27. PERMINTAAN RELLZA 🦖

844 107 20
                                    

________________________________________________________________________________

[PART XXVII]

Setelah puas bermain bersama Tama, Rellza langsung memacu kuda besinya untuk pulang ke rumah, dia sudah tidak sabar bertemu sang kakak untuk menghibur hati kakaknya yang ia yakini sedang bersedih. Sesampainya di rumah, Rellza langsung berlari secepat mungkin untuk memasuki rumahnya.

"Abang.." mata Rellza berkaca kembali saat melihat kakaknya sedang duduk manis di ruang keluarga sambil menonton televisi.

Rellza dengan dramatis menjatuhkan tasnya yang sedari tadi ia pegang. Ia langsung berlari menuju kakaknya dan menubrukkan tubuhnya guna memeluk sang kakak. Tentu hal itu membuat Langit terkaget-kaget karena perlakuan sang adik.

"Abang.." lirih Rellza yang sudah memeluk sang kakak dengan erat.

"Eh kenapa adek, kenapa datang-datang langsung meluk abang?" Tanya Langit yang sekarang sedang mengusap pelan rambut dan punggung adiknya.

"Abang Langit.." Rellza hanya mampu menggumamkan nama kakaknya dengan lirih dan bergetar, entah kenapa ia sangat ingin menangis membayangkan hal yang baru terjadi.

"Eh, adek nangis ya?" Langit seketika panik saat merasakan tubuh adiknya bergetar dan mendengar isakan lirih dari sang adik.

Dengan kuat Langit melepaskan pelukannya dan langsung menangkup wajah gembil adiknya, bisa ia lihat wajah sang adik yang sudah penuh air mata.

"Adek kenapa, kenapa nangis? Ada yang nakalin kamu ya, ada yang gangguin kamu, hm? Bilang sini sama abang, biar abang marahi orangnya, abang mutilasi dia" jelas saja Langit cemas bercampur khawatir mendapati adiknya baru pulang dan menangis tersedu seperti ini.

"Abang~" rengek Rellza menangkup wajah sang kakak. Rellza sangat khawatir dengan keadaan kakaknya, bagaimana jika kakaknya ini terlampau sedih karena patah hati lalu malah bunuh diri, ia sangat takut akan hal itu.

"Huwaaaa abang..." Rellza malah mengeraskan tangisannya yang membuat Langit semakin panik.

"Adek sstt jangan nangis dong, abang ikutan sedih nih.." Langit berusaha menampakkan wajah sedihnya agar adiknya bisa berhenti menangis. Dan ya berhasil, Rellza langsung diam dan melipat kedua bibirnya ke dalam berusaha menghentikan tangisannya. Walau pada akhirnya tubuhnya terhentak sedikit guna menahan isakannya.

"Gitu dong, tenangin dulu perasaannya terus cerita ke abang ya adek kenapa, oke.." ucap Langit mengusap pelan dada sang adik. Rellza hanya mengangguk menjawab ucapan sang kakak.

"Abang gak suka liat adek nangis, abang ikutan sedih jadinya.." gumam Langit lalu mencium kening sang adik dan kembali memasukkan Rellza ke dalam pelukannya.

Berkali-kali Langit mencium puncak kepala Rellza, dan mengelus kepala dan punggung sang adik agar adiknya ini lebih tenang. Namun tetap saja masih terdengar isakan lirih dari adiknya, membuat Langit menghela nafas karena ia sendiri tidak tahu apa penyebab adiknya seperti ini.

"Loh adek kenapa, Langit?" Tiba-tiba sang ayah menghampiri kedua anaknya yang sedang berpelukan di ruang keluarga.

"Gak tahu ayah, datang-datang udah begini bentukannya.." jawab Langit sambil memperhatikan sang ayah dan sekarang duduk di sebelahnya.

Sandhyā Kelam ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang