31. JANJI 🦖

888 104 34
                                    

________________________________________________________________________________

[PART XXXI]

Kepemilikan itu adalah definisi sebuah rasa yang semu, karena sejatinya semua yang ada di bumi ini hanyalah titipan. Apapun yang dititip pasti akan dikembalikan, dengan ikhlas atau dengan keterpaksaan. Dan pada akhirnya sesuatu yang dikembalikan itu akan meninggalkan rasa yang begitu nyata yaitu, kehilangan.

"Ayah.." gumam Rellza yang sedari tadi memeluk erat ayahnya dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir membasahi pipinya yang sudah memerah.

"Sstt .. abang pasti baik-baik aja, kamu jangan khawatir" ujar Vihaan berusaha menenangkan sang anak walau sebenarnya ia pun tidak tenang.

Putra sulungnya tiba-tiba tidak sadarkan diri dan langsung dilarikan ke IGD dengan keadaannya yang sudah cukup kritis. Vihaan dalam hati tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri karena lalai dalam menjaga si sulung. Bagaimana bisa ia tidak memperhatikan putra sulungnya akhir-akhir ini.

Tak lama dokter Juno keluar setelah memberikan penanganan kepada Langit.

"Jun.."

"Kak, kita perlu bicara" ucap Juno tanpa basa basi.

"Di sini aja bicaranya, Rellza juga mau denger.." Rellza langsung menarik tangan Juno saat melihat keduanya akan pergi.

"Rellza jaga abangnya dulu ya, biar papa bicara sebentar sama ayah, ya nak.." ucap Juno dengan lembut sambil mengusap pelan rambut anak dari sahabatnya ini. Namun Rellza menggeleng, pertanda ia juga ingin tahu keadaan kakaknya.

"Adek, tolong ya. Nanti bakal ayah kasih tau kok" jika Vihaan sudah berbicara mau tidak mau pasti Rellza akan menurut. Dan benar saja Rellza hanya mengangguk dan membiarkan keduanya pergi.

"Keadaan Langit sudah cukup parah, kak. Aku yakin Langit juga sudah sangat kesusahan saat melakukan pembuangan, namun dia tidak mengatakannya. Karena saat ini fungsi ginjalnya hanya 30%" jelas Juni membuka membicaraan setelah keduanya sampai di ruangannya.

"Jun, sudah separah itu?"

"Apa yang bisa diharapkan kak? Langit sudah satu tahun sakit ini, bahkan aku masih bersyukur jika Langit masih bisa bertahan hingga sekarang"

"Lalu, apa yang bisa kita lakukan?"

"Tidak ada, pengobatan dan perawatan hanya bisa memperlambat sakitnya. Jalan satu-satunya hanya donor ginjal, dan itu akan lebih sulit karena surat pernyataan Langit tempo lalu"

Vihaan mengusap wajahnya, mengetahui jika anaknya sekarat membuatnya frustasi.

"Untuk sekarang Langit akan dirawat terlebih dulu dan kita juga sudah memasang keteter untuk pembuangan airnya"

"Terima kasih, kumohon lakukan yang terbaik, Jun"

"Pasti kak, jangan khawatir"

▪️▪️▪️

Di lain tempat, Rellza sedang memandangi wajah kakaknya yang sangat pucat itu tampak tenang dalam tidurnya. Ia genggam tangan sang kakak erat seakan menyalurkan emosi ketakutannya. Kejadian ini jelas sekali membuka luka lama Rellza, masih basah diingatannya saat ayah Archenya tidak sadarkan diri juga dan dilarikan ke rumah sakit. Rasa ketakutan dan khawatir yang sama, membuat Rellza tidak tenang.

"Abang, jangan kayak ayah Arche ya.." gumam Rellza yang tidak mengalihkan pandangan dari wajah teduh sang kakak.

"Kalo dulu Rellza gak bisa buat apa-apa buat nolong ayah Arche, tapi kali ini Rellza pastiin bakal ngelakuin apapun buat bantu sembuhin abang, Rellza gak mau abang sakit lebih lama. Bisa gak sih sakitnya kasih ke Rellza aja, Rellza kuat kok. Rellza yakin bisa ngelawan sakitnya, jadi Abang, sakitnya kesiniin aja, kasih ke Rellza sini.." Rellza mulai terisak pelan, padahal baru tadi mereka bercanda, baru tadi ia melihat tawa sang kakak namun kenapa sekarang kakaknya terkulai lemas seperti ini.

Sandhyā Kelam ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang