23. BALADA BERSAMA LANGIT 🦖

1K 108 60
                                    

________________________________________________________________________________

[PART XXIII]

Keadaan tubuh Rellza sudah sangat baik, seluruh tubuhnya sudah bisa ia gerakan tanpa ada rasa kaku. Semakin membuatnya gencar untuk meminta pulang. Seharusnya hari ini dia bisa pulang namun karena tekanan darahnya menurun kembali, alhasil ia harus menginap sehari lagi di rumah sehat ini.

"Eh, lo mau ngapain?" Seru Rellza yang melihat Langit ingin menaiki brankarnya.

"Menurut kamu? Ya tidur lah" jawab Langit dengan santai.

Malam ini Langit kembali menemani Rellza tersebab ayahnya yang harus pulang karena urusan pekerjaan. Dan Langit sudah pulang kemarin, jadi sekarang giliran sang ayah untuk pulang.

"Ya ngapain tidur di sini, biasanya juga di sofa, kan?"

"Dingin dek di luar mendung berangin lagi, selimut kan dibawa ayah tadi" jawab Langit mencoba memelas karena di luar memang sangat dingin.

"Ya lo sendiri tadi kenapa gak bawa selimut?"

"Namanya lupa"

"Gak ada gak ada, sana ih di sofa aja gue gak mau tidur sama lo, lo bau kemenyan..!!" Rellza mendorong Langit untuk segera menjauh darinya.

"Mending bau kemenyan daripada bau tanah" jawab Langit sambil berusaha untuk tetap menaiki brankar Rellza.

"Apa sih, kagak nyambung" pergulatan pun terjadi, Rellza dengan tenaga full power tak sengaja menendang perut kanan Langit yang membuat Langit termundur beberapa langkah menjauh dari brankar.

"Akhh.." pekikan tertahan pun terlepas dari Langit sambil memegangi perut kanannya.

Rellza pun cukup tersentak dengan apa yang ia lakukan, sungguh dia tidak sengaja.

"Ma-maaf" cicit Rellza yang sedikit merasa bersalah melihat kakaknya yang seperti kesakitan.

"Kamu ya kayaknya memang beneran udah bisa pulang deh, tenaganya udah balik kayak reog" setelah menetralkan rasa sakitnya, Langit pun akhirnya berjalan ke arah sofa untuk membaringkan tubuhnya. Ia sudah tidak berminat berebut tempat tidur, karena bisa saja tubuhnya babak belur nantinya.

"Gak usah lebay, gitu aja kesakitan" ucap Rellza masih dengan nada sinisnya walau dalam hatinya terselip rasa khawatir.

Pasalnya sang kakak langsung berbaring terlentang di sofa, terlihat memejamkan matanya dan terus memegangi perut kanannya, keningnya berkerut samar dan beberapa titik keringat dingin di keningnya membuat Rellza yakin bahwa kakaknya pasti kesakitan.

"Kalo abang besok gak bangun lagi, jangan nangis ya" ucap Langit tanpa membuka matanya.

"Gak lucu..!!" Setelah mengucapkan itu Rellza langsung kembali berbaring membelakangi sang kakak dan menutupi tubuhnya dengan selimut bersiap untuk tidur tak peduli jika hatinya sedikit tidak tenang sekarang ini.

Langit hanya terkekeh mendengar nada kesal dari adiknya. Ia pun berusaha untuk tidur agar rasa sakit di perutnya menghilang.

▪️▪️▪️

Hembusan angin malam tak menyurutkan emosi Vihaan malam ini. Ia memilih untuk menatap langit malam yang gelap tanpa adanya taburan bintang. Sudah kesekian kalinya Vihaan menghela nafas pelan. Terlihat tangan kanannya menggenggam sebuah kertas keterangan yang membuat hatinya berdesir tak nyaman.

Ada rasa takut dan kecewa dalam benaknya, merasa jika ia bukanlah orang tua yang baik hingga salah satu putranya dengan mudah membohonginya. Menyembunyikan fakta yang seharusnya ia ketahui sejak awal.

Sandhyā Kelam ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang