Di bawah langit London yang dipenuhi awan mendung, Stella mengendarai sepeda yang Alson amanahkan padanya. Ia melewati kembali jalanan yang sebelumnya ia lewati saat pergi bersama Alson. Jalan menuju rumahnya sangat jarang di lewati banyak orang, selain orang - orang yang tinggal disana. Saat Stella berangkat bersama Alson pagi tadi, terasa sekali jika hanya suara mereka yang terdengar ketika lewat di jalan itu.
Hujan deras tiba - tiba turun ketika Stella masih di tengah perjalanan pulang. Ia tak menduga jika hujan akan turun sederas itu. Tidak ada tempat disana yang bisa ia jadikan sebagai tempat berteduh. Pakaiannya sudah kunjung basah. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, semuanya basah. Ia basah kuyup. Sesekali Stella meraup air hujan yang jatuh dan mengalir di wajahnya dengan salah satu tangannya.
DUAR!
Ban sepeda yang Stella naiki tiba - tiba saja meletus. Lantas sepedanya pun sudah tidak enak lagi untuk dibawa berjalan. Perempuan itu memberhentikan sepedanya di bawah hujan yang sangat deras. Di kala ia turun dan menstandarkan sepedanya, ditemuinya ban sepeda itu benar - benar robek.
"Sepertinya ini parah sekali," batin Stella.
Ia berjongkok untuk melihat keadaan ban lebih jelas. Tangannya menyentuh robekan di ban dan matanya meneliti objek yang sama. Stella berpikir, bagaimana bisa ia memecahkan ban sepeda separah ini. Pasalnya, ia tak merasa melindas sesuatu sedikit pun.
Ketika Stella tak sengaja mengarahkan pandangan pada jalan aspal di depannya, ia melihat benda kecil berwarna emas tergeletak disana. Benda itu bukan benda asing baginya. Justru sudah sangat familiar. Peluru revolver. Ia memandangnya penuh selidik.
Kejutan lain ternyata sudah menunggunya. Stella hendak menoleh kebelakang untuk menjawab kecurigaan yang ia rasakan. Tapi semuanya tidak terjadi. Seseorang datang tiba - tiba dari arah belakang, kemudian menyekap saluran pernapasan Stella dengan saputangan yang telah dilumuri cairan berbahan kimia. Stella sempat memberontakan tubuhnya, namun tetap saja usahanya nihil sebab ia telah menghirup saputangan itu hingga tak sadarkan diri.
Awalnya yang muncul menyekap Stella hanya ada 1 orang berpakaian serba hitam dengan topi laken hitam. Tapi kemudian, setelah target mereka sudah tak sadarkan diri, 2 orang berpakaian hitam lainnya muncul dari balik semak - semak. Dengan tergesah - gesah, 1 orang diantara mereka mengangkut Stella masuk ke dalam mobil yang sedari tadi sudah terparkir di pinggir jalan itu. 2 orang lainnya hanya mengangkut sepeda yang dikendarai Stella ke arah semak - semak dan kemudian mereka membuangnya disana.
***
Alson tidak langsung menuju markas dengan taksi yang ia tumpangi, melainkan menuju apartemen dimana Aidan tinggal disana. Ia kesana bukan untuk menemui Aidan, tetapi untuk mengambil mobil miliknya yang terparkir di basemant apartemen. Dia sengaja memarkir mobilnya di sana untuk mengelabui musuh.
Sesampainya, Alson segera berjalan ke arah mobilnya yang terparkir di basement area belakang. Karena waktu yang sangat terbatas, ia pun memacu mobilnya dengan cepat di sepanjang jalan raya. Alhasil, Alson bisa tiba di markas MI6 hanya dalam waktu 17 menit. Lumayan.
—
TOK! TOK!
Seseorang mengetuk pintu ruangan Hodgins.
Sontak, pemilik ruangan menatap pintu ruangannya. "Siapa ?" tanya Hodgins.
"Ini saya, Alson Howard."
Alson membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan yang baunya sudah sangat khas dipenciumannya.
"Lama tidak berjumpa, Mr.Hodgins." Alson menjulurkan tangannya.
Hodgins kemudian menyambut juluran Alson. Keduanya berjabat tangan. "Silahkan duduk!"
Tak sedikit pun Alson menentang perintah atasannya. Ia segera duduk di atas kursi yang letaknya berdepanan dengan tempat duduk Hodgins dan hanya dipisahkan oleh sebuah meja kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALSON : Genius In 113
AzioneMenjadi agen badan inteligen negara bukanlah pekerjaan yang bisa disepelehkan. Begitulah Alson, agen MI6 yang tinggal di rumah dengan nomor 113 itu dikatakan sebagai lelaki jenius sehingga di juluki dengan Genius In113. Suatu ketika, dia diharuskan...