INEFFABLE - 30 Hari yang sial

2.4K 289 44
                                    

Ara mengangguk-angguk seraya menggigit sandwich yang dibuatkan oleh bundanya. Senyumnya tersungging kala seseorang yang berkata dalam sambungan telefonnya tengah melemparkan candaan. Sekotak bekal serta sebotol susu sudah Ara habiskan ditengah perjalanan menuju sekolah.

Direnc hanya berfokus pada jalan di depannya, sesekali menyela percakapan putra dan putrinya dipagi hari yang cerah ini. Karena Ara yang kesiangan jadilah Lia menyiapkan bekal untuk putrinya dengan tergesa, berharap sarapannya dapat mengenyangkan perut gadis itu.

"Huum, Iya, Oke."

Hanya itu yang sekiranya Ara ucapkan untuk membalas berbagai ucapan dari Bara. Sedetik kemudian, Ara mematikan ponselnya lalu mengambil posisi menyerong ke arah kursi pengemudi, memandang ayahnya dengan lekat.

"Ada apa?"

Ara terkekeh, ayahnya tau saja jika dirinya tengah ingin berkata sesuatu. Padahal ayahnya sedang sibuk membelokkan stir ke arah yang diinginkan.

"Mau izin." Jawab Ara cepat.

Direnc melirik sebentar, "Kemana?" sengaja Direnc tak menyuruh supir pribadinya, katanya ayah Ara itu rindu berkendara.

"Mau ke TPU."

Ara menjawab tepat mobil yang ditumpangi mereka berhenti di depan sekolah. Ara memandang sekilas gerbang sekolahnya yang sudah ramai, mungkin sekitar lima belas menit lagi bel berbunyi, cukup untung berbincang dahulu dengan ayahnya.

"Kangen Bunda Cana?" Direnc menatap putrinya.

Ara mengangguk pelan sembari menautkan jari jemarinya. "Bolehkah ayah? Janji gak akan lama." Ara menggenggam tangan besar ayahnya.

"Kenapa ayah larang, tentu boleh, lama pun gakpapa. Mau ditemani?" Ara menggeleng.

"Abang Bara bilang mau pulang satu minggu lagi." ucap Ara sembari mengambil tas dan beberapa totebag yang berada di jok belakang.

Direnc mengangguk, "Udah list oleh oleh ke abang?" Ara menyengir, lalu berhembur di pelukan ayahnya.

"Ayah mah~ oleh oleh itu harus." Direnc tertawa. Mengecup kening putrinya.

"Tujuh menit lagi bel." Ara melepas pelukannya, mengambil tangan kanan Ayahnya dan mengecupnya.

"Adek berangkat, da-da ayah."

Tanpa menunggu balasab dari ayahnya, Ara keluar berlari bersama pada murid yang juga berbondong bondong masuk. Direnc terkekeh ditempat, melihat putrinya berlari sembari menenteng beberapa totebag oleh oleh darinya kemarin.

INEFFABLE

"Buah tangan dari Kuala Lumpur, Chek!!"

Feli tertawa riang dengan salah satu tangannya memegang ponsel menampakkan dirinya sedang memamerkan bingkisan dari Ara.

"Sok seleb." celetuk Arin yang masih membuka oleh oleh dari ayah sahabatnya.

Tak memusingkan ucapan Arin, Feli lebih memilih mendekati Ara yang sibuk mmebaca novelnya. "Kalo Om Direnc ada keluar kota atau ke luar negara sabilah kita dibawaan ini lagi." Feli mengangkat bungkus bingkisan tadi.

"Gak tau diri." Seketika wajah Feli berubah datar mendengar sahutan Jia.

"Ji! Lo mending diem karena setiap omong yang keluar dari mulut lo, berhasil bikin gue sakit." balas Feli datar.

"Halah." Arin menggigit cokelatnya.

"Ni lagi satu, bising lo!" Feli mengerucutkan bibirnya.

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang