14

7.2K 635 12
                                    

   Jevin benar-benar dibuat sakit kepala karena masalah terus menghujam dirinya, ditambah notifikasi chat dari Karina yang terus menyepamnya dari jam 8 sampai 11 malam tanpa henti-hentinya dan membuatnya frustasi. Ia bingung, bahkan malam ini Jevin sama sekali tak mengantuk karena terlalu sibuk memikirkan semua hal itu.

Jam 2 pagi, tak sengaja Jaegar terbangun karena merasakan bahwa Jevin tak ada disampingnya. Dan pria itu melihat bahwa Jevin tengah memandangi langit malam di balkon sendirian.

Jaegar menghampirinya.

Dan lalu mengusap surai halusnya dan membuat Jevin terlonjak kaget akan kehadirannya, sudut bibir Jaegar membentuk senyuman kecil. Pria Leo itu duduk disampingnya sambil mengelus surainya.

"Ngapain?" Tanyanya.

Jevin meliriknya sekilas lalu menggeleng, "tidur sana." Ia berucap.

Jaegar sempat terdiam sejenak, pandangannya mengikuti benda langit yang Jevin pandang di sana. Ia menghela napasnya dan seolah mengerti apa yang Jevin pikiran sekarang.

"Jev, kita selesain bareng-bareng. Jangan lo pikirin sendiri, gue tau kita bakal bisa ngelewatin semuanya sama-sama."

Semilir angin berhembus, ditambah rintikan hujan yang mulai datang. Jaegar mengelus tangannya dengan lembut, dan pandangannya tak bisa di alihkan kemanapun selain kearah Jevin. Ia menatap lengkungan sempurna di wajahnya dengan begitu intens, kedua netranya di fokuskan pada mata Jevin yang di pelupuk matanya mulai tergenang air.

Jaegar sontak langsung berjongkok di hadapannya, ia memeluk pinggangnya erat-erat. Dan Jevin pun, ia membalas pelukannya tak kalah erat juga hingga tak sadar bahwa satu tetes air matanya yang mulai jatuh.

"Berhenti?"

Jaegar mengelus punggung Jevin selembut mungkin, kepalanya menggeleng menandakan ia tak setuju dengan pemikirannya. Jaegar menghapus air mata Jevin yang turun, "2 tahun kita ngelewatin semuanya sama-sama, dan sekarang lo mau sia-sia in gitu aja? Kita selesai in masalahnya bareng-bareng, tapi jangan pisah."

"Gue rela ngelakuin hal apapun buat lo, gue bakal keluar dari tim. Asalkan kita gak putus."

Jevin benar-benar tak tahu harus berbuat apa, ego-nya hampir saja menguasai dirinya lagi. Jevin menghela napas panjang sebelum akhirnya ia bangkit dan berusaha melupakan semuanya.

"Ayo tidur." Ajaknya.

——

"Bang, coba lo pikir sekali lagi. Kalo Jaegar sama Jevin keluar, tim kita gak bakal cukup buat ngelawan timnya Bima."

"Gue tau, Chan! Tapi ya lo pikir aja sendiri, gak gampang buat ngebersihin nama tim."

Chandra menghela napas panjang, tengkuknya yang tak gatal ia garuk. Pria itu kini dibuat bingung olehnya, diruangan yang lumayan sempit itu menjadi saksi bagaimana keributan terjadi kemarin.

Perdebatan antar Mark dengan anggotanya masih belum menemukan jalan keluar, ditambah mereka semua makin gondok dengan ke egoisannya.

"Gue tau lo capek. Tapi inget bang, kita bakal selalu bantuin lo. Kalo Jaegar keluar Ndream juga bakal jadi tim mati. Gue mohon, lo jangan egois bang." Raden menimpali. Pria itu berdiri di belakang Mark sembari mengelus bahu pria itu.

Mark mengacak rambutnya kasar, frustrasi.

"Gue balik duluan," ia mengambil tas dan kunci motornya lalu keluar dari sana.

Ketiga pria yang masih disana menatap punggungnya yang perlahan hilang dari balik pintu sebelum akhirnya mereka bertiga bertatapan satu sama lain.

Rumit. Begitu pikirnya.

"Ribet, lama-lama gue nge gay juga nih." Hesa membanting dirinya ke sofa empuk dibelakangnya.

TEK!

"Anjing!"

Raden melempar botol plastik kearah dirinya, membuat sang empu meringis dan langsung memegangi dahinya.

"Mikir, cewek aja cuma dapet satu boro-boro cowok." Ia berujar.

"CEILAH, lo mah kalo naksir ama gue bilang! Gue cipok juga nih," 

"NAJIZ BANGSAT GELI!"

Chandra hanya bisa mengelus dadanya melihat kelakuan gesrek dan stres keduanya.

——

"Let's break up."

Sontak matanya membulat sempurna, ekspresinya berubah seketika saat ia mengungkapkan kalimat itu. "A-apa Jev?"

Gadis dengan rambut panjangnya itu menggeleng ribut, wajahnya masih membuat ekspresi bingung. Jevin menghela napas kasar, matanya yang lelah dipaksakan untuk menatap manik kecoklatan itu.

"Putus." Ia berujar.

Karina mengangkat satu alisnya, ia masih belum bisa mencerna apa yang Jevin ucapkan padanya sekali lagi. Gadis itu kembali menggeleng, "Gak, kenapa kamu mau putus dari aku? Kita udah mau berjalan hampir 1 tahun Jevin! A-aku rela ngasih apapun ke kamu tapi aku mohon jangan putusin aku, aku masih sayang sama kamu." Karina berujar sambil tangannya mencengkeramkan di bahu Jevin.

Jevin menepis tangannya, "Gue gak perlu apa-apa dari lo. Gue udah tau kelicikan lo selama ini, lo admin dari base itu dan lo selama ini juga kerjasama kan sama Bima ngejatuhin gue sama Jaegar?"

"Jev! L-listen to me! A-aku cuma disuruh sama Bima, d-dan awalnya aku emang kaget dan gamau! Tapi dia maksa ak—"

"Gak perlu ngejelasin."

"J-jevin!"

Seakan tuli, Jevin langsung saja pergi dari area taman sekolah tanpa menjawabnya dan meninggalkan gadis itu yang masih kesal.

"Sialan!"

Karina menghentakkan kakinya, wajahnya cemberut dan suasana hatinya yang sedih dan kesal. Kakinya melangkah untuk pergi dari sana.

Gadis itu mengambil ponselnya, dan mengetik sesuatu disana.























































Jevin udah tau dan gara-gara rencana lo jevin mutusin gw anjing|










































































































——

pendek dulu dah w sgt mwales.

draft gue numpuk nich, double up g seh 🌚

B A C K S T R E E T
© dlowbattries, 2023

Backstreet, Jaemjen.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang