O1

18.1K 1.2K 5
                                    

  Disinilah mereka berdua sekarang, rumah Jaegar. Pria itu membawa Jevin karena ia ingin mengobati Jevin yang keadaan sudah bisa dibilang kacau balau. Luka di mana-mana, darah yang sudah kering, dan lebam biru keunguan.

"Shh... Pelan-pelan anjing." Jevin meringis saat salep mengenai lukanya.

"Kalo Lo dengerin gue kemaren, gak bakal jadi kaya gini, Jev." Jaegar selesai mengobati luka di wajah Kekasihnya.

Jevin mendengus, "Iyalah jadi kaya gini, orang lo yang sengaja ngedorong gue di arena."

Jaegar tak menggubris perkataannya.

"Buka baju Lo." Perintahnya.

Jevin lantas langsung menjauh, ia memasang ekspresi kaget. "Mau ngapain lo, anjing?!"

"Luka."

Jevin tahu, jika Jaegar sedang dalam posisi serius, tak ingin makin membuatnya marah Jevin langsung melepas kaos putihnya.

Jaegar langsung memeras handuk yang tadinya sudah dicelupkan dalam air es, ia dengan perlahan mengompres lebam di bagian punggung Jevin, dan sedikit membuat Jevin meringis kembali. Suasana berubah menjadi canggung, Jaegar terlalu sibuk mengompres lebaman di tubuhnya, dan Jevin hanya bisa meringis kesakitan.

"Besok, Lo gabung ke Ndream."

Jevin yang mendengar itu langsung ia tercekat, dan menggelengkan kepalanya. "Apaan, gue gak mau kalo setim sama Raden."

Jaegar meliriknya, ia terkekeh ketika mengingat hubungan antara Raden dan Jevin tak akrab karena saat itu Pria yang berstatus pacarnya cemburu karena kedekatan keduanya. Lucu kalau diingat kembali, karena saat Jaegar menemuinya, wajah sempurna itu terlihat cemberut. Padahal, Raden memang sepupunya atau mungkin Jevin masih kesal?

"Udah, tidur." Jaegar bangkit membereskan salep dan tisu yang bertebaran.

Jevin menatap nyalang pria itu, sebelum akhirnya ia mundur agar bisa meraih bantal dan merebahkan tubuhnya di kasur. Ia tak memakai atasan karena sangat sakit jika tubuhnya bergesekan dengan kain baju yang sedikit kasar. 

Jaegar kembali, ia menutup pintu dan mematikan lampu, ikut merebahkan tubuhnya di samping Jev, Jaegar memiringkan posisinya agar bisa menaruh dagunya di bahu lebar itu dan sekaligus memeluk pinggang rampingnya, namun malah mendapatkannya hempasan. "Jangan megang bagian situ, sakit!"

Tak lama Jaegar melihat Mata indah itu sudah tertutup dan segera ia ikut menyusul ke alam mimpi.

_______

Jevin masuk sekolah, padahal luka sebab insiden kemarin belum sembuh sepenuhnya, Jaegar sudah melarangnya tapi karena sifat keras kepala yang dimilikinya membuat seorang Jaegar hanya pasrah menghela napasnya.

Saat sampai di sekolah, Jaegar mengikutinya dari belakang tanpa sepengetahuan pria itu, ia masih khawatir jikalau orang yang mengaku sebagai "ketua" kemarin menyakitinya lagi. Sesekali saat Jevin menengok ia pura-pura sedang berbicara dengan gadis-gadis disana.

Namun. disisi lain, Jevin tahu bahwa Jaegar membuntutinya diam-diam, dengan segera ia berjalan menuju toilet lama yang sudah tak digunakan agar aman.

Jaegar bingung untuk apa Jev pergi kesana, saat dipastikan pria itu telah masuk, Jaegar langsung ikut masuk juga.

Ia cengo, karena Jevin tak ada. Mata elangnya mencari Jevin ke semua sudut.

GUBRAK!

Tangannya ditarik, seketika membuat Jaegar kaget. Punggung nya membentur Tembok dengan cukup kasar.

Oh, itu Jevin.

"Mau ngapain ngikutin gue?" Tanya Jevin, dengan satu alisnya terangkat.

Jaegar makin di pojokan.

Tapi tak segampang itu, tenaga mereka memang sama-sama kuat, tapi Jaegar lebih mendominasinya. Ia mengubah posisinya menjadi memojokkan pria itu.

"Gue cuma takut lo ketemu sama si Anjing lagi."

Tak!

Jevin menyentil dahinya. Membuat pemiliknya langsung meringis.

"Gue bisa jaga diri, gue bukan anak kecil, Jae. Udah pergi ke kelas Lo, gue gak mau anak-anak lain curiga tentang hubungan kita." Jevin berucap, ia ingin mendorong pelan bahu Jaegar agar bisa pergi, namun pria Leo itu makin mendekat padanya—lebih tepatnya leher. Jaegar menaruh dagunya bahu lebar itu.

Jevin dibuat gugup, jantungnya berdebar kencang, napas hangat dari Jaegar mulai menyapa lehernya. Ia menelan liurnya, wajahnya mulai mengarah ke sisi lain karena salah tingkah.

"Biarin aja."

Jevin semakin dibuat merinding saat ia berucap dengan suara berat tepat di telinga nya. Sialan! Jevin jadi menyesal berbelok ke ruangan ini.

"M-minggir! Gue mau nemuin Hares."
Saat Jaegar mendengar nama itu dari mulutnya ia langsung menegapkan badannya kembali, Jaegar tak suka jika nama itu keluar dari mulut Jevin, mendadak ia mulai cemburu..

"Ngapain?"

"Udah janji tadi, mau ngomongin soal kenapa gue keluar."

Sontak Jaegar membulatkan pupilnya.

"Lo setuju buat gabung ke Ndream berarti?" Tanyanya.

Jevin menggidikan bahunya, "menurut Lo?"

Sudut bibir Jaegar terangkat, membuat senyum tipis. Jevin yang melihat itu langsung mendorong kecil bahu Jaegar untuk menjauhkan pria itu.

"Thanks,"

Chup

Jaegar mencium bibir itu, melumatnya dengan pelan. Jevin kaget, beberapa detik ia tak membalas ciumannya. Membuat Jaegar menggigit kecil bibirnya.

"Akh!"

Ia tersenyum puas, sudut bibir Jaegar mulai kembali terangkat. Jevin mulai membalas ciumannya, bunyi kecipak basah mulai terdengar.

"Mhnh.."

Mulai kehabisan napasnya, Jevin memukul dada bidang Jaegar agar melepaskan ciumannya.

Pria Leo itu melepaskannya, satu kecupan ia tinggalkan di pipi Jevin. Ia sempat memperhatikan wajah sempurna yang sudah berubah menjadi merah, Jevin membuang mukanya, ia hendak keluar dari sana, tapi Jaegar duluan menarik tangannya.

"Jangan deket-deket sama Hares, lo cuma punya gue."

"Ck! Iya iya!"

Tanpa disadari siswa siswi yang lalu lalang disana dibuat sedikit curiga karena mereka keluar dari sana padahal sudah jelas mereka tahu itu toilet sudah lama tidak digunakan.






















































B A C K S T R E E T© dlowbattries, 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

B A C K S T R E E T
© dlowbattries, 2023


Backstreet, Jaemjen.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang