012

41 11 1
                                    

"Kak?" Andito tersenyum melihat Ayana yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya.

"Apa kabar Ay? Sorry ya Ay akhir-akhir ini gue nggak bisa selalu ada buat lo, soalnya gue lagi sibuk banget,"

"Gue baik ko kak, kalau boleh tau lo kemana aja selama ini kak?" Tanyanya.

"Gue lagi menemani seseorang buat berjuang demi hidupnya,"

"Maksudnya?"

"Ceritanya panjang Ay, maaf ya Ay sepertinya untuk saat ini gue nggak bisa selalu berada di dekat lo, kita jaga jarak dulu,"

"Maksudnya Kakak apa bilang gitu, Kakak mau pergi?" Tanya Ayana.

"Sorry Ay, ada seseorang yang harus gue temenin sampai dia benar-benar pulih,"

Mata Ayana mulai berkaca-kaca. "Kak, kenapa? Apa lo udah capek mendengar cerita permasalahan dari diri gue?"

Andito menggelengkan kepalanya. "Bukan gitu Ay, cuman akhir-akhir ini gue lagi fokus ke yang lain dulu, jadi gue nggak ngejamin kalau gue bakalan selalu ada buat lo," ujar Andito.

Ayana tersenyum getir. "Lo jahat kak, gue pikir gue penting buat lo, tapi nyatanya..." Ayana tidak mampu untuk melanjutkan ucapannya, karena isakan tangisnya.

"Lo wanita tangguh Ay, gue yakin lo bisa ngelewatin semuanya tanpa adanya diri gue," ujar Andito.

Andito hendak memeluk Ayana, namun dengan cepat Ayana mendorong tubuh Andito.

"Iya gue pasti bisa tanpa lo, puas kan lo?!" Ayana pun pergi memasuki taksi yang tadi di pesannya.

Andito menundukkan kepalanya. "Sorry Ay, gue nggak mau jika harus kehilangan Rini, kalau semuanya kembali membaik, gue bakal temuin lo lagi," ujarnya.
-
-
-
-
-
"Ini gimana kita mau latihan Ayana aja nggak ada," ujar Nino.

"Emang Ayana nggak ada hubungin lo gitu, kalau hari ini dia nggak masuk?" Tanya Kenan.

Sesil menggelengkan kepalanya. "Ponselnya nggak aktif, gue udah berkali-kali telpon dia,"

"Gue takut terjadi sesuatu," gumam Kenan.

"Lo suka sama dia ya?" Tanya Nino.

Kenan berdecak kesal. "Bukan urusan lo,"

"Yaelah Bambang esmosi mulu dah,"

"Yaudah kita latihan bertiga dulu aja," ujar Reza.

Kenan dan Nino kompak menganggukkan kepalanya.
-
-
-
-
-
"Pah... Ayana capek," lirih Ayana, saat ini ia sedang berada di makam papahnya.

"Satu persatu orang yang berharga dalam hidup Ayana telah pergi pah, Ayana boleh nyerah nggak pah? Papah bersedia jemput Ayana?" Ayana terus saja mengeluarkan isak tangisnya.

"Semangat dong massa gitu doang nyerah sih,"

Ayana berdiri dan menatap seorang perempuan yang duduk di kursi rodanya. "Kakak.."

Perempuan tersebut mengulurkan tangannya. "aku Rini," Rini membaca nametag yang ada di saku seragam Ayana. "Ayana, nggak boleh nyerah," ujarnya.

Ayana tersenyum simpul. "Kakak sama siapa disini?" Tanya Ayana.

"Sama teman Kakak, dia lagi ngelayat di makam papahnya, karena aku jenuh, jadi aku mutusin buat keliling di sekitar sini, eh ketemu kamu,"

Ayana menganggukkan kepalanya. "Aku kagum dengan Kakak, Kakak hebat Kakak kuat,"

Rini menganggukkan kepalanya. "Kamu juga hebat, kamu kuat, jangan nyerah dalam keadaan apapun ya, buktiin kalau kamu itu bisa melewati semuanya,"

"Rini?!"

"Aku duluan ya," Rini mendorong kursi rodanya menjauhi Ayana, saat mendengar suara seseorang memanggil namanya.

Ayana terdiam saat mendengar suara tak asing yang menembus pendengarannya, namun ia memilih tidak memperdulikannya, ia pun pergi meninggalkan area pemakaman tersebut.

"Kamu darimana?" tanya Andito.

"Aku tadi liat gadis sma, kayaknya banyak banget masalah yang menimpa dia," ujar Rini.

Andito mengulas senyumannya, lantas ia mengelus puncak kepala Rini. "ayok kerumah sakit, hari ini jadwal kamu cuci darah," Rini menganggukkan kepalanya.
-
-
-
-
-
Ayana turun dari taksi dan hendak memasuki rumahnya, namun ia menghentikan langkahnya saat melihat mobil mamahnya yang terpakir di halaman rumahnya.

"Kalau aku masuk ke rumah, pasti bakalan kena marah habis-habisan karena aku bolos sekolah," ujar Ayana.

Hay Hay Hay semoga like yaa sama cerita yang aku buat, dan semuanya murni hasil pemikiran saya sendiri, tanpa menjiplak karya siapapun 🤗

Setetes Kebahagiaan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang