"Surat perintah dari petinggi negara sudah keluar, secepatnya kita harus meringkus organisasi itu. Alson telah gagal menjalankan misinya, namun dia masih diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk lolos dari kejaran mereka. Alson kabur dari sana, membawa beberapa informasi penting. Anggota mereka juga telah menjadi tahanan kita. Bos organisasi sudah pasti tidak akan diam begitu saja. Informasi yang dibawa kabur Alson sangat berharga bagi organisasi." Hodgins menghembuskan napas panjang.
"Jika si genius itu tidak keras kepala, masalahnya tidak akan serumit ini." Aidan menghela napas, menyeka rambutnya yang sudah tak beraturan, kusut. Sama kusutnya seperti pikirannya sekarang.
Hodgins pusing, mendongakkan wajah hingga memandang langit - langit ruangan. "Dia hanya sibuk dengan tujuan mencari pembunuh ayahnya dan lupa atas poin utamanya."
"Anda sebaiknya pulang saja, Pak. Lebih baik istirahat di rumah," saran Owain yang juga ada di ruangan Hodgins.
"Bagaimana aku bisa istirahat jika urusan ini saja belum selesai ? Strategi— startegi apa yang harus kita rancang untuk menjebak sekelompok bedebah itu ? Kalian jangan hanya bersantai di ruangan ku! Aku tidak butuh kalian untuk menemani ku berceloteh disini, aku butuh kalian untuk menukar pikiran!" Hodgins meninggikan nada bicaranya dengan raut wajah serius.
Owain menyengir, sedikit tertawa. "Maaf Pak, tapi kami juga tak sepintar Alson yang bisa dengan cepat memperoleh banyak ide cemerlang, bahkan disaat - saat yang menegangkan.
"Kami? Maaf Wain, tapi aku tak sama seperti mu," timpal Aidan. Dia tentu tak terima jika dirinya dibilang tak sehebat Alson, karena baginya pria genius itu setara dengannya.
Keduanya terus bertatap sengit hingga Hodgins menegur mereka. Dia hanya menyuruh anak buahnya untuk berpikir, harus ada ide. Jangan hanya bertumpu pada Alson. Hodgins sebenarnya sudah memikirkan beberapa ide bagus untuk membasmi kelompok ilegal itu, tapi sengaja tidak ia beritahukan. Dia ingin melatih otak para agen muda ini.
Sambil menunggu hasil diskusi Aidan dan Owain, Hodgins merapikan dokumen - dokumen penting di atas mejanya dan hendak dipindahkan ke dalam kotak kosong. Baru saja mereka bertiga fokus dengan urusannya masing - masing, seorang wanita menerobos ruangan Hodgins tanpa izin.
"Apakah diantara kalian bertiga ada yang baru saja menghubungi Alson lewat telepon? Mungkin—sekitar 20 menit lalu." Wanita itu memasuki ruangan, tergesa-gesa.
"Iris, apa kau tidak tau sopan santun?!" tanya Hodgins terdengar agak sarkas.
"Maaf, Pak." Iris tertunduk, menyadari kesalahannya.
Hodgins menghela napas ringan. "Kau kenapa ? Ada apa dengan Alson ?" Hodgins menatap Iris, setengah bingung kenapa dia tiba - tiba dan bertanya soal Alson.
Iris kembali mengangkat pandangannya, memandang serius wajah sang atasan. "Beberapa waktu lalu, saya bertemu Alson di markas rahasia. Dia menerima telepon saat saya berada diruangannya. Rautnya ketika menerima telepon itu terlihat tak biasa. Dia kelihatan cemas. Saat kami sampai di tempat parkir, Alson buru - buru ke mobilnya. Dan entah kenapa, i feel something strange. Saya datang kesini hanya untuk memastikan. Tapi—jika bukan kalian yang menghubunginya, lalu siapa?"
***
Alson melewati kediaman Stella untuk memastikan keadaan disana baik - baik saja. Dia berhenti, tepat di depan rumah gelap yang terlihat tidak ada sama sekali lampu yang menyala. Itu rumah Stella. Bukan hanya tidak ada sumber cahaya yang menyala, Alson juga tidak melihat tanda - tanda kejadian seperti yang Stella jelaskan ditelepon. Hatinya bimbang, tapi logikanya masih tetap berjalan seperti biasa. Setelah mengamati lamat - lamat rumah tanpa pencahayaan, rumah milik Stella, Alson kembali mengemudikan mobilnya. Melanjutkan perjalanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALSON : Genius In 113
ActionMenjadi agen badan inteligen negara bukanlah pekerjaan yang bisa disepelehkan. Begitulah Alson, agen MI6 yang tinggal di rumah dengan nomor 113 itu dikatakan sebagai lelaki jenius sehingga di juluki dengan Genius In113. Suatu ketika, dia diharuskan...