Aarav sedikit mengendap memasuki kamar milik adik bungsunya. Helaan nafas lirih terdengar di keheningan malam, hatinya lega melihat adik perempuannya tertidur pulas dengan selimut membalut tubuhnya. Di samping itu, ada Aslan yang memeluk erat adiknya.
Aarav mendekat, menekuk satu kakinya mensejajarkan wajahnya pada Ara yang mengahadap ke arahnya. Aarav mengikis jarak, memberikan kecupan singkat di pipi adiknya.
Jujur saja, tubuhnya sangat lelah. Hampir dua hari ia tidak tidur, hanya terlelap satu dua jam dan kembali bekerja. Begitu sibuk dirinya, sampai dimana Bundanya mengabari jika adiknya tengah terbaring lemah di ranjang. Begitu kalut, Aarav menyuruh bawahannya menyiapkan kepulangannya mengabaikan pekerjaan yang masih menumpuk. Demi adik perempuannya, Aarav rela meninggalkan apapun.
Bibirnya menyungging senyum kecil ketika teringat beberapa hari lalu sebelum keberangkatannya. Dimana Ara takut kehilangan dirinya jika ia menikah. Bahkan jika Ara bilang Aarav tidak boleh menikah, maka dengan senang hati Aarav akan menolak setiap wanita yang datang ataupun yang sengaja dijodohkan untuknya, demi adiknya.
Aarav kembali mencium singkat kening Ara sebelum beranjak menuju kamarnya untuk membersihkan diri dan beristirahat karena waktu sudah menunjukkan dini hari. Dan tubuhnya butuh tenaga untuk besok.
"Selamat malam, princess abang."
INEFFABLE
Aarav menuruni tangga dengan baju santainya. Melirik meja makan yang sudah lengkap hanya tersisa dirinya dan minus pada Ara yang sepertinya masih tidur. Menarik kursi miliknya, lalu duduk tanpa memperhatikan sekitar yang sudah terkaget akan kehadiran Aarav yang tiba-tiba.
"Abang?!" Lia melotot kaget.
"Udah pulang?" lanjutnya bertanya.
Aarav hanya berdehem singkat, mengambil nasi goreng karena perutnya terasa lapar sebab tak makan malam kemarin.
"Kok gak ngabarin, Bunda?" Lia mendesah kesal melihat tingkah putra pertamanya.
"Pulang jam berapa?" tanya Direnc lalu menyuapkan potongan sandwich dalam mulutnya.
"Jam satu?" ujar Aarav sedikit tak yakin.
"Abang gak tau bang Aarav balik?" tanya Iel menatap Alsan yang masih sibuk dengan sarapannya.
Aslan mengendikkan bahu lalu menggeleng.
Iel mendelik, "Masa sih? Abang pasti langsung ke kamar adek kan?" mengalihkan tatapan pada Aarav.
"Bang Aslan aja yang ga peka." ujar Aslan setelah mendapat anggukan mengiyakan dari Aarav.
"Namanya juga capek." balas Aslan setelah meneguk minuman, mengakhiri sarapannya.
"Proyek selesai?" tanya Direnc sembari meletakkan alat makannya.
Aarav menurunkan gelas di genggamnya. "Belum." Direnc mengehela nafas, menatap lurus pada putra sulungnya.
"Lalu? Rencana kamu?" tanya Direnc.
"Suruh orang." ujar Aarav tanpa beban.
"Ini bukan proyek kecil, Aarav." Direnc memincingkan mata.
Aarav mengangguk paham, "Gak mau coba tangani?" tanya Aarav melirik Bara.
Bara membuang nafas, "Jangan lari dari tanggung jawab." sahut Bara dengan wajah datarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE
Teen Fiction🚫 Bisa dibaca terpisah dari ALARAYNA, Tapi kalau mau paham alurnya ya mendingan baca sih🚫 "Hingga saat ini, belum ada perkembangan dari penelitian kecelakaan itu. Para penyelidik masih berupaya mengonfirmasi pada sopir serta beberapa korban yang s...