16. TAMARIN MANIS 🦖

903 119 38
                                    

________________________________________________________________________________

[PART XVI]


"Gue udah muak, lo sekarang udah sembuh kan? Jadi tanggung jawab gue juga udah selesai. Jangan deketin gue lagi, kita kembali ke awal karena gimana pun gue bukan abang lo dan lo bukan adek gue dan gak akan pernah berubah.."

"Ma-maksudnya?" Gumam Rellza pelan.

"Gue memperlakukan lo dengan baik itu cuma sekedar balas budi karena lo pernah ngerawat gue waktu sakit. Gue juga ngerasa bertanggung jawab lo sakit kemaren secara gak langsung karena gue. Tapi sekarang lo udah sehat, tangan lo udah baik-baik aja jadi anggap tanggung jawab gue juga udah selesai. Kita impas, gak ada utang budi lagi" jelas Langit yang membuat Rellza melemas.

"Ja-jadi maksudnya selama ini..." Sedetik kemudian mata bulatnya melebar seakan mengerti sikap manis sang kakak selama ini.

"Iya, gue gak pernah tulus baik sama lo dan gak akan pernah bisa. Bahan selama gue berbaik hati kemarin, gue anggap itu Senja bukan lo. Lo gak pernah terlihat di mata gue. Jadi, jangan berharap apapun lagi sama gue" tegas Langit.

Mata Rellza serasa memanas mendengar penjelasan yang cukup menyakitkan dari Langit. Dia tidak menyangka kakak yang sudah menjadi kesayangannya ini kembali menorehkan luka di hati mungilnya.

"Ya udah sih, ngomongnya biasa aja gak usah pakek otot, gak usah melotot, jangan ngotot..!!" Bukan Rellza namanya jika menunjukkan kelemahan di depan lawannya.

"Toh gue juga udah kebal dengan sikap kasar tak berperikerellzaan dari lo, gak usah berubah juga gak papa gue gak butuh sikap manis lo. Bye..!!" Sebelum keluar Rellza menendang sedikit meja belajar Langit dan membanting pintu kamar, mengutarakan kekesalannya.

Langit hanya terdiam di tempat tak menyangka jika reaksi ini yang ia dapatkan. Ia kira anak yang sudah mulai manja kepadanya itu akan menangis sesegukan di hadapannya namun nyatanya tidak. Entah kenapa hal itu membuat Langit merasa kesal, dia pun tak tahu alasannya.

Sedangkan Rellza yang sudah keluar tak henti-hentinya ia misuh-misuh mengumpati sang kakak angkat yang ternyata masih menjadi iblis berbibir bebek.

"Dasar Langit jelek kurang polesan, dengan teganya kau menyakiti hati mungilku. Di sini cuma ayah Vihaan yang baik, gue cuma percaya ayah Vihaan. Gue gak mau lagi percaya sama si Langit gila itu. Dia adalah contoh nyata iblis berwajah malaikat, kemarin aja manis banget kayak gula jawa dikasih sarimanis sekilo sekarang udah kayak bisa ular, mematikan..!! Dasar Senja, abang lo bikin gue sakit hati, mohon maap lah ya kalo nanti gue penggal tuh kepala abang lo sebagai balas dendam..!!" Itu adalah racauan Rellza sepanjang jalan menuju kamar ayahnya.

Brak..!!

"Ayah huweee..!!!!" Rellza dengan tidak santainya membuka kamar sang ayah.

"Hei, udah pulang sayang?" Sapa Vihaan yang sedang melipat beberapa pakaiannya yang sehabis dicuci.

"Ayaahh..." Rengek Rellza mendekati sang ayah.

"Ayah di sini sayang, adek kenapa?" Tanya Vihaan namun masih fokus pada kegiatannya.

Rellza perlahan duduk di pinggiran kasur dan menghadap ke arah ayahnya. Ia pandangi wajah teduh sang ayah yang menenangkan, sekilas membayangkan bagaimana jika sang ayah juga tidak tulus terhadapnya, bagaimana jika ayahnya juga menyayanginya sebagai Senja bukan Rellza. Pikiran-pikrian negatif seakan memenuhi otaknya.

Merasa anaknya masih terus diam, Vihaan pun mengangkat wajahnya guna menatap sang putra bungsu.

"Hei, adek kenapa?" Tanya Vihaan lagi saat melihat sang anak menatapnya lamat-lamat.

Sandhyā Kelam ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang