"Satu vote dari readers sangat berharga bagi author."
Malam yang terasa mencekam ini nampaknya sebentar lagi akan berakhir. Alson dan Stella telah berhasil mencapai daratan dengan keadaan selamat. Entah apa yang sebenarnya mereka berdua rasakan, karena kelihatannya keduanya saling melempar senyuman ke arah satu sama lain.
"Dingin juga ya," ucap Stella sembari melihat ke arah baju dan celana yang dikenakannya basah.
Mendengarnya, Alson yang sedari tadi memandangi laut sekitar lalu berpaling ke arah Stella. "Sebaiknya kita pergi dari sini. Akan berbahaya jika mereka masih bersikeras untuk mencari kita disini," ucap Alson khawatir, lantaran mereka mendarat masih di area dermaga.
Stella hanya mengangguk dengan sebuah senyuman simpul di bibirnya. Kali ini Alson tidak meninggalkan Stella berjalan sendirian seperti sebelumnya, melainkan ia menggenggam erat tangan wanita itu agar tetap bersamanya. Wajah Stella tampak memerah ketika Alson tiba - tiba meraih tangannya. Walau pertempuran menghadapi organisasi belum tuntas seratus persen, tapi kedua orang ini sudah bisa merasakan kebahagiaan yang mendalam di hati mereka.
Perjalanan yang ditempuh cukup memakan waktu yang lama karena keduanya sama - sama tidak memiliki tujuan yang pasti. Sampai ketika Alson melihat sebuah taman yang sepi dan memutuskan untuk beristirahat disana.
Keduanya duduk di rerumputan sembari melepaskan sepatu mereka yang basah. Setelahnya Alson memilih untuk mencari beberapa kayu - kayu kering yang bisa dia manfaatkan untuk membuat api unggun. Sementara itu Stella tetap menunggu sambil melepaskan jaket kulitnya yang juga ikut basah. Kini wanita itu hanya memakai kaos hitam polos yang masih terasa lembab.
Tak lama Alson kembali dengan beberapa kayu - kayu kering ditangannya. Stella sedikit kaget karena Alson mendapatkan kayu itu cukup banyak. Saat sampai, Alson meminta Stella untuk merapikan kayu - kayunya karena dia hendak pergi lagi untuk meminjam pemantik dengan seseorang disekitar sana. Stella agak tak yakin pria itu akan mendapatkannya, namun terbukti dugaannya salah. Alson kembali dengan sebuah pemantik yang ia pinjam dari salah satu pria perokok yang ditemuinya di pinggir jalan.
"Bisa - bisanya kau ini. Kenapa tidak pakai batu saja ?"
"Butuh waktu lama untuk menghidupkan apinya jika memakai batu. Nanti kamunya makin kedinginan."
Stella mengangkat alisnya sambil meloloskan tawa mendengkus. "Jangan bawa - bawa aku kalau kau juga merasakan hal yang sama."
Alson menggosok - gosokkan kedua tangannya untuk menghilangkan remahan kayu yang menempel. Ia juga membuka blazer yang dipakainya dan menyisahkan sebuah kemeja hitam yang masih menempel di tubuhnya saat ini. Kemudian satu tangannya menyugar surai brown blonde-nya ke belakang.
Stella diam - diam memperhatikan Alson yang duduk berdampingan dengannya. Di dalam hatinya, dia seakan bersyukur pada tuhan karena telah mendatangkan pria seperti Alson ke dalam hidupnya. Tapi Stella juga merasa bersalah telah membongkar identitas Alson dengan tidak sengaja. Karena itu, Alson pasti tidak bisa kembali ke organisasi dan sepertinya dia akan menjadi buronan organisasi.
"Maafkan aku," ucap Stella lirih.
Alson lalu mengalihkan sorot matanya pada Stella. "Untuk apa ?" tanyanya.
"Aku tak sengaja membocorkan nama asli mu pada Stout. Itulah kenapa dia mencecarmu," jelas Stella.
"Itu bukan salahmu," tutur Alson tersenyum. "Aku justru penasaran bagaimana kau tau itu. Bukankah aku tidak pernah membocorkan sedikit pun pada mu," lanjutnya.
"Itu tidak penting sekarang. Aku butuh bantuan mu." Stella kemudian merogoh saku di balik jaketnya dan mengambil sesuatu disana.
"Revolver?" Alson bertanya bingung ketika Stella tiba - tiba memberikan sebuah revolver padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALSON : Genius In 113
AksiMenjadi agen badan inteligen negara bukanlah pekerjaan yang bisa disepelehkan. Begitulah Alson, agen MI6 yang tinggal di rumah dengan nomor 113 itu dikatakan sebagai lelaki jenius sehingga di juluki dengan Genius In113. Suatu ketika, dia diharuskan...