~happy reading~
Malam harinya, gus Zafar dan Laras sudah rapi dengan pakaian gamis dan baju kokoh. Rencanya mereka akan pergi kerumah orang tua Bia untuk meminta restu mengkhitbah Bia untuk Aarash."Udah siap anak-anak Umma?" Tanya Laras ketika melihat Aarash, Arkan, Dhira dan Bia datang keruang tamu ndalem.
"Udah Umma" jawab Dhira dan Bia secara bersamaan.
"Si tengil ngikut juga?" Tanya gus Zafar melihat Arkan.
"Iya dong om, om gak kasian emang lihat aku dirumah sendirian. Abi sama Ummi kan lagi diluar kota" ucap Arkan dengan wajah memelas.
"Untuk kamu om gak kasian, justru darah tinggi kalau lihat kamu terus"
"Gak heran kalau om darah tinggi, kan udah tua" gus Zafar menatap Arkan sengit, bisa-bisanya dirinya dibilang tua.
"Ini kenapa malah ribut sih, mas juga udah tua kenapa nyari ribut aja sama Arkan" marah Laras.
Wajah gus Zafar berubah cemberut ketika mendengar Laras mengatainya tua. "Gak tau ahh... kamu sama aja sama sitengil satu itu" setelah mengatakan itu gus Zafar berdiri dari duduknya, memeilih untuk berjalan menuju parkiran lebih dulu.
Laras yang melihat gus Zafar hanya bisa geleng-geleng kepala. "Udah tua gak mau dibilang tua"
Arkan menyenggol lengan Aarash yang berada disebelahnya. "Baba lo ngambek tuh, bujuk sana nanti malah gak jadi nikah"
"Baba kalau ngambek cuma mau dibujuk sama Umma"
"Yaudah ayo susul Baba keparkiran" ajak Laras yang diangguki oleh yang lain.
Sesampainya diparkiran, mereka langsung masuk kedalam mobil. Laras melihat gus Zafar disampingnya.
"Ayo jalan mas" ucap Laras karena gus Zafar tidak juga menjalankan mobilnya.
"Gak mau, mas masih ngambek sama kamu" ujar gus Zafar mengalihkan tatapannya keluar jendela mobil.
Laras menggenggam tangan gus Zafar. "Maaf ya mas, mas ganteng kok. Gak tua" ucapan Laras mampu membuat gus Zafar tersenyum.
"Beneran kan, mas ganteng. Mas takut kalau kami berpaling dari Mas"
Laras mengangguk. "Iya, mas ganteng pakai banget. Mana mungkin aku berpaling dari mas"
Pipi gus Zafar memerah mendengar ucapan Laras. Saat hendak mencium kening Laras, gerakan gus Zafar terhenti karena ucapan dari Arkan dan Dhira.
"Aduh panas banget" ucap Dhira sambil mengipas-ngipas tangannya didepan wajah.
"Bucin gak tau tempat" sindir Arkan.
Gus Zafar menatap keduanya tajam. "Ganggu aja"
"Baba nanti aja bucinnya dikamar, sekarang ayo berangkat. Adek udah panas ini" gus Zafar menghela nafas menuruti ucapan Dhira.
Diperjalanan menuju rumah Bia, hanya terdengar lantunan sholawat yang keluar dari radio mobil.
Semakin dekat dengan rumahnya, Bia semakin khawatir apakah Papahnya akan bersikap lembut terhadap keluarga Aarash. Sedangkan setiap kali Kevin melihat Bia tidak pernah ada kata lembut melainkan cacian dan makian yang Bia dapat.
Mobil berhenti didepan pagar rumah, setelah gus Zafar meminta tolong kepada satpam agar gerbang dibukakan baru gus Zafar memasukan mobil kepekarangan rumah.
Mereka keluar dari mobil berjalan menuju teras rumah. Dengan tangan gemetar Bia memencet bel rumah.
Ting tong
KAMU SEDANG MEMBACA
Aarashbia [Hiatus]
Jugendliteratur(SEQUEL ZAFAR) Aarash Abqari Saafir. pemuda tampan berwajah dingin, berperawakan tinggi, mempunyai rahang tegas, dan hafidz Qur'an. Siapa yang tak menyukai laki-laki yang bisa dibilang mendekati sempurna ini. termaksud, Quenca Leona Adeline. peremp...