28. PERKARA MERAJUK 🦖

824 121 41
                                    

________________________________________________________________________________

[PART XXVIII]

"Ayah, odolnya abis.." ucap Rellza menunjukkan kemasan odol sudah tidak ada isinya lagi.

"Ya udah bentar, ayah ambil ke bawah dulu, adek mandi aja dulu gosok giginya nanti aja.." balas Vihaan yang sedang memilih baju ganti untuk anaknya.

Rellza memang memiliki kebiasaan mandi bersamaan dengan gosok gigi agar selesai mandi ia merasa bersih secara keseluruhan.

"Okee"

Setelahnya Vihaan keluar dari kamar Rellza, dan Rellza bersiap akan mandi sembari menunggu air hangatnya siap. Namun tiba-tiba ia mendengar derap kaki yang menaiki tangga dan melewati kamarnya seperti terburu-buru. Dan ia teringat jika kamar sang kakak ada di sebelah kamarnya. Rellza pun secepat mungkin keluar dari kamar guna melihat apa yang terjadi.

Saat akan menuruni tangga ia melihat kakaknya bersandar lemah di tubuh sang ayah di tempat tadi kakaknya duduk. Ayahnya pun tampak panik sambil membantu sang kakak meminum sebuah obat yang Rellza sendiri tidak tahu itu obat apa. Rellza hanya terfokus kepada kakaknya yang tampak sangat kesakitan sambil mencengkram kuat perut kanannya.

Setelah selesai meminum obatnya, Rellza bisa melihat jika ayahnya memeluk erat tubuh sang kakak. Rellza menjadi menduga jika sang ayah sudah mengetahui apa yang terjadi kepada kakaknya.

"Abang kenapa?" Gumamnya sambil mengepalkan tangannya, kenapa tidak ada yang memberitahu jika kakaknya sakit. Ia yakin juga ini bukan hanya sakit sepele, karena ayahnya tampak sangat panik tadi.

Melihat ayah yang sudah akan membantu sang kakak beranjak, Rellza pun secepatnya berbalik dan memasuki kamarnya kembali.

"Ayah, adek?" lirih Langit yang sudah sampai di kamar dengan bantuan sang ayah.

"Adek di kamar, lagi mandi mungkin" jawab sang ayah yang membantu anaknya agar berbaring lebih nyaman.

"Jangan bilang adek ya ayah.." pinta Langit sambil menatap dalam mata sang ayah.

"Kenapa memangnya? Nanti dia marah loh kamu main rahasia begini.."

"Biar Langit yang ngomong, tapi selagi dia gak tanya jangan ayah bilang ya. Langit gak mau dia sedih nantinya.."

"Ya udah iya, tapi jangan sampe dia makin sedih karena kamu ngerahasiain ini dari dia ya.."

Langit hanya mengangguk pelan guna menjawab ucapan sang ayah.

"Ya udah kamu istirahat, nanti makan malamnya ayah antar aja ke kamar.." ucap ayah Vihaan sambil mengusap keringat di kening Langit.

"Gak perlu ayah, nanti Rellza curiga. Ini udah biasa, istirahat bentar udah baikkan kok" tolak Langit secara halus kepada ayahnya.

"Kamu sering kambuh kayak gini ya?" Tanya ayah Vihaan sambil menggenggam tangan Langit.

"Nggak sering kok, kalo dia berulah aja.." jawab Langit sambil menyentuh perut kanannya.

"Mulai sekarang kalo rasa ada yang sakit langsung bilang ayah ya, jangan dipendam sendiri, ayah gak bisa liat kamu kesakitan kayak tadi, nak.." ucap Vihaan dengan lembut sesekali menciumi punggung tangan anaknya yang ia genggam.

"Iya ayah, Langit janji.."

"Ya udah ayah tinggal ya, takut Rellza nyariin.." ayah Vihaan pun mencium kening Langit dan berlalu keluar dari kamar untuk kembali mengambil sesuatu yang sempat terlupakan tadi.

Langit yang ditinggal sang ayah pun hanya berbaring dengan tatapan kosong, tiba-tiba ia sangat takut meninggalkan ayah dan adiknya. Langit jadi berpikir apakah ini yang pernah dirasakan Senja saat sakit. Senja takut meninggalkan dirinya dan ayah, namun tetap saja adik manisnya itu pergi.

Sandhyā Kelam ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang