015

42 10 0
                                    

Kenan sedari tadi mondar-mandir menunggu dokter yang sedang memeriksa keadaan Ayana. Kenan bergegas menghampiri dokter yang tadi memeriksa Ayana saat dokter itu sudah keluar dari ruangan Ayana.

"Gimana keadaan teman saya dok?" Tanyanya.

Dokter tersebut menundukkan kepalanya. "Datang kesini lagi besok, untuk mengambil hasilnya, kami perlu memastikan lagi apakah benar teman anda menderita penyakit tersebut." jelas dokter itu.

"Penyakit apa dok? Bisa sembuh kan penyakitnya?" Tanya Kenan dengan cemas.

"Saya belum bisa memastikannya, hasilnya akan keluar besok, kamu datang saja kesini besok," jawab dokter tersebut. "Kalau begitu saya permisi."

Kenan menganggukkan kepalanya, setelah itu ia memasuki ruangan rawat Ayana.

"Ay?" Kenan memegang tangan Ayana yang begitu dingin. "Lo nggak boleh sakit ya, lo kuat oke?" lirihnya.

Ponsel Kenan berbunyi, dia pun langsung mengangkatnya.

'KENAN!' teriak seseorang dari seberang sana.

Kenan langsung menjauhkan ponselnya. "Pelanin suaranya mah,"

'iya-iya ini kamu sekarang ada dimana? Bisa pulang dulu nggak? Jemput papah kamu di bandara, mobil mamah lagi di servis,'

"Kenan di rumah sakit mah,"

'siapa yang sakit?'

"Ayana,"

Sambungan telepon terputus begitu saja oleh mamah Kenan.

Kenan berdecak kesal, setelah itu ia menoleh ke Ayana yang saat ini sudah membuka matanya.

"Ay lo fine?" Tanyanya.

Ayana menganggukkan kepalanya. Ia buru-buru mencabut infusan yang ada di tangannya. Kenan terkejut melihat tindakan Ayana.

"Lo gila Ay!" sentaknya.

"Gue mau pulang," gumam Ayana.

"Lo masih lemah," hal berikutnya Kenan memencet tombol yang ada di dekat brankar Ayana, setelah itu datanglah seorang suster.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya sopan.

"Sus tolong perbaiki infusan teman saya," pintah Kenan.

Suster tersebut menganggukkan kepalanya, ia mendekati Ayana dan melaksanakan tugasnya. "lain kali jangan asal lepas aja ya, soalnya bahaya," ujarnya sopan.
-
-
-
-
-
"Indah banget ya?"

Andito menganggukkan kepalanya, ia saat ini sedang mendorong kursi roda yang di duduki Rini, mereka berada di taman dekat rumah Rini.

"Gue nggak tau sampai kapan gue bisa ngelihat indahnya taman ini," lirih Rini.

Andito menghentikan kursi roda yang didorong nya, ia beralih ke depan dan berjongkok di depan Rini yang duduk di kursi roda. "Jangan ngomong gitu ya, lo pasti sembuh, gue bakalan cariin donor ginjal buat lo," ujarnya.

"Kalau tidak ada jangan dipaksa Dit," ujar Rini.

"Gue bakal berjuang, sudah cukup dulu gue kehilangan lo," dulu Andito begitu mencintai Rini saat dirinya kelas 1 SMA namun baru juga dua tahun Rini bersekolah dirinya harus kehilangan Rini karena Rini pindah keluar negeri, awalnya dia tidak tau alasannya kenapa, namun seiring berjalannya waktu ia tau alasan Rini pindah keluar negeri karena Rini harus melakukan pengobatan disana.

"Lo masih sama kaya dulu Dit, nggak berubah," ujar Rini sambil tersenyum.

"Gue yang sekarang dan dulu masih sama Rin, masih tetap jadi pangeran buat lo," ujar Andito.

Rini terkekeh. "Nggak mungkin cowok se famous lo nggak punya cewek,"

"Hati gue udah terkunci saat lo pergi begitu saja,"

Rini menundukkan kepalanya. "Gue minta maaf ya Dit."

Andito mengulas senyum manisnya, ia pun mengelus puncak kepala Rini. "Nggak ada yang salah, tuhan memisahkan kita untuk dipertemukan kembali,"

"Iya tapi dengan keadaan gue yang sekarang, semoga tuhan benar-benar menyatukan kita ya Dit,"

Andito meneteskan air matanya. "Lo harus sembuh, oke?" Rini menganggukkan kepalanya.

Hay Hay Hay semoga like yaa sama cerita yang aku buat, dan semuanya murni hasil pemikiran saya sendiri, tanpa menjiplak karya siapapun 🤗

Setetes Kebahagiaan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang