Apakah semua adik perempuan di dunia ini merasakan hal yang sama? Begitu sedih bercampur bahagia melihat saudara kita akan melangkah ke jenjang yang lebih serius. Rasanya tak rela mengingat setelah ini kakak nya bukanlah hanya miliknya tapi milik pujaan hatinya juga.
Ara menunduk melihat tautan tangannya. Ini hanya permulaan tapi Ara rasanya sudah ingin menangis melihat abangnya memakaikan cincin di jari manis kak Sana. Suara riuh tepuk tangan menggema kala dua pasangan di depan memperlihatkan cincinnya. Semua tersenyum bahagia termasuk keluarga besar Kak Sana.
"Masih lama, abang?" Tanya Ara berbisik di telinga Aslan yang duduk menemaninya di kursi belakang. Sedangkan Ayah dan bundanya ada di barisan depan bersama calon besannya.
Aslan mengangguk kecil, "Kenapa? Ngantuk?" Ara membalas dengan gelengan kecil tanpa mengalihkan pandangan ke depan.
"Senderan abang sini." Ara bergerak mengikuti Aslan yang merengkuh nya.
"Eh, ini adik perempuannya Aarav ya?"
Sontak Ara dan Aslan menoleh ke arah sosok wanita yang mungkin berusia tak jauh dari ayah atau bunda, mungkin kerabat kak Sana.
"Iya, tante." Bukan Ara yang menjawab melainkan Aslan seraya mengelus rambut Ara yang sudah menegakkan badan.
"Sana sering cerita kalau Aarav punya adik perempuan yang begitu disayang." Ara tersenyum simpul mendengar perkataan tante yang mengambil duduk disampingnya.
"Sudah pernah bicara sama kak Sana?" Tanya tante tersebut dibalas anggukan oleh Ara.
Entah muncul dari mana, tiba-tiba Iel datang memanggil Aslan. Ara menghela nafas kecil tak mau ditinggal kala Aslan pamit ke depan.
"Sebentar ya." Ara mengangguk kecil, tak mengalihkan pandangan pada abangnya yang mulai menjauh.
"Enak ya jadi kamu." Ara menoleh.
"Maksud tante?" Ara mencoba tetap mempertahankbn senyumnya, melihat wajah wanita di depannya yang mulai berbeda.
"Kamu dimanja banget sama keluarga kamu, padahal kamu anak hasil--- ck, ck miris sekali." Ucap wanita itu sembari memandang Ara dengan senyum remeh.
"Setelah pernikahan terjadi, saya yakin abang dan keluarga kamu akan lebih sayang ke Sana, keponakan saya dari pada pada kamu. Semua yang kamu punya akan jatuh ke Sana." Lanjut wanita itu.
Ara diam seribu bahasa. Yah, tak bohong jika hatinya terluka, bahkan matanya sudah mengembun. Ara menarik nafas kecil mencoba tenang. Tidak lucu Ara membuat kehebohan di acara abangnya yang masih berlangsung.
"Kenapa tante bahas tentang keluarga saya?" Terserah Ara dianggap tak sopan, Ara benar-benar tak suka pada wanita ini.
"Memang bener kan, kamu itu cuma aib di keluarga Abizard. Coba kalau mereka punya keturunan perempuan sendiri, kamu pasti dibuang." Ucap wanita itu seraya berbisik di kalimat terakhir.
"Kalau memang begitu, itu memang jalannya. Saya tidak pernah mengemis untuk tinggal bersama ayah, ayah yang datang, ayah yang jemput saya. Saya gak maksa mereka buat nerima adanya saya didunia ini. Saya bisa bertahan sendiri, saya hidup tanpa ayah dan Bunda kandung saya sebelum ayah datang. Saya gak minta mereka datang ataupun mengemis untuk masuk di keluarga ini."
Pertahanan Ara runtuh, air matanya jatuh. Ara tak peduli ada yang melihatnya. "Saya gak tau apa maksud tante bicara hal seperti itu. Tapi, tante lebih baik jangan bicara jika tak tau apa yang saya rasakan."
"Kurang ajar." Bisik tajam wanita itu.
"Saya minta maaf, tante. Tapi ini semua tante yang mulai. Saya permisi." Ara bangkit dari dudukknya, melangkah keluar dari kediaman kak Sana. Entah salah atau tidak, sesaat Ara melihat abang pertamanya menatapnya tapi Ara tak mau peduli. Ia memilih bergegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE
Teen Fiction🚫 Bisa dibaca terpisah dari ALARAYNA, Tapi kalau mau paham alurnya ya mendingan baca sih🚫 "Hingga saat ini, belum ada perkembangan dari penelitian kecelakaan itu. Para penyelidik masih berupaya mengonfirmasi pada sopir serta beberapa korban yang s...