30. BERTAHAN, YA 🦖

1K 114 37
                                    

________________________________________________________________________________

[PART XXX]

Rasa bosan hadir karena rutinitas berulang tanpa jeda dan pergantian. Walau ia sudah berjanji akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik, namun bukan berarti ia sepenuhnya meninggalkan kebiasaan lamanya. Tawuran dan balapan adalah makanan sehari-hari Rellza saat sebelum bertemu ayahnya, bahkan ketika sudah bersama sang ayah Rellza terkadang curi waktu agar dapat kembali balapan.

Seperti halnya malam ini, Rellza sudah merasa sangat kebosanan dengan rutinitas yang berulang ia lakukan setiap harinya. Hati kecilnya sudah meronta-ronta ingin bermain di jalanan. Alhasil, ia menghubungi ketiga teman lamanya untuk sekedar balapan melepas penat.

Tentu saja ia tidak ingin ayah dan abangnya tahu, bisa menjadi peyek dia jika kedua orang prik ini tahu. Terutama sang kakak yang cukup galak, sekarang kakaknya itu sangat overprotektif sekali.

"Jangan lewat dari jam sepuluh ya" terdengar suara sang ayah memberikan peringatan kepada anak bungsunya setelah anaknya itu meminta izin untuk kerja kelompok di rumah Tama.

"Kenapa kerkelnya malam-malam?" Langit tentu merasa heran, pasalnya biasanya adiknya ini jika memang ada kerja kelompok pasti dilakukan di siang hingga sore hari.

"Lupa bang, soalnya kan sekarang udah mulai les jadinya gak bisa juga kalo siang" pintar sekali bayi kecil Vihaan dan Langit ini memberi alasan.

"Kalo udah mulai les memangnya masih ada tugas yang harus dikerjain berkelompok?" Langit bertambah heran dengan alasan sang adik.

"Ada, buat nilai ujian praktek besok, gurunya minta kami buat desain poster. Besok juga ada ujian jadi sekalian belajar" lancar sekali bayi ini berbohong.

"Udah lah Langit, biarin adeknya pergi, gak mungkin juga dia bohong, ayah percaya kok" ucap lembut Vihaan yang membuat Rellza sontak merasa bersalah terlebih melihat wajah dan senyum teduh sang ayah.

'Durhaka lo Rellza..!!' pekik Rellza dalam hatinya.

Namun hal itu tentu tidak menghentikan rencana Rellza, hanya sekali dan ini yang terakhir, Rellza janji.

"Ya udah sana pergi, hati-hati. Nih uang buat pegangan siapa tahu nanti laper" ucap Langit sembari menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah kepada adiknya.

"Makasih Abang, Abang baik deh, jadi tambah sayang" Rellza tentu menerima uang jajan dari kakaknya, namanya rezeki jangan ditolak.

"Ya uudah, Rellza pergi ya pay pay ayah pay pay Abang, muah.." pamit Rellza setelah mencium punggung tangan ayah dan kakaknya.

"Hati-hati dek..!!" Seru Langit karena melihat adiknya berlari seperti dikejar valak.

"Yoiii..!!" Balas Rellza setengah berteriak.

▪️▪️▪️

"Lo yakin mau balapan?" Tanya Galen sedikit ragu dengan keinginan sahabat kecilnya ini.

"Yakin lah, lagipula kan ini gak ada lawan cuma kita-kita aja, balapan buat healing aja" jawab enteng Rellza yang sudah bersiap dengan kuda besi hitamnya.

"Healing-healing matamu..!!" Celetuk Daren yang serasa ingin menjitak kepala Rellza.

"Bosen banget gue, hidup gue terlalu teratur, kan gue pengen ada gebrakan baru"

"Ini mah bukan gebrakan baru tapi kembali ke kebiasaan lama lo" balas Xavier walau ia juga sudah bersiap untuk balapan bersama sahabat manisnya ini.

"Udah sih, cepetan aahh ayo kita meluncur menghancurkan jalanan..!!!" Seru Rellza sambil manarik gas motornya berkali-kali.

Sandhyā Kelam ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang