031

26 6 0
                                    

Windi memasuki gudang tempat dirinya menyekap Ayana, ia tersenyum senang saat melihat Ayana yang sudah menutup matanya.

"Bos keadaan dia udah parah," ujar pria bertubuh tinggi.

"Kayaknya detik-detik mau mati," tambah pria berambut gondrong.

"Kalian taroh dia di depan rumahnya, saya udah sharelok alamat nya di hp kalian, ingat jangan sampai ada yang mengetahui kejadian ini," pintah Windi.
-
-
-
-
-
Dan saat jam dua belas siang, kedua anak buah Windi segera membawa tubuh Ayana ke depan rumahnya, beruntung keadaan begitu sepi, jadi mereka melancarkan aksinya tanpa hambatan apapun.

Setelah selesai menaruh Ayana, mereka berdua pergi meninggalkan Ayana yang masih pingsan.

Setengah jam berlalu, belum ada yang mengetahui keadaan Ayana, hingga akhirnya ada sebuah motor yang masuk ke pekarangan rumah Ayana.

Andito terkejut saat melihat tubuh Ayana yang terbaring lemah didepan rumahnya, saat sudah selesai bekerja Andito memutuskan untuk berkunjung ke rumah Ayana, namun yang dia lihat keadaan Ayana yang begitu mengenaskan, banyak sekali luka di tubuhnya.

"Ayana, siapa yang berani ngelakuin ini," lirih Andito.

Sesil buru-buru turun dari mobilnya saat melihat Andito yang sedang duduk disamping Ayana yang sedang pingsan.

"Kak, lo apain Ayana?!" Tanyanya dengan khawatir.

"Gue nggak tau, lebih baik kita bawa Ayana ke rumah sakit," Sesil mengangguk setuju, setelah itu Andito mengangkat tubuh Ayana ke mobil Sesil, dan Andito mengendarai motornya untuk mengikuti mobil Sesil.
-
-
-
-
-
Kenan membuka matanya, kepalanya terasa sangat berat dan ia melihat tangan kanannya yang sudah tidak ada. "Mah apa yang terjadi?" Tanya Kenan lemah.

Sherin tak kuasa menahan tangisnya, ia senang melihat anaknya yang sudah sadar, tapi ia tidak tega dengan Kenan yang saat ini kehilangan tangan kanan nya. "Kamu yang sabar ya sayang, kemarin kamu kecelakaan," jawabnya sambil meneteskan air matanya.

"Ayana mana mah?" Tanya Kenan.

Sherin hanya menggelengkan kepalanya, ia sendiri tidak tahu kemana gadis yang dicintai putranya itu pergi.

Reza dan Nino masuk ke ruangan Kenan, Sesil sudah memberitahu mereka tentang kondisi Ayana.

"Kalian tau dimana Ayana?" Tanya Kenan saat melihat kedatangan keduanya.

Reza dan Nino saling bertatapan, mereka bingung harus mengatakan apa.

Sherin tersenyum ke Kenan. "Kamu sembuh dulu ya, entar mamah bawa Ayana kesini," ujar Sherin.

Kenan hanya mengangguk pasrah.
-
-
-
-
-
"Ay kenapa bisa seperti ini, kenapa juga lo nggak bilang ke gue kalau lo punya penyakit lemah jantung," lirih Andito yang masih setia menggenggam tangan Ayana.

Sesil tak kuasa menahan tangisnya, ia sangat sedih melihat kondisi sahabatnya yang begitu menyedihkan. "Gue ngerasa gagal jadi sahabat lo Ay," gumamnya.

"Sayang," Sherin langsung memeluk tubuh Ayana yang terbaring kaku itu. Tadi secara diam-diam Reza memberitahu keadaan Ayana, dan tentunya tanpa sepengetahuan Kenan, dengan segera iya menemui Ayana yang kebetulan dirawat di rumah sakit yang sama dengan putranya.

"Siapa yang lakuin ini?" Tanyanya menatap Andito dan Sesil bergantian.

"Saya tidak tahu Tante," jawab Andito.

"Bangun ya sayang, Kenan sudah menunggu kamu," ujarnya.

Andito sekarang bisa menebak siapa wanita itu, ternyata Ayana sudah begitu dekat dengan keluarga Kenan, pikirnya.
-
-
-
-
-
Dua hari berlalu, keadaan Kenan masih sama dengan sebelumnya, sementara Ayana masih belum sadar dari komanya.

"Mah mau ketemu Ayana, bawa Ayana kesini mah," pintah Kenan lemah.

Walaupun Kenan sudah sadar dari komanya, namun banyak sekali luka serius yang dialami Kenan, sehingga pria itu hanya bisa terbaring di atas brankar.

Sherin sendiri bingung harus menjawab apa, jika ia jujur dengan kondisi Ayana ke Kenan, Kenan akan semakin sakit. Tapi ia sendiri tidak tega jika harus terus-menerus membohongi putranya.

"Mah jawab jujur, sebenarnya apa yang mamah sembunyiin dari Kenan?" Tanya Kenan.

"Ayana sekarang ada di ICU, saat kamu kecelakaan Ayana sendiri diculik kemudian disiksa oleh si penculik," akhirnya Sherin memilih jujur.

Kenan menghembuskan nafasnya kasar. Ia merasa bersalah jika saja dihari itu ia tidak memilih bertemu dengan mantannya, mungkin Ayana akan baik-baik saja.

"Aku mau ketemu Ayana,"

Sherin segera menggelengkan kepalanya. "Nanti sayang, keadaan kamu belum membaik," ujar Sherin.

Hay Hay Hay semoga like yaa sama cerita yang aku buat, dan semuanya murni hasil pemikiran saya sendiri, tanpa menjiplak karya siapapun 🤗

Setetes Kebahagiaan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang