki perasaan yang sama dengannya.
Walaupun dia seorang mafia yang terlihat ditakuti ataupun disegani oleh orang - orang yang mengetahui dirinya, Stout tetaplah seorang pria yang memiliki hati dan perasaan sehingga bisa membuatnya jatuh cinta pada seorang wanita. Salah satunya Stella, yang sebelumnya pernah menjadi bawahannya 2 tahun lalu.
Tapi sepertinya hal tersebut hanya bisa menjadi kenangan yang harus dilupakan olehnya. Karena sampai kapan pun Stella tak akan bisa menyukai dan mencintainya. Jawaban Stella soal dirinya tidak menyukai Rye a.k.a Alson, justru membuat Stout yakin bahwa Stella menyukai Alson.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALSON : Genius In 113
AksiyonMenjadi agen badan inteligen negara bukanlah pekerjaan yang bisa disepelehkan. Begitulah Alson, agen MI6 yang tinggal di rumah dengan nomor 113 itu dikatakan sebagai lelaki jenius sehingga di juluki dengan Genius In113. Suatu ketika, dia diharuskan...