16

7.5K 638 18
                                    

   Semua anak buah Mark datang, termasuk Jaegar dan Jevin. Mereka dibuat panik saat mendengar kabar kalau Mark luka lumayan berat sampai dilarikan ke rumah sakit karena tiba-tiba saja pria itu oleng hingga ia keluar dari arena dan menabrak pembatas jalanan.

Entah apa yang ia pikirkan sampai-sampai menjadi kefatalan seperti ini.

Disana Mark masih sadar, beberapa bagian tubuhnya terdapat goresan dan luka lumayan bisa membuat yang melihat meringis membayangkan betapa sakitnya luka itu.

"Kuat juga lo ye, untung kaga mati." Chandra duduk di kursi samping ranjangnya

Raden sontak saja memukul mulut Chandra, bisa-bisanya ia berbicara seperti itu sekarang.

"Kuat lah," Mark menyahut pelan.

Tak banyak obrolan disana, karena semuanya tahu Mark belum bisa merespon dengan baik ditambah hanya ada ringisan kecil dari mulutnya jika ia berbicara.

Hampir tepat jam 2 malam, semuanya sudah pulang, terkecuali Jaegar dan Jevin. Mark menyuruhnya untuk pulang lebih lambat sedikit karena ada hal yang ingin ia bicarakan dengannya.

Lorong rumah sakit sudah sepi, suasana yang hening dan senyap membuat ruangan yang dihuni 3 orang itu menjadi kecanggungan.

"Sorry,"

Mark tiba-tiba saja berucap, lantas membuat kedua Adam yang tengah duduk disampingnya bertatapan satu sama lain. Jaegar pun masih kelu untuk mengucapkan satu patah katapun karena masih teringat apa ucapannya waktu itu.

Jaegar tiba-tiba saja menghela napas panjang, tangannya terulur untuk menggenggam erat tangan Jevin disebelahnya. Jevin tentu terkejut, ia tak bisa melepaskan tangannya dari sana karena Jaegar menggenggamnya begitu erat.

Mark dapat menyaksikannya, namun kepalanya tetap menunduk. Sampai akhirnya ia berubah posisinya untuk duduk di ranjang. "Gue terlalu spontan waktu itu, gue cuma gak mau kejadiannya keulang lagi."

Pria Kanada itu menghela napasnya dalam-dalam.

"Gue bakal nerima hubungan kalian mulai sekarang."

——

Hari minggu yang ditunggu-tunggu kehadirannya telah tiba, pagi hari kedua anak Adam itu masih dibawah selimutnya. Cahaya matahari yang masuk lewat sela-sela gorden, terpancar kewajahnya, membuat sang empu lantas terbangun.

Dirasa pinggangnya berat, ia menengok ke belakang dan menemukan bahwa seorang laki-laki dengan wajah sempurnanya masih tertidur pulas sambil memeluk pinggangnya erat.

"Jae..." Jevin memanggilnya dengan suara serak.

"Ngg..?"

Saat Jaegar menyahutinya, Jevin ingin bangkit tapi lebih dulu pinggang rampingnya ditahan oleh Jaegar. Si Leo mendusal di dadanya dengan manja, membuat Jevin hanya bisa pasrah dan mengelus surainya.

Setelah asyik berpelukan selama beberapa menit di kasur, kedua J itu akhirnya terduduk di ranjang sembari Jaegar yang terus-menerus mendusal kepadanya.

"Minggir dulu—"

Saat hendak saja berdiri tangannya ditarik oleh Jaegar membuat langkahnya tertahan, Jaegar dengan matanya yang masih sepet karena bangun tidur menggeleng. "Sini dulu." Suara berat khasnya terdengar.

"Lepasin dulu, lama-lama gue tonjok nih pala lo." ancaman itu lantas membuatnya langsung melepaskan tangannya dari Jevin.

Ngeri bos

Jevin melangkah untuk membuka tirai sehingga sinar matahari masuk, Jaegar masih terbengong di atas kasurnya.

Tuk!

Lamunannya tersadar saat sebuah bantal terlempar kearah wajahnya secara tiba-tiba, Jevin sedikit tersenyum. "Cuci muka, jangan planga plongo kaya orang bego." Ujarnya sebelum akhirnya keluar dari kamar.

Si Leo sedikit mendengus, ia menggaruk tengkuknya dan lalu beranjak ke kamar mandi.

Jevin kini berkutik dengan alat-alat dapur untuk membuatkan sarapan, ia lumayan pandai dalam mengurus dapur karena waktu itu ia selalu memperhatikan Bundanya memasak. Sejak saat itu, Jevin mulai mencoba-coba dan berhasil.

Melihat Jaegar yang sudah keluar kamar dan berjalan kearahnya, Jevin langsung menunjuk cangkir yang sudah tersedia di atas meja dengan dagunya, "Tuh,"

Disana, Jaegar membuat senyum. Ia duduk di kursi sembari menyeruput kopi buatan Jevin sambil memperhatikannya disana dengan sangat lekat. Pemandangan yang indah.

Hingga akhirnya 2 piring nasi goreng dengan telur mata sapi diatasnya ia sajikan diatas meja. Jaegar masih menatapnya, intens. Bahkan sampai membuat Jevin yang sedang makan jengkel sendiri karena terus diperhatikan.

"Apaan," Jevin memalingkan wajahnya.

Jaegar pun langsung tersenyum hangat, ia menyuap nasi goreng ke mulutnya. "Mau jalan-jalan?"

Yang ditanya lantas meliriknya.

"boleh?"

"Sure, Prince."

——

Di perjalanan menuju tempat pertama musik santai ia putar, tangan kirinya ia gunakan untuk memegang setir mobil dan tangan kanannya digunakan untuk menggenggam tangan Jevin disebelahnya.

Benar-benar hari ini Jaegar  rasanya ingin bersama kekasihnya terus seharian.

"Sayang,"

"Apa?"

"I love you so much. "

Jevin terlihat memalingkan wajahnya, jantungnya berdetak kencang seolah-olah sedang berdisko ria didalam sana, Jevin menyedot latte yang ia beli tadi, lalu kembali menaruhnya. "Gue tau."

Jaegar yang tengah menyetir sedikit melirik kearahnya, matanya membulat seolah-olah kecewa dengan jawabannya.

"Itu aja?"

Jevin mengangguk.

"How about i love you t—?"

"I love you too."

Sepertinya Jaegar akan pingsan sekarang.






























































































































——

mff pendek w bingung banget njed

dr kemaren w sakit h-hi-hiks . .
doain gwej biar cefat sembuh agar bisa ttp up

jangan lupa vote ngab

-luna cakef pacar mark encete

B A C K S T R E E T
© dlowbattries, 2023

Backstreet, Jaemjen.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang