Sejak 15 menit lalu, kedua manusia berbeda gender ini telah tiba di sebuah cafe yang ada di pinggir jalan raya. Alson dan Stella memesan menu yang sama, yaitu sarapan Inggris lengkap atau yang dikenal dengan 'Full English Breakfast'. Dalam satu piringnya, tersaji banyak jenis makanan yang beragam, seperti daging, telur mata sapi, sosis, roti, dan masih banyak lagi.
Mereka berdua juga tak lupa memesan minuman. Namun kali ini berbeda. Sama seperti biasanya, Alson tetap memesan black coffee di gempuran kopi jenis lain. Sedangkan, Stella memilih untuk memesan kopi yang terdiri dari espresso dan steamed milk dengan sedikit busa di atasnya, apalagi kalau bukan Latte.
"Kamu tinggal sendirian Als ?" tanya Stella tiba - tiba di sela waktu makan mereka.
Alson berhenti menyuap makanan itu ke mulutnya. Dia mengangkat wajahnya hingga memandang jelas Stella yang tengah duduk berhadapan dengannya.
"Iya..." jawabnya singkat lalu kembali menyuapkan sosis yang telah tertancap di garpu ke dalam mulutnya.
"Sejak kapan ?" tanya Stella lagi.
Alson menelan makanannya terlebih dulu, setelah baru menjawab pertanyaan Stella. "Sejak 5 tahun lalu." Kini sorot mata Alson benar - benar berfokus pada Stella setelah dia mengakhiri sarapannya dengan meminum black coffee-nya dalam 3 tegukan. "Kenapa memangnya ?"
"No, i just want to know."
Alson menarik nafasnya panjang, kemudian ia hembuskan. Dari caranya saja, sudah di pastikan pria itu akan dengan serius mendongengkan masa kecilnya pada Stella.
"Sebelumnya aku tinggal bersama ibu dan kedua adik ku sejak ayah ku tiada 8 tahun lalu. Tapi saat ini ibu tinggal di Birmingham bersama kedua adik ku karena mereka melanjutkan pendidikan disana. Adik laki - laki ku sedang kuliah di Universitas Birmingham semester 7 dan adik perempuan ku masih kelas 12 di salah satu SMA disana."
"Apa mereka semua tau kalau kamu diutus untuk menyusup ke organisasi ?"
Pria itu tertawa mendengus, "Jangankan memberitahu aku menyusup ke organisasi, memberitahu kabar ku saja tidak pernah," ungkapnya. "Kalau pun pernah, itu mungkin sudah lama sekali."
"Kenapa begitu ?" Stella tampak heran.
"You know what my job is ? well, that's why i didn't tell them."
Ketika itu, Stella langsung mengerti apa yang di maksud Alson. Pekerjaannya sebagai agen intel adalah alasannya untuk tidak pernah memberi kabar apapun pada keluarganya di Birmingham.
"Seperti kata orang 'Ketika kamu masuk ke dalamnya, anggap saja dirimu sudah tidak ada lagi di dunia ini' dan keluarga ku bisa mengerti apa yang sebenarnya kalimat itu maksud," tutur Alson.
"Why did you choose that job ? Kan masih banyak pekerjaan lain yang lebih aman. Kenapa tidak hidup layaknya orang - orang biasa, seperti adik - adik dan ibumu ?" Stella dengan serius bertanya.
"Tujuan ku sama seperti tujuan mu saat bergabung dengan The Vastator." Alson menatap serius mata wanita itu.
"Jadi kamu bergabung dengan MI6 untuk menyelidiki kematian ayah mu ?"
Alson mengangguk pelan sembari mengangkat kedua alisnya. "Iya, kamu benar. Ayah ku meninggal 8 tahun lalu karena sebuah insiden kebakaran di suatu bangunan. Beliau ditemukan sudah tak bernyawa dan dipenuhi dengan luka bakar." Alson menjeda ucapannya sejenak lalu dilanjutkannya kembali. "Ayah ku juga seorang agen MI6 dibagian yang sama dengan ku. Dia seangkatan dengan atasan ku saat ini. Dan...sama seperti ku juga, ayah pernah menjadi NOREM di The Vastator. Hingga kabarnya kematian ayah juga ada kaitannya dengan organisasi."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALSON : Genius In 113
AkcjaMenjadi agen badan inteligen negara bukanlah pekerjaan yang bisa disepelehkan. Begitulah Alson, agen MI6 yang tinggal di rumah dengan nomor 113 itu dikatakan sebagai lelaki jenius sehingga di juluki dengan Genius In113. Suatu ketika, dia diharuskan...