013

46 10 0
                                    

"gue capek, lo lihat sendiri kan, udah hampir setahun gue ngejalanin cuci darah, nyatanya nggak ada yang berubah," ujar Rini.

Andito terus mendorong kursi roda yang di duduki Rini, setelah selesai melakukan cuci darah, Andito hendak mengantar Rini pulang menggunakan mobilnya. "Semangat dong, sampai lo benar-benar pulih, emang lo nggak kasian sama nyokap lo? Kalau lo pergi siapa yang nemenin dia dan jagain dia?"

"Tapi nyatanya selama ini nyokap gue yang jagain gue, bukan gue yang jagain dia," Rini tersenyum getir.

"Lo nggak mau kan lihat nyokap lo sedih?" Tanya Andito.

Rini menggelengkan kepalanya. "Kesembuhan lo itu, kebahagiaan buat nyokap lo, dan buat gue juga." ujar Andito.
-
-
-
-
-
"Sudah mah kasihan Ayana,"

Sedari tadi Kayla terus saja berusaha untuk menghentikan aksi Prita yang sedang menyiram tubuh Ayana dengan air dingin di kamar mandi.

Bibir Ayana sudah pucat dan kulit putihnya berubah menjadi putih pucat, bahkan untuk menangis saja suara Ayana sudah tertahan akibat dinginnya air yang membasahi tubuhnya.

"Diam Kayla, ini tuh hukuman buat anak yang nggak tau diri, udah tau sekolah bodoh, pake acara bolos lagi, dasar nggak tahu malu! Dikiranya biaya sekolah dia murah gitu!" Ujar Prita tangannya tak henti-hentinya menyiram tubuh Ayana dengan air dingin.

"Ayana capek mah," lirih Ayana, penglihatannya mulai buram dan kepalanya pusing, tubuhnya pun ambruk begitu saja.

Kayla hendak menolong Ayana, namun Prita segera menarik tangan Kayla untuk keluar dari kamar mandi tersebut.

"Mah Ayana sudah pingsan, aku mau bantu dia angkat ke kasur, dia kedinginan mah," ujar Kayla.

"Udah biarin saja, lebih baik kamu belajar buat olimpiade kamu,"

Dengan terpaksa Kayla pun menuruti perintah Prita, keduanya pun keluar dari kamar Ayana, dan membiarkan Ayana pingsan di kamar mandi.
-
-
-
-
-
Kenan memarkirkan motornya dihalaman rumah Ayana. Ia berniat untuk menemui Ayana.

Kenan mulai memencet bel rumah Ayana. "Permisi assalamualaikum," ujarnya.

Pintu itu pun terbuka dan menampilkan seorang wanita dewasa, yang Kenan yakini ialah ibu dari Ayana, karena matanya yang begitu mirip.

"Cari siapa?" Tanya Prita to the point.

"Ayana nya ada tan?"

"Nggak ada, lebih baik kamu pergi dan nggak usah cari Ayana lagi,"

"Loh tan Ayana kemana? Tadi pagi di sekolah tidak ada, Tante tidak khawatir gitu?"

"Bukan urusan kamu, saya bilang lebih baik kamu pergi!"

"Tapi tan--"

"Pergi! Atau saya telpon security kompleks!"

Karena tidak mau berdebat, akhirnya Kenan pun pergi meninggalkan rumah Ayana.
-
-
-
-
-
"Apakah kamu yakin dengan keputusan kamu Andito?" Tanya Dira. Tadi Andito bercerita ke dirinya bahwa putranya itu akan menjaga jarak dahulu dari Ayana, agar putranya bisa lebih fokus untuk menjaga sahabat SMA nya itu.

"Rini sakit parah bun, dia butuh seorang teman untuk menyemangati hidupnya, sementara Ayana dia baik-baik aja bun,"

"Tapi tidak dengan batinnya Andito, bukannya kamu mengetahui sendiri kalau Ayana sering mendapatkan kekerasan fisik oleh ibunya?"

Andito menundukkan kepalanya. Kemudian dia membuang nafasnya pelan."Ayana itu gadis kuat, Andito percaya kalau Ayana bisa selesaikan masalah keluarganya sendiri,"

"Ayana hanya berpura-pura kuat Andito,"

"Bunda.. Andito itu kenal Ayana sudah lama dibanding bunda, jadi Andito lebih tahu tentang Ayana,"

Dira menghela nafasnya pelan. "Yaudah kalau itu sudah jadi keputusan kamu, bunda harap kamu jangan nyesal nantinya," Dira bangkit dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan Andito.

"Gue harap ini yang terbaik buat gue, Rini, dan Ayana, gue percaya Ayana bisa selesaikan masalahnya tanpa gue," Andito mencoba meyakinkan dirinya, katakan bahwa dirinya memang egois, ia hanya ingin membantu sahabatnya yang sedang berjuang agar tetap hidup, namun ia juga melupakan sahabatnya juga yang sedang bertahan hidup di lingkungan yang keras.

Hay Hay Hay semoga like yaa sama cerita yang aku buat, dan semuanya murni hasil pemikiran saya sendiri, tanpa menjiplak karya siapapun 🤗

Setetes Kebahagiaan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang