24

6K 508 4
                                    

"Bas?"

"LO SINTING?! SELAMA INI GUE KIRA KALIAN ITU TEMEN BIASA, BISA-BISA NYA LO TIBA-TIBA DATENG DAN BILANG KALO LO NGE HAMILIN ADEK GUE! BRENGSEK LO SIALAN!"

BUGH!

Theo dengan emosi langsung menonjok rahang Jaegar dan langsung membuat si pria tersungkur jatuh ke lantai.

Siang ini, setelah pertingkain kecil mereka di sekolah kemarin, Jaegar bersikeras bahwa ia akan mengakui semuanya, walau di malamnya Jaegar dan Jevin sempat bertengkar sedikit.

Jevin benar-benar takut, setelah kedatangan Jaegar tadi dia diam seribu bahasa, matanya menatap lekat kearahnya dengan pupil yang bergetar ketakutan.

"Bang Theo udah!"

Theo melepaskan tangannya dari kerah baju Jaegar, napasnya memburu pertanda dirinya marah besar, dan urat-uratnya terlihat jelas.

Jevin menarik tangan Theo, matanya menatap khawatir kearah Jaegar yang tengah meringis.

"Pergi lo dari sini sekarang sialan!"

"Bang, dengeri—"

"PERGI BANGSAT!"

Jaegar menelan liurnya, matanya di lirik kearah Jevin yang mengisyaratkannya untuk pergi, dengan perasaan gusar akhirnya Jaegar memutuskan untuk pergi dari sana.

Theo membanting pintunya setelah Jaegar keluar, badannya berbalik menatap Jevin dengan tubuhnya yang bergetar ketakutan. Theo menghampirinya.

"Lo nyembunyiin semua, iya?! Belajar dari mana lo sampe berani-beraninya bohong kaya gini? Udah berapa lama lo punya hubungan sama si brengsek tadi, ha?"

"Maa—"

"Jawab, Jevin."

Jevin menghembuskan napasnya dengan takut, matanya tak berani untuk melihat kearah manik Theo yang di penuhi amarah besar. Tubuhnya bergetar dengan hebat karena sangking takutnya.

"2 t-tahun.."

PRANG!

Theo melempar vas bunga di meja dan hampir saja mengenainya.

Si rahang tegas mengacak rambutnya frustasi, "Masuk ke kamar lo sekarang."

Jevin pun melangkah untuk naik keatas, benar-benar dia sangat takut saat melihat Theo marah, dalam benaknya terpikir akan keadaan Jaegar sekarang. Jevin bisa lihat tadi bahwa sudut bibir Jaegar berdarah dan wajah Jaegar memar.

Setelah sampai di kamarnya, Jevin duduk di samping ranjang, melihat kearah ponselnya yang sudah banyak di spam pesan dari Jaegar.

Jaegar

|Jev, lo ga apa-apa kan?
|Jevin
|Jawab
|Sayang?
|Bang Theo gak mukul ko kan?
|P
|Jevindra?

LO GAPAPA?|

|Gue takut lo di pukul sama bang Theo, lo gapapa kan?

Gue gapapa|
Maaf karena bang Theo, Lo jadi babak belur gitu|

|Gausah di pikirin, bagus kalo lo baik-baik aja, jangan luka Jev, gue takut

Ceklek!

Jevin yang hendak mengetik, langsung menyembunyikan ponselnya di bawah bantal saat melihat pintu terbuka dan  memperlihatkan Theo disana.

Theo menghampirinya, dan Jevin pun menunduk sembari memainkan jari-jarinya.

"Maafin gue,"

Ia terkejut di saat Theo memegang bahunya dan berucap demikian. Jevin masih diam dan menunduk.

"Minum."

Tiba-tiba saja Theo menyodorkannya segelas air putih, Jevin mau tak mau menerimanya dan hanya meminumnya sedikit, Theo duduk disampingnya sembari mengusap punggungnya.

"M-maaf," Cicitnya.

Theo diam, ia menatap sekitar kamar itu, "berapa umurnya?"

Jevin meliriknya sekilas, ia meremat gelas yang di pegangnya, perasaannya sendiri campur aduk. Agak takut dirinya untuk kembali berucap.

"Kenapa lo gak marah dan santai aja? seolah-olah ga terjadi apa-apa?"

"Gimana bisa gue marah? Udah terlanjur juga," Theo menjeda.

"Pas gue SMP, gue pernah denger percakapan bunda sama ayah yang bilang kalo lo bisa... Hamil. Awalnya gue gak yakin dengan apa yang denger, dan selama ini ternyata itu bener. Itu kenapa gue cuma sedikit kaget pas denger kalo lo hamil, karena emang lo spesial, Jev. Gue gak peduli lo anggep itu kelebihan atau kekurangan, tapi lo itu spesial. Besok ikut gue kerumah Baskara buat ngomong sama orang tuanya, gue mau dia tanggung jawab." Theo berucap,

——

"Saya tahu perihal Jaegar yang menghamili seseorang, tapi yang benar saja? Bagaimana seorang laki-laki bisa hamil seperti itu? Itu menjijika—"

"Om gak perlu ucapin kata itu, saya cuma mau kalo dia tanggung jawab dengan yang dia perbuat."

Pagi harinya, Theo dan Jevin benar-benar datang kerumah Jaegar. Dari pertama kali Theo datang, amarahnya sudah kembali memuncak apalagi saat melihat Jaegar disana.

Jevin berdiri di belakangnya, matanya sedikit melirik pada Jaegar yang tengah menatapnya lekat.

Pria paruh baya itu menatapnya dari atas sampai bawah, sebelum akhirnya ia menghembuskan napasnya.

"Gue bakal tanggung jawa—"

"Mau kamu hidupi pakai apa anak kamu nanti sementara uang masih dari papa?" Satya memotong kalimatnya.

Jaegar sontak terdiam.

"Ya, lo harus cari kerja buat ngehidupin Jevin sama anak lo nanti. Gue gak mau kalo Jevin sengsara hidup sama cowok brengsek kaya lo." Theo menyahut.

Satya melirik puteranya, ia menghela napasnya dan mengangkat cangkir kopinya untuk di minum.

"Papa bakal kasih kamu pekerjaan, tapi kamu harus terima konsekuensinya, setelah lulus kamu ikut papa kerja di perusahaan papa, tapi kamu masih tetap harus kuliah,"

Jaegar meliriknya, dan langsung mengangguk sebagai jawabannya. Ia akan melakukan apapun untuk kebaikan Jevin dan calon anaknya nanti.

Jevin menatap kearahnya, sudut bibirnya terangkat membuat senyum tipis.

"Kita udah sepakat, inget jangan pernah lo sakitin Jevin."

Setelahnya, Theo menarik tangan Jevin untuk keluar dan pulang dari sana.


































——

gatau deh, pegel

B A C K S T R E E T
© dlowbattries, 2023

Backstreet, Jaemjen.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang