Keluarga Abizard sudah rapi dengan baju yang sudah Bundanya siapkan. Bertema-kan warna Lilac. Baju untuk pria terdapat corak batik dan untuk para wanita di desain layaknya baju brokat dengan panjang se-lutut. Kini mereka sudah siap untuk melangkah memasuki gedung wisuda dimana Bara berada.
Gedung acara terlihat mewah. Terlihat penuh oleh para wali murid ataupun warga sekolah. Sedikit ragu saat memasuki kawasan sekolahnya dulu, dengan digandeng oleh Aarav, Ara mengedarkan pandangan menatap sekeliling gedung. Sepercik rasa ingin kembali merasakan kegiatan di sekolah. Ia juga merindukan para sahabatnya. Jia, Feli dan Arina, apakah mereka juga disini sekarang? Sepertinya tidak.
Salah satu guru mengantar Direnc sekeluarga untuk duduk pada kursi yang khusus disiapkan. Tepat di depan panggung. Ara duduk diantara ayah dan abang pertamanya. Menikmati satu demi satu tontonan yang diperlihatkan. Hingga akhirnya pemanggilan nama para siswa, Ara bertepuk tangan--berbinar menatap sosok yang dipanggilnya abang yang juga tersenyum menatapnya dari panggung, alaupun hanya senyum kecil.
Seakan tersadar sesuatu, Ara membawa pandangannya ke arah samping kiri menatap ayahnya yang menikmati hidangan dengan hikmat. "Ayah."
"Hm." Direnc mengalihkan tatapan pada putrinya.
"Abang Bara jadi ikut academy, ayah?" tanya Ara lirih. Aarav hanya diam mendengarkan, membiarkan sang adik untuk meneruskan mengeluarkan isi dalam pikirannya.
"Mungkin." Direnc menyudahi acara makannya, mengambil segelas lemon tea lalh meneguknya sedikit.
"Kenapa?" tanya Direnc seraya tersenyum kecil.
Ara menggeleng kecil, kembali menggenggam garpu--menusuk potongan daging yang diberi saus dan memasukkan ke dalam mulutnya.
"Lama, ayah?" Direnc menggeleng, tangannya menjalar mengambil tisu untuk menghapus noda di sudut bibir Ara.
"Dua tahun, mungkin."
"Itu lama apa cepet?" tanya Ara lalu memakan kentang dari piringnya.
"Humm---cepet." Ara mengangguk.
"Tapi setelah itu, bang Bara jarang pulang." Ara mendongak guna melihat orang yang berbicara.
"Kan udah selesai study nya?" Ara menyipitkan mata ke arah Iel.
Aslan terkekeh, "Sayang, Bara study kan untuk kerja. Otomatis setelah studynya selesai bang Bara akan kerja jadi pilot." cerca Aslan menatap penuh adik perempuannya.
"Dan pilot itu gak pernah pulang." tambah Iel tanpa pikir.
"Sibuk banget?"
"Huum, lebih sibuk dari bang Aslan sama bang Aarav." jawab Iel dengan mengangguk penuh keyakinan.
"Kamu dirumah temennya cuma abang nanti." ujar Iel.
"Ada abang juga." Ucap Aarav menatap tajam Iel.
"Abang juga gak sesibuk itu, dek." kata Aslan ikut menimpali.
Direnc hanya geleng kecil mendengar musyawarah para anaknya.
"Kalau gitu adek mau sekolah lagi ayah, bolehkah?" Ara memandang penuh harap sang ayah.
Direnc tersentak seakan ingatan lampau kembali menerjang otaknya. Kembali pada putrinya, ia menatap lembut. "Jangan dulu ya."
Ara menunduk lesu. "Adek pasti kesepian." Ara merebahkan kepala dimeja setelah menggeser piring yang telah kosong.
"Masih ada ayah sama abang." bujuk Aslan.
"Kenapa ini?" Bunda datang setelah menemui para sahabat arisannya. Biasa---ngerumpi. Lia sedikit heran, ketika melihat putrinya yang murung dan Direnc yang menghela nafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE
Teen Fiction🚫 Bisa dibaca terpisah dari ALARAYNA, Tapi kalau mau paham alurnya ya mendingan baca sih🚫 "Hingga saat ini, belum ada perkembangan dari penelitian kecelakaan itu. Para penyelidik masih berupaya mengonfirmasi pada sopir serta beberapa korban yang s...