O7

9.3K 751 9
                                    

   Pagi-pagi buta, suara ketukan pintu membuatnya terbangun dari tidurnya, ketukannya bahkan terdengar kencang. Jaegar yang baru bangun langsung bangkit dari ranjangnya, jalannya sempoyongan karena nyawa pria itu belum sepenuhnya terkumpul.

Ceklek

"Sia—"

"Jae! Mama akhirnya ketemu kamu,"

Matanya berkedip-kedip, Jaegar memandangi wanita paruh baya didepannya sebelum akhirnya ia sadar. "Ah, masuk ma."

Jaegar mempersilahkan mamanya untuk masuk, wanita itu tertegun ketika melihat rumahnya rapih, bersih dan terawat, senyuman manis nya terlihat jelas. "Kamu rajin ngerawat rumah ya, Jae? Bagus, gini dong mama suka!"

Pria itu hanya tersenyum sesaat, sebenarnya itu bukan dirinya yang melakukan melainkan Jevin. Jaegar menyeret koper mamanya itu ia taruh di kamar wanita itu yang sudah lama kosong.

Terlihat, setelah Jaegar keluar dari kamar, wanita yang sudah berkepala 5 itu tengah membuka kulkasnya. Ia kembali dikejutkan, karena sudah banyak bahan makanan disana. Mama mengambil 2 telur, sosis, dan sawi lalu meletakkannya di atas meja.
"Kamu kok berubah gini selama mama sama papa pergi? Udah nyetok makanan pula, curiga nih."

"Not me, ada temen Jae yang sering dateng buat nemenin,"

Acara memotong wanita itu terhenti, ia berbalik untuk menatap putranya yang tengah mengambil air dari kulkas, "oh ya? Bagus deh, seenggaknya dia mau nemenin kamu. Nanti ajakin mama buat ketemu dia ya? Mama mau bilang makasih, udah mau nemenin kamu selama kami berdua gak ada." Ia tersenyum kembali.

Jaegar dibuat tersenyum, ia mengangguk lalu menaruh gelasnya diatas meja makan.

"Temenmu itu namanya siapa sayang?"

"Jevin."

——

Setelah mama Jaegar dipanggil ke ruang BK, wanita itu masih tampak tersenyum dengan manisnya, senyuman itu membuat Jaegar merasa semakin bersalah.

"Jangan diulangi lagi ya?"

Jaegar mengangguk.

"Oh iya, mana temenmu yang namanya Jevin itu? Mama mau ketemu."

Jaegar ingat, ia melangkah keluar gedung untuk mencari keberadaan Jevin. Ia sudah sempat bilang tadi padanya, bahwa mama ingin bertemu. Langkahnya di ikuti oleh wanita itu dari belakang.

Jaegar menemukannya.

Terlihat dari kejauhan, Jevin tampak sedang duduk di kursi sambil memainkan ponselnya. Jaegar langsung menunjuk kearah Jevin, mamanya yang mengerti langsung mengangguk, dengan segera wanita melangkah kearah Jevin sebelum itu ia menyuruh putranya untuk tak mengikutinya. Membuat Jaegar cukup kecewa.

"Jevin kan?"

Jevin tersadar, ia mematikan ponselnya lalu berdiri, di waktu yang bersamaan ia juga mengangguk sebagai jawabannya.

"Saya Yura, mamanya Jaegar," Ia tersenyum.

Jevin juga ikut tersenyum, dalam benaknya terpikir 'Mamanya aja cakep begini, pantesan anaknya juga'.

Ups!

"Saya denger dari Jaegar tadi pagi, kamu yang sering nemenin dia kan? Kalo saya atau papanya gak ada dirumah," Yura bertanya dengan lembutnya.

"Iya, tante. Dia sering banget ngajak nginep."

Wanita itu tertawa kecil, padahal di hatinya Yura cukup sedih membayang betapa Jaegar sangat kesepian. Wanita itu menatapnya, tangan Jevin ia genggam, membuat sang empu terkejut.

"Makasih ya, udah mau nemenin Jaegar. Saya sama papanya udah ninggalin dia sejak masih SMP, dia selalu nelfon saya pas lagi kerja dan bilang dia kesepian, tapi pas dia cerita tentang kamu mau nemenin dia, tante seneng. Dia keliatan seneng banget pas cerita tentang kamu, "

Ungkapan yang wanita itu beri padanya sontak membuat Jevin langsung sedikit salah tingkah saat mendengar kalimat terakhirnya.

"Jevin bakal terus temenin Jaegar, tante."

Yura tersenyum kembali, ia mengelus tangan Jevin dengan lembutnya membuat Jevin langsung teringat akan sesuatu. Yura duduk disana, ia juga menyuruh Jevin untuk duduk disampingnya.

"Tadi guru bilang kamu yang berhentiin dia pas Jaegar lagi mukulin temennya, tante makasih banget, untung temennya Jaegar masih baik-baik aja. Tante gak ngebayangin kalau kamu gak ada disana hari itu Jevin," Wanita itu memandang kearah bunga-bunga diseberang sana dengan sedihnya.

"Berkat kamu juga, Jaegar jadi hampir gak pernah datang ke psikolog lagi."

Kalimat itu sontak membuatnya terdiam beberapa detik, "Jaegar pernah ke psikolog?"

Yura mengangguk, "Jaegar punya penyakit mental sejak dia kecil. Kadang, dia suka gak sadar apa yang dia lakuin pas lagi emosi, dia udah jalanin terapis dan masih sama aja dulu, gak ada yang bisa nenangin dia dulu kecuali saya. Tapi, kamu tau, saya selalu sibuk dan gak ada waktu."

"Saya bersyukur karena kamu datang dan bisa tenangin Jaegar."

——

"Kak Jaegar!"

Langkah pria itu terhenti, ketika seseorang memanggil namanya, dengan segera ia berbalik badan dan menemukan ada perempuan yang tengah berlari mendatanginya.

Ia mengenali perempuan itu.

Miya.

"Kak Jae, boleh anterin aku gak? Aku ketinggalan angkot."

Kini, perempuan itu tepat didepannya, ia tersenyum dengan centilnya dengan wajahnya juga yang menurut Jaegar seperti 'dipaksakan'  imut.

"Gue buru-buru, sorry." Jaegar tersenyum kikuk, ia memakai helmnya dan hendak menancap gas, namun tangannya sudah ditarik dengan lancang.

"Kak, kakak pernah ciuman sama kak Jevin kan?"











































HAH?!



















———

bs bs nya kemaren w lupa up

Serius, km smw beneran nunggu book ini?


Serius, km smw beneran nunggu book ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

| - Yura Ayudisha

B A C K S T R E E T
© dlowbattries, 2023

Backstreet, Jaemjen.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang