27

7.4K 578 23
                                    

masih ada yg nungguin book ini kah? wokwokwok




Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, sekitar 3 Minggu lagi mereka akan menikah. Dan agenda hari ini adalah memilih cincin dan tuxedo untuk di pakai di pernikahannya nanti.

Jevin merasa gugup tapi juga senang, Jaegar juga begitu, namun rasa senang sepertinya lebih mendominasi hatinya karena akhirnya setelah sekian lama ia bisa hidup bersama dan menghabiskan masa tua dengan pujaan hatinya.

"Mau warna apa?" Si Leo bertanya.

Jevin berpikir sejenak, "Hitam putih gimana? Nanti nuansa tempatnya putih kan? Pasti nanti bagus kali matching,"

Jaegar mengangguk, ia mengelus bahu Jevin lembut. "you can get it, prince."

"Baik kalau begitu, biar kami tunjukkan tuxedo hitam putih yang terbaik."

——

Setelah acara pemilihan bajunya selesai, kini beralih untuk memilih cincin pernikahannya. Jevin sibuk untuk memilih cincin sedangkan Jaegar dari tadi hanya memperhatikannya disana, dan jika Jevin sudah memutuskan ia akan menyetujuinya.

"Ini aja gimana? Bagus,"

"Ambil aja,"

Jevin memutar bola matanya, "cobain dulu, takutnya kekecilan."

Jaegar terkekeh, ia mengambil cincin itu dari tangan Jevin dan langsung mencoba di jari manisnya.

"Pas tuh,"

Lalu, si penjual langsung membungkus cincin pilihannya. Manik Jaegar sempat tertuju pada sebuah kalung petak yang cantik di etalase.

Ia langsung meminta si penjual untuk mengeluarkan kalung itu.

"Sini," ia memanggil Jevin.

Jevin menghampirinya.

Si April tercekat saat tangan Jaegar terulur untuk memasangkan sebuah kalung perak itu di lehernya. matanya menatap kearah Jaegar.

Jaegar tersenyum saat kalung itu sudah terpasang apik di lehernya, wajah polos Jevin yang menatapnya makin membuatnya gemas, rasanya ingin sekali Jaegar menciumnya sekarang.

"Pretty, kita ambil ini."

"A-apaan! Gausah, mahal."

Jaegar menggeleng, ia kembali melepas kalung itu dari leher Jevin untuk sekalian dibayar.

"For my love, ini gak seberapa."

Lagi.

Wajahnya di buat memerah saat kata 'love' keluar terucap dari mulut Jaegar. Jevin benar-benar lemah jika Jaegar memperlakukannya layaknya seorang ratu—err..raja.

"Ayo, "

Jevin tersadar, lamunannya seketika buyar, langsung Jevin berjalan dibelakangnya.

Di mobil, Jevin menghela napasnya. Ia langsung menyambar botol airnya untuk di minum karena benar-benar haus setelah pemilihan yang cukup membingungkan.

Jaegar menaruh paper bag nya di kursi belakang, ia sedikit mengusap peluh yang membasahi dahi Jevin sebelum akhirnya menyalakan mobilnya dan pergi dari area itu.

"Laper ga?" Tanya Jaegar tanpa mengalihkan pandangannya.

Jevin mengangguk sembari mengusap perutnya yang kelaparan.

Backstreet, Jaemjen.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang