37. KENYATAAN 🦖

968 113 61
                                    

________________________________________________________________________________

[PART XXXVII]

Vihaan benar-benar kacau saat ini, belum selesai paniknya saat mendapati si sulung kritis, sudah dibumbui lagi oleh kabar bungsunya kecelakaan dan sedang menuju ke rumah sakit ini. 

"Apa lagi ini.." gumam Vihaan melihat brankar berisikan Rellza turun dari ambulan, terlihat anaknya bersimbah darah.

Vihaan hanya terdiam terpaku melihat anaknya memasuki IGD, bahkan dokter dari ruang rawat Langit tadi belum juga keluar, tapi ia beralih kemari demi melihat si bungsu yang tak kalah kritisnya dari Langit.

"Apa kalian berniat meninggalkan ayah, nak.." lirih Vihaan bersamaan dengan tubuhnya yang luruh ke lantai dan bersandar di dinding rumah sakit.

Vihaan benar-benar hancur mendapati kedua anaknya sedang berada di ambang kematian. Memori masa lalu kembali lagi merasuki ingatannya di saat Senja merenggang nyawa di hadapannya.

"Apa ini akan terulang?" Tak tahan, Vihaan pun mulai terisak pelan, tak bisa ia bayangkan jika kedua anaknya pergi meninggalkannya, apakah ia bisa bertahan di dunia ini jika sendirian.

"Jangan tinggalin ayah, nak.." ayah mana yang tidak bersedih jika anak-anaknya sakit.

"Om Vihaan..!!" Kepala Vihaan terangkat saat mendengar namanya dipanggil.

"Om.." panggil Bintang lagi yang sudah berlutut di depan Vihaan.

"Gimana keadaan Langit, Langit baik-baik aja kan?" Tanya Vihaan tanpa basa basi.

"Om.." lidah Bintang serasa keluh.

"Bin, bilang kalau Langit baik-baik aja.." desak Vihaan lagi karena melihat Bintang tidak juga bersuara.

"Maaf om, keadaan Langit benar-benar buruk, kalau dalam 48 jam dia gak sadar, pihak medis mengatakan kalau Langit .. koma" air mata Vihaan semakin deras mengalir membasahi wajah tegasnya.

"Kita harus secepatnya dapat pendonor kalau ingin Langit selamat, om" sambung Bintang yang membuat Vihaan semakin kacau.

Belum juga Vihaan menjawab ucapan Bintang, dokter yang menangani Rellza tiba-tiba keluar. Melihat itu, entah kekuatan dari mana, Vihaan langsung bangkit dari duduknya untuk mempertanyakan keadaan putra bungsunya.

"Anak saya gimana, dok?" Vihaan sangat tidak sabar untuk mendengar kondisi Rellza.

"Mari masuk, pak.." dengan helaan nafas pelan seraya putus asa, dan tanpa menjelaskan lebih lanjut, dokter tersebut hanya mempersilahkan Vihaan untuk memasuki ruang IGD.

Tanpa bertanya lagi, Vihaan langsung masuk ke dalam ruang IGD dengan tergesa-gesa.

"Adek.." lirih Vihaan setelah melihat keadaan anaknya yang benar-benar ia yakini sedang tidak baik-baik saja.

Vihaan langsung mendekat ke arah sang putra yang sedang menatap sayu ke arahnya. Vihaan kembali menangis melihat wajah tampan putranya yang sekarang penuh dengan luka dan lebam.

"A-yah.." terdengar suara lirih Rellza yang teredam oleh masker oksigen.

"Iya sayang, ayah di sini.." balas Vihaan yang sekarang sedang mengusap rambut anaknya yang masih lepek karena terkena darah, sedang tangan satunya menggenggam tangan kanan sang anak yang bebas infus.

"A-bang?"

"Abang baik-baik aja kok, adek juga harus baik-baik aja biar bisa ketemu abang, ya sayang" suara Vihaan sudah bergetar melihat anaknya yang biasa sangat aktif tampak tak berdaya seperti ini. Namun, ia harus tampak tegar agar anaknya tidak lebih rapuh lagi. Bagaimana pun ia adalah seorang ayah, sumber kekuatan untuk anak-anaknya.

Sandhyā Kelam ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang