11. SEMESTA ITU BAIK 🦖

1K 128 46
                                    


______________________________________________________________________________

[PART XI]

"Ayah .. itu ayah .. di dalam pesawat itu ada ayah .." Rellza sudah meracau, dia dengan memaksakan tangannya untuk mencabut infus yang masih tertancap di punggung tangan kirinya.

"Lo tunggu di-" ucapan Langit terhenti saat melihat Rellza sudah tampak kacau.

"Hei, tenang.." seru Langit memegang kedua pundak Rellza.

"Gimana bisa abang bilang tenang, itu ayah bang, itu ayah.." Rellza sudah mulai histeris.

"Ssttt .. lo masih sakit, biar gue yang mastiin ke bandara, lo tunggu sini.."

Rellza langsung menggelengkan kepalanya cepat.

"Nggak bang, gue mau cari ayah .. gue mau ayah, gue mau ikut.."

"Tapi lo masih sakit.."

"Tapi ayah pasti lebih sakit, gue mau ayah. Kalo lo gak mau sama gue, biar gue pergi sendiri.." Rellza langsung beranjak dari brankarnya.

"Oke-oke .. kita pergi" sebenarnya Langit juga sama kalutnya, ia sangat takut sekarang. Tak bisa ia pungkiri ia hanya mempunyai ayahnya saat ini, semestanya sekarang hanya ayahnya.

Dengan sangat terburu saat sudah sampai di bandara. Langit dan Rellza sama-sama menuju papan digital yang tertuliskan nama penumpang yang akan sampai di bandara ini pukul 10 pagi esok hari dari Belanda dengan maskapai Cathay Pacific.

Dengan sedikit berdesakan, Rellza dan Langit mencari nama ayah mereka dengan harapan tidak ada namanya di sana. Namun harapan itu runtuh seketika ketika mereka membaca satu nama yang sangat mereka kenali.

133. Vihaan Wafi Ravindra

Lutut Langit langsung melemas saat itu juga, dia dengan pelan menarik tangan Rellza untuk keluar dari kerumunan di sana.

"I-itu nama ayah ya, bang?" Tanya Rellza dengan pandangan kosong seakan kehilangan jiwanya.

"Hm, Vihaan Wafi Ravindra itu nama ayah.." lirih Langit dengan air mata yang tak bisa ia tahan lagi.

Sungguh Langit berharap jika ini adalah mimpi. Mimpi buruk di sela tidurnya, ia ingin bangun secepat mungkin. Sekarang Langit tidak tahu harus berekspresi seperti apa, dia benar-benar syok akan apa yang terjadi hari ini. Bahkan sekarang ia sudah terduduk di lantai bandara tanpa peduli banyak orang berlalu lalang.

"I-ini mimpi kan, ayah gak mungkin pergi dengan cara kayak gini kan?" Gumam Langit entah kepada siapa.

Rellza langsung menoleh ke arah Langit saat mendengar gumaman lirih dari sang kakak.

"Abang.." Rellza mungkin cukup hancur kehilangan Vihaan, namun ia sadar jika Langit pasti lebih hancur darinya.

Perlahan tangan kiri Rellza berusaha menarik Langit untuk masuk ke pelukannya.

"Bilang ke gue kalo ini mimpi, ayah gak mungkin pergi. Dia udah janji bakal pulang, lo denger sendiri kan ayah janji besok pagi bakal sampe sini. Iya kan?" Racau Langit di dalam pelukan Rellza. Rellza yang sudah menangis hanya mengusap pelan punggung sang kakak dengan tangan kirinya.

"Ayah gak mungkin ingkar janji, dia gak pernah ingkar janji.." lirih Langit langit membalas pelukan Rellza. Ia peluk erat Rellza guna menumpahkan rasa sedihnya.

Rellza yang merasa sakit saat tangan kanannya tertekan tak ia pedulikan, ia hanya peduli akan perasaan Langit saat ini.

"Abang.."

Sandhyā Kelam ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang