07. PELUKAN ABANG 🦖

1K 127 28
                                    

________________________________________________________________________________

[PART VII]

Kehidupan itu kejam, tak peduli jika kita merasa sedih, sakit dan kecewa namun kehidupan tetap berjalan sebagai mana mestinya tanpa ada keinginan untuk menghibur.

Sejak beranjak dari makam sang adik, Langit merasa tubuhnya mulai tidak baik. Hidup dengan satu ginjal membuat Langit rentan jatuh sakit. Terlebih jika suasana hatinya sedang tidak baik, atau karena banyak pikiran negatif. Beberapa waktu ini Langit memang tidak dalam pola hidup sehat, makan tidak teratur, sedikit minum air mineral bahkan istirahatnya pun sedikit terganggu.

Langit merasa suhu tubuhnya mulai tinggi, kepalanya pusing bahkan perutnya perih dan mual. Untung saja ia bisa mengemudikan mobilnya hingga sampai ke rumah tanpa terjadi apapun. Setelah keluar dari mobil secepatnya Langit membuka pintu rumahnya berharap ia bisa beristirahat saat ini juga.

Dengan terhuyung Langit masuk ke dalam rumah membuat Rellza yang melihatnya sedikit panik.

"Oh .. Abang Langit..!!???" Teriak Rellza langsung beranjak untuk mendekati Langit yang limbung hampir jatuh menghantam lantai.

"Abang kenapa?" Tanya Rellza yang sudah memapah Langit.

Bisa Rellza lihat Langit begitu lemas, bahkan kesadarannya mulai menipis. Dengan sedikit panik dan bingung Rellza membantu Langit untuk ke kamar, ia memilih membawa Langit ke kamar ayahnya yang di lantai bawah karena Rellza tidak yakin bisa membawa Langit ke kamar mereka di lantai dua.

Setelah membaringkan Langit di kasur, Rellza pun membuka sepatu serta kaos kaki Langit, ia juga membantu membuka dasi yang melilit di leher sang Abang.

Secepat mungkin Rellza mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk Langit. Ia membawa baskom kecil berisi air dan handuk untuk mengompres Langit karena ia merasa jika abangnya ini demam.

"Walaupun gue gak suka lo, tapi gue lebih gak suka kalo lo sakit.." gumam Rellza sembari mengusap keringat dingin Langit yang membasahi tubuhnya abangnya ini.

Rellza sudah menghubungi Arjun, ia tidak tahu dokter pribadi ayah dan abangnya ini. Jadi yang terpikirkan dalam otaknya hanya Arjun, karena dulu pun Arjun adalah sahabat sekaligus dokter pribadi keluarga ayah Archenya.

"Tekanan darahnya cukup tinggi, mungkin juga ada gangguan di organ pencernaannya tapi karena om cuma bisa periksa dari luar kayak gini jadi belum bisa dipastikan. Kalau keadaannya semakin buruk lebih baik di bawa ke rumah sakit" ucap Arjun setelah memeriksa keadaan Langit dan memberi resep obat kepada Rellza serta memberikan infusan kepada Langit.

"Makasih om.."

"Sama-sama, oh ya ayahmu mana?" Tanya Arjun yang tidak mendapati Vihaan di rumah.

"Ayah lagi ada urusan di Belanda, jadi cuma ada Rellza sama bang Langit di rumah"

"Oh begitu, ya sudah kamu bisa kan jaga abangmu sendirian? Om masih harus ke rumah sakit lagi"

"Bisa kok om, om tenang aja.."

"Ya udah om pergi ya.." Arjun pamit setelah mencium kening dan memeluk Rellza sekilas.

"Hati-hati om.."

"Iya.."

Setelah Arjun pergi, Rellza pergi sebentar ke apotek yang buka 24 jam untuk menebus obat abangnya. Hanya butuh waktu 10 menit ia sudah kembali lagi ke rumah. Bisa ia lihat Langit masih tidur dengan infus yang sudah tertancap di punggung tangan kirinya.

Sandhyā Kelam ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang