~happy reading~Perlahan mata Bia terbuka, yang ia rasakan adalah kepalanya yang sedikit pusing dan bayang-bayang dirinya yang dikurung didalam gudang dengan kondisi gelap.
Ceklek
"Neng Bia sudah sadar?" Tanya Bi Sri yang baru datang dengan membawa senampan bubur, air putih dan obat.
Bia mengangguk. "Sudah, Bi"
"Bibi bawakan bubur. neng Bia makan ya, bibi suapkan. Sudah itu obatnya diminum" ucap Bi Sri mulai menyuapkan Bia makan.
Bia melihat kearah telapak tangannya yang semalam sempat terluka. "Bibi yang ngobatin tangan Bia?" Bi Sri mengangguk.
"Kalau gak diobatin, nanti infeksi. neng" Bia tersenyum menatap bi Sri.
"Makasih ya Bi. Dari Bia kecil sampai Bia sudah besar, bibi yang ngerawat Bia"
"Neng Bia gak perlu berterima kasih sama Bibi. Justru bibi senang bisa ngerawat dan melihat pertumbuhan neng Bia dari kecil hingga besar"
"Dulu, waktu nyonya masih ada dan neng Bia masih berada dikandungan. Nyonya selalu bilang sama bibi, ingin sekali anak perempuan yang nantinya bisa nyonya kepangin rambutnya, bajunya nanti gambar princess dan jika sudah besar bisa nyonya ajak jalan kemanapun nyonya pergi" cerita Bi Sri membuat Bia meneteskan air mata.
"Saat neng Bia menendang perut nyonya untuk pertama kalinya. Raut bahagia tuan dan nyonya begitu sangat terlihat, karena didalam sana ada bayi mungil yang sebentar lagi melihat indahnya dunia"
"Tapi kenapa, sekarang Papah seakan gak bahagia adanya kehadiran Bia" lirih Bia terbayang semua kejadian yang sudah dirinya alami dari kecil hingga dewasa.
Bi Sri tersenyum. "Neng Bia mau dengar kata-kata yang selalu tuan ucapkan saat neng Bia masih berada dikandungan, nyonya?" Tanya Bi Sri yang mendapat anggukan kepala dari Bia.
"Jika nanti kamu tumbuh dewasa, Papah harap kamu menjadi anak yang sholehah dan kuat dalam menghadapi semua masalah yang akan datang" ucap Bi Sri mengingat ucapan Kevin waktu itu.
Bi Sri menghapus air mata yang jatuh diwajah Bia. "Tuan, bicara seperti itu bukan semata-mata hanya sekedar omongan saja, neng. Tapi, setiap kata yang keluar dari mulut tuan adalah harapan dan doa yang tuan sematkan untuk neng Bia. Anggap saja semua yang neng Bia alami sebagai pembelajaran kehidupan, neng"
Bia mengangguk. "Bia, pasti bisa kan bi lewati semuanya?" Bi Sri mengangguk semangat.
"Neng Bia pasti bisa"
•••
"Kiw cewek diem aja" Adel menatap Arkan tanpa minat karena dirinya sudah lelah menghadapi sikap tengil Arkan.
"Ngapain lo disini?" Tanya Adel garang.
Arkan duduk dikursi depan Adel. "Mau makan lah. Lo lupa kalau ini kantin umum"
"Gue tau, maksud gue ngapain lo duduk disini"
"SSA. suka-suka Arkan" Adel membuang nafas kasar. Rasanya Adel ingin sekali menyakar wajah tengil orang didepannya ini.
"Aarash mana?" Tanya Adel mengalihkan topik pembicaraan.
"Bakso satu, jus satu. Baru gue kasih tau Aarash dimana" ujar Arkan memainkan alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aarashbia [Hiatus]
Novela Juvenil(SEQUEL ZAFAR) Aarash Abqari Saafir. pemuda tampan berwajah dingin, berperawakan tinggi, mempunyai rahang tegas, dan hafidz Qur'an. Siapa yang tak menyukai laki-laki yang bisa dibilang mendekati sempurna ini. termaksud, Quenca Leona Adeline. peremp...