10. RUNTUH KEDUA KALINYA 🦖

1.2K 107 32
                                    

________________________________________________________________________________

[PART X]

Sunyi senyap menemani Langit dalam kesendirian. Jantungnya masih bergemuruh bahkan setelah dokter selesai menangani Rellza.

"Tulang pada bahu kanannya retak mungkin terkena benturan atau tertekan oleh tubuhnya saat terjatuh, dan sepertinya jauh sebelum ini bahu kanannya juga pernah cidera jadi bisa dikatakan cidera kali ini cukup parah. Jadi untuk seminggu ini tangan kanannya tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya dan harus melakukan terapi untuk kesembuhannya. Dan untuk luka di kepalanya terdapat gegar otak ringan, namun harus tetap dipantau takut terjadi sesuatu yang tidak diharapkan" itu adalah penjelasan dokter tentang keadaan Rellza kepada Langit.

Kesekian kalinya Langit menghela nafas berat, rasa paniknya tergantikan rasa bersalah saat ia telah menyadari tanpa sadar menganggap Rellza adalah Senja. Namun Langit tidak tahu kepada siapa ia merasa bersalah, kepada Rellza yang tak sengaja ia anggap Senja, atau kepada Senja karena hampir membuka hatinya untuk Rellza.

Selama bermenit-menit Langit hanya diam di samping brankar Rellza mengamati wajah tenang sang adik yang tengah tertidur karena pengaruh obat. Bagaimana mungkin Langit tak menganggap Rellza sebagai Senja, wajahnya benar-benar sama terutama saat tertidur.

Setelah merasa puas memandangi wajah manis sang adik, pandangan Langit beralih kepada tangan adiknya yang telah dipasangkan gips dan arm sling guna menyanggah tangan kanan adiknya. Langit masih teringat jelas suara lirih Rellza saat mengadu rasa sakit bahkan hatinya ikut nyeri jika mengingatnya.

Langit merasa pikirannya semakin kacau, memutuskan beranjak untuk mencari udara segar sembari menenangkan perasaannya. Namun tak lama setelah Langit pergi, Rellza mulai terbangun dari tidurnya.

"Emm.." lenguhan lirih terlepas dari mulut mungil Rellza.

"Sshh" Rellza berdesis saat merasakan nyeri pada tangan kanannya, bahkan matanya saja belum sempurna terbuka.

Mata yang awalnya tertutup mulai terbuka sempurna, memerhatikan keseluruhan ruangan. Ruangan yang didominasikan warna putih ini jelas Rellza sangat mengenalnya.

"Astaga ternyata gue masih hidup.." lirih Rellza terselip nada sesal di dalamnya.

Rellza melirik ke sana kemari, dan akhirnya ia menyadari jika ia sendirian di dalam ruangan ini.

"Apa yang lo harapin sih Za, berharap si manusia rubah itu nemenin lo, genggam tangan lo, mustahil.." gumam Rellza.

Padahal ia sudah berharap ala sinetron atau cerita wattpad, ketika ia bangun ada seseorang yang ia sayangi menunggunya dengan tatapan khawatir sambil menggenggam tangannya erat. Namun semua itu terpatahkan oleh kenyataan yang menamparnya.

"Kangen ayah Vihaan, lama banget sih ah perginya. Katanya cuma seminggu ini mah udah lebih, dasar tukang ingkar janji. Awas aja nanti kalo pulang gue kurung di rumah biar kagak keluar-keluar, liat aja..!!" Saat sakit pun Rellza masih bisa mendumel.

Bermenit-menit berlalu dan Rellza hanya terbengong di kamar rawatnya sendirian. Haus, tapi dia susah mengambil minum. Tubuhnya serasa sakit semua, bahkan kepalanya cenat-cenut sedari tadi.

"Ini gue beneran cuma sendirian ya, si Langit semesta beneran ninggalin gue nih. Kagak ada niatan nemenin gue kek sebentar aja gitu. Cihh .. dasar tukang gamon.."

"Siapa yang tukang gamon?"

"Wehhh Langit bau tanah..!!" Latah Rellza yang terkejut saat Langit tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya tanpa pemberitahuan.

Sandhyā Kelam ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang