EPILOG

115 17 81
                                    

Pihak yang berwenang akhirnya telah mengeluarkan keputusan untuk para anggota The Vastator. Di penjara seumur hidup, sudah menjadi keputusan yang mereka berikan. Walau sebagian orang-orang berpendapat bahwa hukuman mati lebih cocok untuk mereka, namun kuasa hukum tidak bisa mengabulkan permintaan tersebut. Sejak tahun 1998, dengan disahkannya UU Hak Asasi Manusia dan UU Kejahatan dan Gangguan, hukuman mati kini dihapuskan sepenuhnya di Inggris.

Alson tersenyum kecut di depan layar televisi ruangannya yang menayangkan hasil pengadilan mereka. Dia tidak memberikan komentar apapun, hanya menghela napas berat.

Owain yang juga ikut menyaksikan, menoleh ke arah Alson. "Setelah sekian lama, akhirnya—berkat kau The Vastator berhasil tertangkap."

Alson menggeleng, pelan. "Tidak—semua ini berkat kerjasama kita, para agen MI6."

"Bagaimana dengan perempuan itu, siapa namanya? Aku lupa."

Sebelum Owain selesai bicara, Alson sudah menimpalinya. "Dia aman sekarang," Alson menjeda ucapannya sejenak. "Apa yang dia dapatkan sekarang-pantas untuknya."

Sepuluh menit ruangan mereka lengang. Hingga tak lama Aidan dan Iris tiba disana dengan membawa dua kantung plastik tiap orangnya.

"Maaf Wain, hamburger pesananmu tidak ada. Jadi aku belikan varian lain," ujar Iris sembari meletakkan kantung plastik yang ia bawa di atas meja Aidan.

"It's okay! " Owain beranjak dari tempat duduknya, menuju meja Aidan. "Lalu apa yang kau beli sebagai gantinya?"

"Big tasty smokey Double bacon, tidak masalahkan?" Iris memastikan.

Dengan senang hati, Owain segera mengambil burger pesanannya dari tangan Iris. Senyuman tipis terpancar diwajahnya. "Ya, kurasa itu tidak buruk."

"Maaf semuanya," Alson tiba-tiba bicara, membuat ketiga agen yang ada diruangan menoleh kearahnya. "Aku tidak bisa ikut menyantap makanan ini bersama kalian, aku punya janji dengan seseorang. Aku harus pergi sekarang."

"Kau ini bagaimana, kami membeli ini untuk bersenang-senang sekaligus merayakan keberhasilanmu," Aidan ikut menimpali.

Alson menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Seharusnya kalian bicarakan waktunya terlebih dulu." Alson tertawa, mengambil bungkusan jatah makanan miliknya. "Sebagai tanda terima kasih, aku akan tetap membawanya. Akan kumakan nanti."

Owain memukul punggung Alson, membuatnya spontan mengaduh. "Jangan bilang kau ingin bertemu dengan–"

"Hentikan omong kosongmu, Wain." Alson buru-buru memotong ucapan Owain.

Puas sekali Owain menertawakan Alson. Iris yang sibuk makan mengangkat kepala, menoleh ke arah Alson. Meski Owain tak sempat menyelesaikan perkataannya, Iris tahu betul apa yang pria itu maksud. Dadanya terasa seakan tertusuk ratusan jarum, sakit—juga sesak yang begitu mendalam.

Tapi Iris sadar, seorang Alson Howard kini bukan lagi miliknya. Iris juga tidak akan pernah lupa bahwa hubungannya dan Alson ditolak secara terang-terangan oleh sang ayah. Itu sebabnya, Alson mengakhiri hubungan antara dirinya dan Iris satu tahun silam.

"Als, tunggu sebentar!" Iris berseru, mencegah Alson pergi. Lantas berdiri, mengambil sebuah bungkusan kantong berisi segelas iced coffee caramel machiato di atas mejanya. "Ambil ini, aku tak selera meminumnya. Untuk kau saja."

Uluran kantung itu Alson raih. Ia tersenyum, "Kenapa kau beli kalau kau tidak mau?" Alson justru bertanya.

Iris membalas tersenyum, "Awalnya ku pikir rasanya tidak jauh beda dari varian brown sugar. Ternyata setelah aku mencium aromanya, itu sudah berbeda."

ALSON : Genius In 113Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang