026

44 10 0
                                    

Dua hari setelah kepergian Rini, Ayana datang untuk menemui Andito di rumahnya.

"Sudah dua hari Andito tidak pulang ke rumah sayang, tapi kata Andito dia baik-baik saja," ujar Dira.

Ayana menghembuskan nafasnya. "Ayana merasa bersalah sama kak Andito bun, harusnya Ayana tidak menghindar dari kak Andito,"

Dira mengelus bahu Ayana. "Nggak ada yang salah sayang, semuanya udah berlalu," ujar Dira.

Ceklek

Dira menghampiri Andito, kemudian memeluknya. "Bunda kangen banget sama kamu sayang,"

"Iya bun," Andito membalas pelukan Dira.

"Kak," lirih Ayana.

Dira melepaskan pelukannya, kemudian ia menuntun Andito untuk mendekati Ayana.

"Gue turut berdukacita," ujar Ayana.

Andito tersenyum tipis, Andito pergi begitu saja tanpa menanggapi perkataan Ayana.

"Mungkin Andito lagi capek," ujar Dira yang melihat perubahan wajah Ayana.

Setelah Ayana pamit pulang, Dira pergi menuju kamar Andito.

Ceklek

"Kamu kenapa Andito?" Tanya Dira.

"Keadaan Ayana jauh lebih baik saat Andito menghindari nya bun, Andito tidak mau jadi penghalang kebahagiaan nya, dia berhak bahagia, dan bahagia dia ada pada Kenan, bukan Andito," jawab Andito.

"Tapi kalau kamu menghindar dari Ayana, dia malah berfikir kalau kamu itu membencinya,"

"Mungkin lebih baik seperti itu, aku pantas dibenci bun," lirih andito. Dira tidak tega melihat putranya itu, ia pun memeluk putranya.
-
-
-
-
-
Sorak riuh penonton memenuhi kafe, karena golden boys sedang bernyanyi bersama Ayana, Ayana bernyanyi sendiri sementara Kenan dia memainkan piano Reza dan Nino memainkan drum dan gitar.

"Sepih hatiku disaat sendiri, detik jam dinding yang selalu temani, saat kamu tak ada resah aku sendiri tanpamu.. tanpa kamu..."

"Sedih hatiku mengingat mu pergi, dan rasa pahit yang ku telan sendiri, saat kamu pergi tinggalkan kisah sedih, ku tak mau kehilangan kamu..."

"Cinta janganlah pergi,, sudahi semua kisah yang sedih, aku pasti bisa bahagiakan mu, karna ku tak punya cinta yang lain..."

Setelah selesai bernyanyi Ayana langsung turun dari panggung, ia memilih keluar dari kafe tersebut.

Kenan langsung mengikuti kemana Ayana pergi. Setelah menemukan Ayana yang sedang duduk di kursi taman yang di dekat kafe, Kenan langsung menyusul dan duduk di sebelah Ayana.

"Kalau mau nangis, ya nangis aja Ayana," ujar Kenan saat melihat mata Ayana yang berkaca-kaca.

"Gue kangen kak Andito, seberusaha gimanapun gue menjauhinya, tapi hati gue nggak bisa Ken," lirih Ayana.

Kenan mengepalkan tangannya, jujur ia kesal dengan ucapan Ayana barusan, namun dirinya tidak berhak melarang itu karena ia sadar jika dirinya bukanlah siapa-siapa Ayana, sekuat apapun Kenan mendekati Ayana, rasanya percuma karena yang selalu ada di hati Ayana hanyalah Andito seorang.

Kenan merasakan bahunya yang berat, dan ternyata Ayana sudah menyandarkan kepalanya di bahunya, dengan ragu Kenan mengelus pundak Ayana. "Gue nggak bisa berbuat apa-apa, nangis aja kalau itu yang buat lo tenang," dan pada akhirnya Ayana menangis di sandaran pundak Kenan.

Kenan dan Ayana tidak mengetahui jika Andito melihat mereka.

"Semoga lo bahagia Ayana, gue emang pria brengsek," setelah itu Andito pergi berlalu.
-
-
-
-
-
Ayana turun dari motor Kenan, ia pun melepaskan helm nya dan diberikan ke Kenan.

Kenan mengambil helm tersebut. "Langsung tidur ya Ay, jangan banyak memikirkan hal-hal yang tidak penting," ujar Kenan.

"Iya, lo hati-hati,"

"Kalau ada sesuatu telepon gue," ujar Kenan.

Ayana tersenyum. "Iya bawel,"

Setelah itu Kenan melajukan motornya.

Hay Hay Hay semoga like yaa sama cerita yang aku buat, dan semuanya murni hasil pemikiran saya sendiri, tanpa menjiplak karya siapapun 🤗

Setetes Kebahagiaan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang