INEFFABLE - 41 Tidak Sehat

4.5K 336 81
                                    

Direnc mendekap putrinya dengan lembut, sedikit khawatir melihat wajah putrinya kembali pucat. Perjalanan pulang dari bandara hingga ke rumah membutuhkan waktu setengah jam, dengan berhati-hati Direnc menggendong putrinya yang masih nyenyak di dada sang ayah. Lia dengan cekatan membukakan pintu kamar putrinya yang bernuansa soft pink.

Direnc mengelus kening putrinya saat Ara menggeliat setelah dipindahkan di atas ranjang. Bundanya dengan pelan mengangkat selimut sebatas dada Ara. Ayah dan bundanya tak lupa mengecup kening putrinya dengan pelan dan penuh kasih sayang sebelum meninggalkan kamar sang anak.

"Agak hangat lagi badannya." Lirih sedih bunda sembari berjalan menuju kamarnya bersama suaminya.

Direnc mengangguk, "Besok ke rumah sakit aja dulu, takutnya kenapa-kenapa." Ucap Ayah sembari memasuki kamar miliknya tanpa menutup kembali.

"Kecapekan, telat makan, itu pasti yang bikin adek gak fit. Coba dikurangin jadwal les nya aja yah." Ucap Lia memandang suaminya yang tengah melepaa jam tangannya dari kaca meja rias.

"Dari dulu udah ayah mau udahin lesnya, adek yang gak mau." Balas Direnc pada istrinya yang sibuk melepaskan perhiasan.

"Pulang selalu malem loh adek itu, biar bunda yang ngomong besok, khawatir bunda liat adek gak enak badan terus." Direnc mengangguk saja.

"Bunda!" Iel berdiri di ambang pintu menatap bundanya sembari menenteng sebuah tote bag di tangan kirinya.

"Kenapa bang?" Bunda menoleh menatap putranya.

Mengangkat bawaannya, Iel bertanya. "Ditaruh mana, bun?"

Bunda menepuk kepalanya pelan, "Bunda lupa, itu dari tante Rita kemarin. Taruh di atas meja dulu bang."

"Siap." Iel memasuki kamar ayah dan bundanya, menaruh bawaannya seperti keinginan bundanya.

"Apa itu?" Tanya Direnc menatap Iel yang sudah mengambil posisi berbaring di ranjang ayah dan bundanya.

Iel menggeleng, "Gak tau."

"Itu kain buat baju." Balas Bunda sembari membuka tote bagnya memperlihatkan kain batik.

"Buat apa, bun?" Tanya Iel memeperlihatkan raut bingungnya.

"Tante Rita bilang buat lamarannya abang kamu, biar bagus dibuat seragaman aja." Jelas Bunda sambil melipat kembali kainnya.

"Samaan sama keluarga Suwirya?" Tanya Direnc, memperhatikan kain itu lebih dekat.

"Engga dong, kita samaan sekeluarga." Direnc mengangguk.

"Udah di tentuin emangnya, Yah?" Tanya Iel.

"Ya kalau gak ada halangan, ya paling satu - dua bulan lagi." Jawab Ayah.

"Abang kamu ydah dewasa, masa harus di lamain lagi nikahnya." Tambah bundanya yang berjalan ke arah kamar mandi dikamarnya.

Iel mengangguk saja, tak ingin mengambil pusing. Ia memilih membuka ponselnya dan berselanjar di media sosialnya. Ayahnya sedang duduk di sofa meluhat pesan dari ponsel nya dan bundanya yang sedang mandi.

Beberapa menit hanya terjadi keheningan hingga suara Ara yang memanggil ayahnya dengan lesu terdengar seraya berjalan memasuki kamar milik orang tuanya yang memang dibuka. Ara menghampiri ayahnya yang merentangkan tangan, mempersilahkan putrinya agar mendekat padanya.

Direnc mengecup kening putrinya, "Kok sudah bangun?"

Ara tak menjawab, ia kembali menutup mata namun tak tidur. Ara memeluk pinggang ayahnya dengan erat mencari kehangatan di sela elusan lembut dikepalanya.

"Bobok sama abang mau?" Ayah melirik Iel yang masih tiduran dengan mengangkat oonselnya di atas wajahnya.

Ara menggeleng kecil, "Besok periksa sama ayah ya? Badan adek hangat lagi loh."

Tak ada balasan dari anak perempuan nya membuat Direnc kembali membuka suara, "Mau ya, sama ayah sama bunda juga besok. Periksa aja, takutnya adek butuh dirawat."

Direnc membawa helaian rambut putrinya ke belakang agar wajah putrinya terlihat jelas. "Mau?"

Ara membuka mata dengan berat, "Dirumah aja, besok sembuh sendiri kok." Ucap Ara dengan lesu.

"Periksa aja, nak. Sebentar kok, mau ya?" Dengan sedikit terpaksa akhirnya Ara mengangguk.

Tak lama pintu kamar mandi terbuka, bundanya keluar dengan wajah segar dan pakaian yang sudah berganti.

"Kok udah bangun, dek?" Bunda mendekat, menempelkan punggung tangannya ke dahi Ara.

"Besok ke rumah sakit mau ya?" Tanya bundanya sembari duduk mengapit Ara di tengah-tengah ayah dan bundanya.

Bunda membenarkan rambut putrinya yang terlihat berantakan, "Badannya gak enak, dek? Dingin?" Ara mengangguk pelan.

"Gak usah mandi gakpapa, di lap aja badannya ya, daripada tambah dingin nanti." Ujar bunda.

"Mandi sekarang aja, mumpung masih siang." Tambah ayah melirik putrinya yang masih bersandar nyaman di dadanya.

"Boleh, bunda siapin dulu kalau gitu." Bunda beranjak ke meja rias kembali berniat menyisir rambutnya dahulu.

"Abang berangkat besok atau lusa?" Tanya Direnc pada Iel yang masih rebahan.

"Besok kayak nya, Yah." Direnc mengangguk.

"Adek, ayo sama bunda, ayah biar mandi dulu." Dengan lemas Ara menegakkan tubuh, menggandeng tangan bunda nya dengan lesu.

"Mandi dulu, yah. Airnya udah bunda siapin." Ujar bunda sebelum berlalu pergi.

Direnc berdehem mengiyakan, membiarkan putranya yang maish rebahan, Direnc mengambil baju gantinya sendiri.

"Sempetin pulang bang, kasian adek sendiri di rumah kalau bunda sama ayah ada kerjaan. Abang-abang kamu juga sibuk apalagi tinggal di apartemen semua." Ujar Direnc sembari mencopot kancing kemejanya.

"Pastilah, Yah. Iel termasuk sering pulang dari abang." Jawab Iel tanpa mengalihka  pandangan pada ponsel nya.

"Yah." Direnc berdehem.

"Kayaknya abang marahan sama adek." Direnc mengangkat alisnya, lalu membalikkan badan setelah menutup pintu almari.

"Abang Aslan?" Tanya Direnc yang salah sasaran.

Iel menatuh ponselnya, mengubah tidurnya hang semual terlentang dan berbaring miring ke arab ayahnya.

"Bang Aarav. Kemarin di rumahnya kakeknya kak Sana, adek sempet nangis karena bang Aarav deket dekat adek terus. Trus abang juga bilang maaf terus sama adek. Makanya abang kemarin ajak keluar adek dulu." Jelas Iel menatap ayahnya serius.

Direnc mengingat kembali kejadian tempo hari lalu, lalu mengangguk. "Nanti biar ayah tanyain ke adek."

"Abang marahin adek kali. Dasar, udah jarang dirumah temenin adek, pulang-pulang malah cari masalah." Ujar Iel ikut kesal.

"Jangan buruk sangka ke abang kamu sendiri, gak boleh gitu." Kata Direnc menasehati.

"Pliss deh, Yah. Adek itu gak bakal marah kalau gak di pancing dulu. Pasti bang Aarav cari gara -gara ke adek makanya adek gak mau deket dekat dia." Ujar Iel mengeluarkan isi hatinya.

Direnc membenarkan dalam hati, putrinya itu terkesan menyembunyikan perasaan nya sendiri. Namun jika marah, ia akan benar-benar marah pada seseorang yang mencari ribut dengannya, ia bahkan biasa fiam hingga satu minggu penuh. Kadang Direnc juga menasehati agar putrinya tidak berlaku demikian, ia pernah bilang pada putri nya jika marah lebih baik langsung dilampiaskan.

Namun, namanya juga sifat dan pasti sulit diubah. Dan untuk kejadian jni mungkin saja anak pertamanya telah membuat kesalahan yang mengakibatkan anak perempuan nya marah hingga gak ingin di dekati. Direnc akan mengajak putrinya berbicara nanti.

TBC


Bonus untuk kalian...

Tunggu author beberapa tahun kemudian🤣🤣

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang